EPS 26

3 0 0
                                    

Syahrul dan Bima perlahan mulai kembali akur setelah tragedi pengeroyokan yang menimpa Bima. Di sekolah, suasana mulai kembali normal, meski bekas luka dan memar di wajah Bima masih terlihat. Mereka berdua berjalan bersama di koridor sekolah, berbincang dengan santai, seolah-olah tidak ada yang terjadi.

"Lu kenapa si parno gitu?" kata Bima sambil menatap sekeliling, memperhatikan teman-temannya yang juga mulai kembali ke rutinitas mereka. Tapi sahabatnya, si Syahrul ini dari tadi celingukan. Mungkin dia parno kalo tiba-tiba dia ditusuk dari belakang.

"Ya elu baru aja masukin Aldo ke penjara, anjir! Khawatir dikit kek!" Bima hanya menghela napas pelan.

Bima hanya tertawa kecil. "Ah, biasa aja, Rul. Yang penting sekarang kita bisa hidup tenang." Sekarang Syahrul menyesal karena sering membolos bersama Bima, Bima jadi setolol ini mungkin karena dia.

Rumor tentang penangkapan Aldo dan gengnya yang sempat menggegerkan sekolah mulai mereda. Seolah ada kekuatan tak terlihat yang dengan cepat meredam semua pembicaraan tentang itu. Para siswa mulai menerima bahwa Aldo dan gengnya tidak akan kembali, dan kehidupan sekolah berjalan seperti biasa. Guru-guru juga tidak membahas masalah itu, lebih memilih fokus pada pelajaran dan kesejahteraan siswa. Toh rumor mengenai Aldo masuk penjara itu udah sering.

Hari-hari berlalu, dan Bima serta Syahrul semakin akrab. Setelah pertengkaran mereka, mereka bisa melaluinya dan kembali akrab. Mereka tidak hanya berteman, tetapi juga saling mendukung dalam segala hal, baik dalam pelajaran maupun kehidupan sehari-hari. Tragedi pengeroyokan itu, meskipun menyakitkan, telah memperkuat persahabatan mereka. Mereka belajar untuk lebih menghargai satu sama lain dan menghadapi tantangan bersama.

"Hai, Al!" Bima melambai, dan tak seperti biasanya, kini Alya menjawab Bima dengan tersenyum lembut. Bima terkejut sejenak. Biasanya, Alya hanya menanggapinya dengan anggukan singkat atau tatapan datar. Tapi hari ini, senyum lembut itu membuat Bima merasa ada sesuatu yang berubah. Dia merasa hatinya berdebar lebih cepat, tapi dia berusaha untuk tetap tenang.

"Kayaknya dia suka sama gue deh, Rul!" nada Bima sangat over PD.

"Ga ada Aldo di sini bukan berarti dia suka sama elu kali Bim!" Syahrul memutar bola matanya karena apa yang diucapkan sahabatnya itu tidak ada masuk di akal sama sekali.

Bima tertawa kecil, masih terbuai oleh senyuman Alya yang terasa begitu hangat. "Eh, serius, Rul. Liat aja tadi senyumnya. Biasanya dia ga pernah kayak gitu."

Syahrul menggeleng-gelengkan kepala, merasa sahabatnya terlalu cepat menarik kesimpulan. "Bima, jangan keburu ge-er dulu deh. Mungkin dia cuma lagi baik aja. Lagian, abis insiden Aldo, mungkin dia merasa lebih bebas. Mana mungkin dia akan kembali menjebak hidupnya dengan cara suka sama elu." Syahrul tertawa mendengar perkataannya sendiri.

"Sia anjing, bukannya support temen," Bima menyikut pelan Syahrul. Tapi lalu Bima merenung sejenak, memikirkan kata-kata Syahrul. "Ya, mungkin juga. Tapi gue tetep seneng kalo dia senyum gitu. Bikin hari gue lebih cerah."

Syahrul tertawa mendengar jawaban sahabatnya. "Ya udah, yang penting jangan terlalu mikirin terus buru-buru nembak ya. Males banget kalo harus menghibur elu, gue juga belum siap kalo nemu berita sahabat gue bunuh diri." Syahrul melanjutkan tawanya, mengabaikan wajah sebal Bima.

Bima dan Syahrul sedang duduk di kantin, menikmati makan siang dengan suasana santai. Mereka bercanda, tertawa, dan menikmati momen kebersamaan. Suasana di kantin ramai, tetapi Bima dan Syahrul seolah memiliki dunia mereka sendiri.

"Bim!" tiba-tiba suara Alya terdengar, mengejutkan Bima, Syahrul, dan juga teman-teman mereka, Rini dan Ranti. Bima berusaha tetap tenang dan so cool meskipun hatinya berdebar.

Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang