Masalah baru muncul, masalah yang tidak pernah diduga-duga oleh Zidan. Setelah aksi nekatnya itu, ternyata menimbulkan rasa marah dari sahabatnya, Syahrul.
"Lu gila ya, anjing!?" kata Syahrul, wajahnya sudah merah karena menahan marah sedari tadi. Kelakuan Bima kali ini benar-benar di luar batas. Aldo mungkin saja⸺mungkin saja⸺Syahrul tidak bisa membayangkannya.
Bima tertawa, menepuk bahu temannya. "Hidup itu kadang harus sedikit gila, Rul. Biar ada warnanya."
"Berisik lu Bim, anjing lu!" Syahrul mendorong Bima sampai jatuh.
Syahrul menatapnya dengan mata kecewa, marah, dan khawatir. "Oh iya, sahabatnya dia kan... dulu tewas mengenaskan di tangan gengnya Aldo," Zidan sadar kalau telah membuat Syahrul, sahabatnya itu, merasa khawatir. Lalu Syahrul pun pergi. Bima menghentikan senyumnya, tadi Syahrul serius sekali mendorong Bima. Bima pun tidak merasakan candaan dalam perkataan ataupun perbuatan Syahrul tadi.
Zidan bingung, kenapa ada rasa lain setelah ia menatap mata Syahrul yang penuh trauma dan marah itu? Zidan sadar, jika dirinya bukan saja terikat pada Alya dalam misi ini, tapi juga terikat pada Syahrul. Tapi jika diingat-ingat, bagaimana mereka bisa bersahabat begini? Zidan tidak terlalu ingat, tapi seingat dia...
"Eh, elu murid pindahan dari Jakarta ya?" awalnya Zidan cuek hanya mengangguk pendek atau memberikan jawaban singkat sebagai respon dari semua perkataan Syahrul. Tapi, lama kelamaan dia merasa lebih dekat dengan Syahrul. Tidak begitu jelas alasannya, tahu-tahu mereka sudah sahabatan aja. Ya begitulah ikatan pertemanan antar pria bisa terjadi.
Zidan mengingat kembali awal mula pertemanannya dengan Syahrul. Saat itu, dia masih baru di sekolah dan berusaha menyamar dengan baik sebagai Bima. Syahrul, yang terkenal ramah dan selalu ingin tahu, adalah salah satu dari sedikit orang yang mendekati Bima tanpa rasa curiga. Syahrul sering berbicara dengan Bima, mengajaknya makan siang bersama, dan menghabiskan waktu bersama di luar sekolah. Perlahan tapi pasti, Zidan mulai merasa nyaman dengan kehadiran Syahrul.
Mereka berbagi banyak cerita, dari hal-hal kecil yang terjadi di sekolah hingga masalah pribadi yang lebih dalam. Syahrul sering bercerita tentang sahabatnya yang tewas mengenaskan di tangan geng Aldo, dan bagaimana hal itu membuatnya bertekad untuk tidak pernah membiarkan hal serupa terjadi lagi. Cerita-cerita ini, tanpa disadari, menambah lapisan emosi pada Zidan, membuatnya semakin terikat pada misinya.
Namun sekarang, melihat Syahrul marah dan kecewa karena tindakannya, Zidan merasa bersalah. Dia sadar bahwa tindakannya telah membuat sahabatnya khawatir dan trauma kembali muncul ke permukaan. Ini bukan bagian dari rencananya. Rasa bersalah itu semakin besar ketika dia menyadari betapa pentingnya Syahrul baginya, bukan hanya sebagai alat pendukung penyamaran dalam misinya, tapi sebagai teman yang tulus.
Zidan duduk di lantai, termenung. Dia berpikir keras tentang langkah selanjutnya. Misinya tetap menjadi prioritas, tapi sekarang ada perasaan lain yang harus dia hadapi. Dia harus menemukan cara untuk menenangkan Syahrul tanpa mengorbankan rencananya.
Saat itu, dia tahu bahwa misinya tidak hanya melibatkan kejahatan besar yang harus diungkap, tapi juga hubungan manusia yang harus dijaga. Dia harus menyusun rencana baru yang tidak hanya fokus pada misi, tetapi juga memperhitungkan perasaan orang-orang di sekitarnya, terutama Syahrul dan Alya.
Zidan bangkit dari lantai, mengusap debu dari pakaiannya, dan memutuskan untuk berbicara dengan Syahrul. Dia harus menjelaskan situasinya, meskipun dia tidak bisa mengungkap identitas aslinya. Dia harus mencari cara untuk mendapatkan kembali kepercayaan sahabatnya itu. Ini adalah tantangan baru bagi Zidan, seorang agen yang terbiasa bekerja sendiri dan mengandalkan dirinya sendiri, kini harus belajar untuk menjaga hubungan yang berarti di tengah misi yang penuh bahaya ini.
Zidan tidak seperti ini dalam misi-misi sebelumnya, Zidan selalu tenang dan tidak terikat dengan perasaannya. Dia tak pernah menyampurkan perasaannya pada misi. Dia terikat dengan sahabarnya, Syahrul dan terikat perasaan hangat pada Alya. Zidan sempat kebingungan, namun pada akhirnya memang dia adalah agen profesional. Dia tetap memilih misinya, maka disiapkanlah babak akhir dari rencananya.
Dia pergi ke arah gedung yang terbengkalai di Cirebon, tapi sebelum ke gedung itu, dia sempat berbicara pada rekannya yang menyamar menjadi tukang siomay di dekat sekolahnya. Singkat saja, Bima menyampaikan tanggal dan waktu rencananya dimulai. Si tukang siomay itu mengangguk mantap, tersenyum dan mengacungkan jempol.
Zidan merasa jika Syahrul mengikutinya saat di perjalanan menuju gedung yang terbengkalai itu. "Ngapain nih anak? Pake ngikutin segala!" Akhirnya ia ada rencana mempermainkan Syahrul. Zidan membuat jejaknya hilang dari pandangan Syahrul dan membuat Syahrul mencari-carinya di sekitaran gedung terbengkalai itu. Dan saat Syahrul lengah, ia memergokinya.
"Ngapain, Rul?"
Syahrul terkejut mendengar suaranya. Jantung Syahrul berdebar lebih kencang karena takut ketahuan membuntuti Zidan. Wajahnya langsung memerah, dan ia berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. "Su-su-suka-suka gue lah mau ngapain!" jawabnya terbata-bata, nada suaranya terdengar tidak meyakinkan.
Zidan memandang Syahrul dengan alis terangkat, tampak sedikit bingung tapi juga penasaran. "Kenapa lo di sini, Rul? Ngikutin gue?"
Syahrul tidak tahu harus berkata apa. Rasa bersalah mulai merayapi dirinya, tapi dia berusaha menutupi dengan cepat. "Gue cuma lewat sini aja," ucapnya sambil berpura-pura sibuk menghidupkan motor dan dengan buru-buru ia pergi meninggalkan Zidan.
"Dasar, dia pikir dia ga ketahuan?" Zidan menggeleng pelan melihat tingkah Syahrul. "Sekarang, saatnya kerja!" Zidan pun mulai menjalankan rencananya. Di ruangan salah satu lantai di gedung terbengkalai itu, Zidan memasang kamera tersembunyi. Dia juga memasang di tangga, dekat tempat parkir, dan gerbang masuk. Setelah semuanya beres, Zidan mengangguk mantap dan yakin semuanya akan lancar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Name
Romance[TAMAT] Alya adalah anak yang berprestasi, cerdas, dan menjadi siswi teladan di sekolahnya. Sementara itu Bima, anak pindahan dari Jakarta adalah siswa yang malas, jarang masuk, sering telat dan sering dapat nilai rendah. Bima jatuh hati pada Alya...