Kota Cirebon di sore hari, dengan langit yang mulai memerah di ufuk barat, memancarkan keindahan khas pesisir Jawa Barat. Jalan-jalan utama dipenuhi oleh deretan pedagang kaki lima yang menjajakan berbagai kuliner lokal. Trotoar yang ramai dengan pejalan kaki, menambah hidup suasana kota. Bima, seorang pemuda dengan ransel di punggungnya, melangkah perlahan di trotoar yang teduh oleh rindang pepohonan. Wajahnya tampak lelah namun penuh tekad, seolah perjalanan yang dilakukannya hari itu memiliki tujuan yang penting.
Setelah beberapa saat berjalan, Bima berhenti di sebuah warung sederhana di tepi trotoar. Warung itu tampak lumayan ramai oleh pengunjung yang menikmati minuman dingin dan makanan ringan. Bima mengusap keringat di dahinya, lalu masuk ke dalam warung. Ia memesan sebotol air mineral dan duduk di salah satu bangku kayu. Sambil meneguk air dingin, matanya memandang ke arah jalan, menyaksikan hiruk-pikuk kehidupan kota yang tak pernah berhenti. Bima merasakan sejenak kedamaian di tengah kesibukan Cirebon, mempersiapkan diri untuk melanjutkan perjalanannya.
"Kemarin dengar kan? Suara berisik geng motor itu," kata salah satu pengunjung warung, yang langsung mendapat tanggapan dari temannya yang duduk bersebelahan. Dua orang bapak paruh baya dengan pakaian rapi, yang satu kurus dan yang satu agak gemuk. Mungkin orang kantoran, di dekat sini memang ada beberapa kantor dan ini sudah jam pulang kantor.
"Iya, benar-benar mengganggu. Anakku yang masih kecil jadi ketakutan dan tak bisa tidur, menangis semalaman. Aku juga jadi tidak bisa tidur, pada akhirnya ke kantor pun telat dan berakhir dimaki-maki sama boss," dari suaranya seperti seseorang yang sudah mengeluh berkali-kali hari ini. Si bapak gemuk itu mungkin sudah melalui hari yang berat di kantornya.
"Apa walikota tidak bisa menyingkirkan geng motor yang meresahkan itu? Bunuh saja mereka satu per satu, tidak perlu ada pengadilan segala⸻ begitu kan cara mereka?" Bima menghembuskan napas pelan, kembali menenggak minumannya sembari tetap mendengarkan dari jarak dua langkah darinya. Si bapak kurus itu nampak berkobar kebenciannya, namun Bima yakin dia juga akan kicep kalo berhadapan sama geng motor secara langsung.
"Shhhssssttt, jangan keras-keras," bapak yang gemuk itu menutup mulut dengan jari telunjuknya dan mendesis dengan nada cemas.
"Bodo amat, geng motor itu memang meresahkan,"
"Memang meresahkan, walikotanya juga sinting, mentang-mentang kerabat."
Bima berjalan mengabaikan kedua orang kantoran yang resah dengan geng motor itu. Obrolan mereka mulai ganti, mungkin karena mereka sadar mereka sudah berbicara terlalu banyak. Bahaya juga bagi mereka, begitu mungkin. Kini obrolan mereka adalah boss mereka masing-masing, maka dimulailah gunjingan mereka.
Baru beberapa langkah berjalan, Bima lalu berhenti dan tidak sengaja melihat berita di TV warung, intinya berita itu memberitakan kasus pembobolan toko, polisi mengusutnya namun sudah tiga hari tidak terpecahkan. Bima mulai kembali berjalan meninggalkan warung dekat trotoar itu. Jalanan Cirebon di sore hari ramai, mobil dan motor berpadu membuat kebisingan kota.
"Pasti ulah mereka, mereka kalau mabuk tidak sungkan-sungkan merusak bahkan membunuh. Lagian siapa sih yang mau jadi geng motor? Norak, mereka perusak, pembunuh, pembuat onar. Menjadi geng motor demi terlihat keren, padahal mereka tidak ada kerennya sama sekali. Jaket kulit mereka juga norak dan menjijikkan, sudah pasti mereka juga jarang mandi. Cuih, najis." Bima berhenti melangkah, dia tidak sadar mengomel sendiri.
Bima tersenyum kecil, kok bisa dia mengomel di pinggir jalan begitu? Lalu ia kembali berjalan sembari menenggak air mineralnya, terus berjalan sampai air itu habis, ia berhenti di dekat tong sampah.
"Geng motor memang harus dihabisi, sampai ke akar-akarnya." Bima bergumam pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Name
Romantik[TAMAT] Alya adalah anak yang berprestasi, cerdas, dan menjadi siswi teladan di sekolahnya. Sementara itu Bima, anak pindahan dari Jakarta adalah siswa yang malas, jarang masuk, sering telat dan sering dapat nilai rendah. Bima jatuh hati pada Alya...