EPS 12

6 0 0
                                    

"Tadi tasnya Syahrul ketinggalan tante, Syahrulnya ada?" Bima memutuskan untuk langsung menghubungi Syahrul secara langsung karena dari tadi teleponnya tidak juga diangkat. Dia sudah mencoba berkali-kali, bahkan mengirim pesan, tapi tidak ada respons. Jadi, dia memutuskan untuk datang langsung ke rumah Syahrul.

Ibunya Syahrul membuka pintu dengan senyum ramah seperti biasanya. "Ada sih, tapi katanya lagi ga enak badan," ujar ibunya Syahrul dengan nada penuh perhatian. Bima mengangguk, mengerti dengan kode yang tersirat dalam kata-katanya. Dia tahu betul bahwa "tidak enak badan" adalah alasan yang sering digunakan oleh Syahrul dan dirinya untuk menghindari sesuatu atau seseorang. Itu adalah alasan yang sudah mereka pakai berkali-kali, terutama saat mereka ingin membolos dari sekolah dan malah bermain game di rumah Bima atau sekadar bersantai tanpa gangguan. Jangan dicontoh ya!

Bima berdiri di depan pintu, sedikit ragu untuk melangkah masuk. Ia merasa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar alasan "tidak enak badan" kali ini. Dia bisa merasakan ada yang tidak beres, mungkin karena kejadian tadi siang yang masih segar di ingatan mereka. Bima tahu Syahrul mungkin butuh waktu untuk menenangkan diri, tapi dia tidak bisa membiarkan situasi ini berlarut-larut. Mereka perlu menyelesaikan ini, dan Bima tahu dia harus menjadi yang pertama untuk merajut kembali persahabatan mereka yang sempat terganggu.

"Baiklah, Bu. Terima kasih," kata Bima dengan sopan. "Saya coba hubungi lagi nanti."Ibunya Syahrul tersenyum lembut dan mengangguk. "Semoga cepat sembuh ya," tentu saja yang Bima katakan hanya formalitas karena dia tahu Syahrul lagi ngintip dari balik kamarnya, sebelum menutup pintu dengan perlahan.

Bima berbalik, berjalan meninggalkan rumah Syahrul dengan langkah berat. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan dan perasaan bersalah. Dia mengingat bagaimana mereka berdua sering kali menggunakan alasan "tidak enak badan" untuk menghindari tanggung jawab, tapi kali ini berbeda. Ada perasaan kehilangan yang menggerogoti hatinya.

Saat berjalan pulang, Bima melihat sekelilingnya, mencoba mencari ketenangan dalam pemandangan yang biasa ia lihat setiap hari. Namun, kali ini, jalan-jalan yang biasanya terasa akrab dan menyenangkan, kini terasa kosong dan sunyi. Bahkan suara burung yang berkicau di pepohonan seolah tidak mampu mengusir kesedihan yang menyelimuti hatinya.

Sesampainya di rumah, Bima langsung menuju kamarnya dan merebahkan diri di atas kasur. Ia menatap langit-langit kamar, merenungkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Ia tahu bahwa persahabatan mereka terlalu berharga untuk diabaikan. Ia harus menemukan cara untuk memperbaiki semuanya.

Bima bertekad untuk mencoba lagi esok hari saat lomba kewirausahaan berlangsung. Dia akan bicara pada Syahrul besok. Bagaimanapun caranya, Bima tahu bahwa persahabatan mereka harus diperjuangkan. Bagi Bima, Syahrul bukan hanya teman biasa, dia adalah saudara yang selalu ada di setiap suka dan duka. Dan Bima siap melakukan apa saja untuk menjaga persahabatan itu tetap utuh. Bima paham garis besar permasalahannya, tapi ia merasa...

Di satu malam saat Bima sedang asyik begadang main game, suasana di kamarnya yang biasanya tenang mendadak berubah. Suara bising motor yang saling susul menyusul terdengar semakin mendekat. Awalnya, Bima mencoba mengabaikannya, berharap suara itu akan segera berlalu. Namun, semakin lama suara itu semakin nyaring dan mengganggu konsentrasinya.

"Berisik banget," gumam Bima dengan kesal, menekan tombol pause pada game yang sedang dimainkannya. Penasaran, ia berjalan menuju jendela kamarnya yang menghadap ke jalan. Bima menyibakkan tirai dan mengintip keluar. Matanya segera menangkap sekumpulan motor yang berjejer di dekat perkomplekan rumahnya, lampu-lampu mereka menerangi malam yang gelap.

Dari balik jendela lantai dua rumah Bima, Bima bisa melihat jelas geng motor yang ia kenali sebagai gengnya Aldo. Mereka terlihat gaduh, tertawa keras, dan mengobrol dengan suara yang lebih mirip teriakan. Beberapa dari mereka bahkan membunyikan klakson motor secara berirama, seakan sedang memamerkan kehadiran mereka di lingkungan tersebut.

Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang