EPS 44

2 0 0
                                    

Perlahan-lahan, Zidan mulai berusaha melupakan Syahrul, Alya, dan bahkan Cirebon. Hari-hari awal setelah kepergiannya dipenuhi dengan bayangan-bayangan masa lalu yang terus menghantui pikirannya. Setiap sudut kota Cirebon seolah terpampang jelas di depan matanya, dengan kenangan yang datang silih berganti, terutama kenangan tentang Alya dan Syahrul. Namun, Zidan tahu, untuk bisa terus maju, ia harus melepaskan semua itu.

Untuk itu, Zidan mulai mengambil misi demi misi, tanpa henti. Setiap tugas yang diberikan kepadanya dijalani dengan penuh dedikasi dan kesungguhan. Mulai dari menyusup ke dalam jaringan kriminal, hingga mengungkap skandal politik, Zidan tidak pernah mengeluh. Setiap misi yang diambilnya menjadi pelarian dari kenangan yang ingin dilupakan. Dalam misi-misinya, ia menemukan semacam ketenangan, meskipun hanya sementara.

Namun, di balik setiap keberhasilan, ada kehampaan yang semakin terasa. Zidan mencoba mengisi kekosongan itu dengan bekerja lebih keras, berharap rasa sakit di hatinya perlahan mereda. Misi demi misi diambil, tanpa jeda, hingga ia menjadi salah satu intel terbaik yang dimiliki Polri. Namanya dikenal di kalangan atas, namun tetap tersembunyi di balik identitas palsu yang selalu ia gunakan.

Dua tahun berlalu sejak ia meninggalkan Cirebon. Waktu berjalan begitu cepat, namun bagi Zidan, setiap hari terasa lambat. Dalam kurun waktu itu, ia telah menjalani berbagai misi berbahaya yang mengharuskannya menyamar dalam berbagai identitas. Setiap kali ia berhasil menuntaskan sebuah misi, ada perasaan bangga yang bercampur dengan rasa kehilangan yang tidak pernah benar-benar hilang.

Saat ini, Zidan menjalani misi sebagai pegawai di kantor pajak, sebuah penyamaran yang telah berlangsung selama lebih dari setahun. Dalam identitas barunya, ia adalah Amir, seorang pegawai pajak yang teliti dan berintegritas tinggi. Penampilan dan perilakunya berubah total; dari seorang intel yang tangguh dan cekatan menjadi seorang pegawai yang rapi, tenang, dan tampak biasa-biasa saja. Namun, di balik wajah tenangnya, terdapat pikiran yang terus bekerja, menganalisis setiap informasi dan mengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap sindikat korupsi.

Misi ini bukanlah misi biasa. Menjadi orang kepercayaan kepala kantor pajak adalah langkah strategis yang sangat penting. Zidan telah berusaha keras untuk mendapatkan kepercayaan tersebut. Ia selalu menyelesaikan pekerjaannya dengan sempurna, membantu rekan-rekannya, dan menunjukkan loyalitas yang tidak terbantahkan. Perlahan tapi pasti, ia mendekati posisi yang diincarnya, menjadi orang kepercayaan kepala kantor pajak.

Hubungan dengan kepala kantor pajak semakin erat. Zidan sering diajak untuk rapat-rapat penting, dipercaya untuk menangani proyek-proyek besar, dan bahkan diundang dalam acara-acara keluarga kepala kantor pajak. Kepercayaan ini memberinya akses ke dokumen-dokumen rahasia, transaksi-transaksi mencurigakan, dan informasi-informasi penting yang tidak mungkin didapatkan oleh polisi biasa.

Zidan mengenakan kemeja biru muda yang dimasukkan ke dalam celana panjang hitam, tampil rapi sekali dalam penyamarannya sebagai pegawai pajak. Penampilannya begitu sempurna, seakan tidak ada yang bisa menduga bahwa di balik kesan pegawai yang tenang ini, ada seorang intel yang sedang menjalankan misi besar. Pagi itu, ia keluar dari bis dengan langkah yang penuh kepastian, berjalan menuju kantornya yang hanya beberapa langkah dari halte bis.

Saat Zidan melangkah dengan mantap, tiba-tiba seorang wanita menghampirinya dan mengatakan, "Bim, masih ingat aku ga?"

Zidan mematung seketika. Matanya terbelalak, hatinya berkecamuk, dan otaknya kacau. Denyut nadinya naik berkali-kali lipat. Di hadapannya, berdiri orang yang berusaha ia lupakan selama ini, menatapnya dengan senyum dan sinar mata yang indah. Itu adalah Alya, dengan senyumnya yang tak pernah berubah. Zidan menelan ludah untuk waktu sepersekian detik.

Pikirannya menjadi kacau sekacau-kacaunya, seakan badai topan tengah melanda pikirannya. Apa yang harus ia lakukan? Hatinya mendorongnya keras-keras untuk segera menyapa Alya, tersenyum lembut, dan bercerita seolah memang itu yang harus ia lakukan. Tapi pikirannya membelokkan maksud Zidan 360 derajat. Jika ada orang pajak yang mendengar atau melihat jika ia menyapa Alya seolah telah mengenal lama, tamatlah penyamarannya dan kacaulah rencananya. Lalu dengan mengubah wajahnya menjadi wajah kebingungan dan suara yang terkesan ragu, Zidan berkata, "Maaf? Siapa ya?"

Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang