Eps 41

4 0 0
                                    

Saat mereka berjalan berdua, Zidan merasa waktu seakan berhenti. Semua keraguan dan kekhawatiran yang ia rasakan sebelumnya seakan menghilang. Ia merasa nyaman dan bahagia berada di dekat Alya. Di tengah obrolan ringan mereka, Zidan menyadari bahwa perasaannya terhadap Alya sudah lebih dari sekadar misi. Perasaan yang dulu terasa samar kini semakin jelas, bahwa ia memang benar-benar jatuh cinta pada Alya.

Bima membawa Alya dengan motornya, ke beberapa tempat seperti Keraton Kesepuhan, dan berakhir di kafe sore hari dekat pantai. Saat mereka berkendara, angin sepoi-sepoi menyapu wajah mereka, menciptakan momen yang terasa begitu bebas dan tidak terbebani oleh kenyataan. Zidan merasakan kehangatan Alya yang duduk di belakangnya, memegang erat jaketnya. Setiap kali mereka berhenti di lampu merah atau untuk melihat pemandangan, Zidan selalu mencuri pandang ke arah Alya, menikmati senyumnya yang tulus dan tawa yang lepas.

Di Keraton Kesepuhan, mereka berdua berjalan-jalan di halaman yang luas, memandangi arsitektur megah yang memancarkan keagungan masa lalu. Alya bercerita tentang sejarah keraton itu dengan penuh antusiasme, sementara Zidan hanya mendengarkan, terpesona oleh semangat Alya. Setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa seperti melodi yang menenangkan hati Zidan. Namun, di balik senyum dan tawa itu, pikiran Zidan terus berkecamuk. Apa iya ia harus pergi dari Cirebon dan membuang semuanya? Atau tetap di sini, bersama Alya dan Syahrul? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantuinya.

Saat matahari mulai condong ke barat, mereka tiba di sebuah kafe yang nyaman dekat pantai. Mereka memilih tempat duduk di luar, di mana mereka bisa menikmati pemandangan laut dan angin sepoi-sepoi. Zidan memesan kopi, sementara Alya memilih jus jeruk. Mereka berbincang-bincang tentang banyak hal, dari kenangan masa kecil hingga impian masa depan.

"Bima, kamu sering banget ajak cewek-cewek ke tempat-tempat kayak gini ya?" tanya Alya setengah bercanda, mencoba mengalihkan perasaannya yang campur aduk.

Zidan tertawa di sela-sela badai di pikirannya yang berkecamuk dengan hatinya, "Aku keliatan kaya cowok yang suka main cewek ya?"

"Ya aku mana tahu? Kan aku cuma nanya," Alya tertawa mendengar jawaban Zidan. "Jadi, kamu sering ngajak cewek-cewek lain?"

"Enggak, Al, aku baru ngajak kamu doang." Zidan tersenyum, meski hatinya masih dipenuhi kekhawatiran.

Alya merasa senang mendengar itu, tapi ada sesuatu dalam nada suara orang di hadapannya ini yang membuatnya merasa bahwa ada sesuatu yang lebih dalam di balik kata-katanya.

"Al..." Zidan tiba-tiba terdiam. Ia benar-benar mencintai Alya. Dulu, ia hanya mendekati Alya untuk kepentingan misinya. Namun sekarang, lihatlah, ia jatuh cinta pada remaja SMA ini. Kata cinta bergelantungan di langit-langit mulut Zidan. Ia merasa tak ada hak untuk mengatakan cinta pada Alya, karena yang Alya kenal bukanlah Zidan melainkan Bima. "Ga jadi deh," Zidan menggeleng pelan, merasa ragu dan bimbang.

"Ihhh, apaan sih Bim? Aku jadi penasaran," Alya seperti merengek, ingin tahu apa yang sebenarnya ingin dikatakannya. Namun, Zidan hanya diam saja, canggung dan salah tingkah.

Alya lalu memperhatikan tangan Bima yang memegang cangkir kopi, dan tanpa sadar bergumam sedikit keras, "Apa tangan kamu selalu berurat seperti itu?" Alya baru menyadari urat-urat yang menonjol di tangan Zidan, tanda dari latihan fisik yang intens.

"Eh?" Bima jadi kebingungan, tidak menyangka pertanyaan itu.

"Ah, enggak!" sekarang Alya yang jadi salah tingkah, merasa bahwa pertanyaannya terlalu mengintim. Namun, rasa ingin tahunya tidak bisa ditahan.

Akhirnya, Zidan berpisah dengan Alya. Saat kereta mulai bergerak meninggalkan stasiun, pikirannya semakin kacau. Rasanya seolah ada dua kekuatan yang saling tarik-menarik dalam dirinya, satu ingin menyelesaikan misinya dan kembali ke markas, sementara yang lain ingin tetap berada di Cirebon, bersama Alya dan Syahrul. Ia merasa seperti ada lubang besar di hatinya yang semakin membesar seiring dengan jarak yang semakin jauh antara dirinya dan Cirebon.

Zidan menatap ke luar jendela kereta, melihat pemandangan yang berlalu dengan cepat. Di dalam pikirannya, ia ingin melompat dari kereta itu, meskipun harus merangkak dengan kaki yang patah-patah, kembali ke Cirebon dan mengatakan dengan tegas pada Alya dan Syahrul, "Aku ingin hidup lebih lama dengan kalian!" Bayangan itu terus berputar di benaknya, membuat hatinya semakin berat.

Zidan menggeleng pelan, mencoba mengusir pikiran itu. Namun, tanpa sadar air matanya mulai turun. Ia mengusapnya pelan, merasa sedikit terkejut dengan emosinya sendiri. Biasanya, ia menangis hanya sebagai bagian dari penyamaran, untuk memanipulasi emosi orang lain. Tapi kali ini, perasaan tidak nyaman yang ada di hatinya terasa sangat sesak, sangat nyata.

Saat air mata mengalir di pipinya, Zidan merasakan rasa sakit yang mendalam. Rasa sakit itu bukan hanya karena ia harus meninggalkan Alya dan Syahrul, tetapi juga karena ia merasa terjebak antara dua dunia. Dunia yang satu adalah dunia penyamaran, misi, dan tanggung jawab, sementara dunia yang lain adalah dunia kebahagiaan sederhana bersama orang-orang yang ia cintai.

Di tengah kereta yang berguncang, Zidan mencoba merenung, mencari jalan keluar dari dilema ini. Ia berpikir tentang semua momen yang ia habiskan bersama Alya dan Syahrul, tawa dan canda mereka, serta dukungan yang mereka berikan. Kenangan-kenangan itu membuat hatinya semakin berat, tetapi juga memberikan sedikit penghiburan.

Zidan menatap ke depan, mencoba membayangkan masa depan. Apa yang akan terjadi setelah misinya selesai? Apakah ia akan kembali ke kehidupan yang penuh dengan penyamaran dan kebohongan? Atau, apakah ia bisa menemukan cara untuk menjalani hidup yang lebih sederhana, lebih nyata?

 Apa yang akan terjadi setelah misinya selesai? Apakah ia akan kembali ke kehidupan yang penuh dengan penyamaran dan kebohongan? Atau, apakah ia bisa menemukan cara untuk menjalani hidup yang lebih sederhana, lebih nyata?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang