EPS 36

3 0 0
                                    

Seiring waktu, Zidan alias Bima mulai memperhatikan Alya lebih dari sekadar bagian dari rencananya. Awalnya, dia mendekati Alya hanya untuk menjalankan misinya—mengumpulkan informasi, mengamati perilaku, dan mencari celah untuk menjerat Aldo dan keluarganya. Namun, semakin lama dia mengamati Alya, semakin dia merasakan sesuatu yang lain tumbuh dalam hatinya.

Setiap kali Alya tersenyum, setiap kali dia berbicara dengan teman-temannya, setiap kali dia menunjukkan kebaikan yang tulus, hati Zidan bergetar. Dia mulai menyadari bahwa Alya bukan sekadar target atau alat untuk mencapai tujuannya. Dia adalah seorang individu yang kompleks, dengan hati yang baik dan penuh perasaan, yang mungkin terjebak dalam situasi yang tidak adil.

Tanpa sadar, Zidan mulai sering menatap foto Alya lama-lama. Foto-foto yang awalnya ia kumpulkan untuk keperluan misi, kini menjadi sumber kebahagiaan tersendiri. Dia terpesona oleh keindahan wajahnya, ketulusan senyumnya, dan kedalaman matanya. Matanyalah yang tak bisa membuat Zidan lupa. Saat malam tiba dan dia sendirian di tempat tinggalnya, Zidan sering kali merenung, memikirkan Alya dan bagaimana perasaannya telah berubah.

"Jangan tertipu wahai diriku! Mungkin saja dia masih ada bagian dalam semua kejahatan keluarganya!" Zidan jadi resah dengan dirinya sendiri karena mulai mencampur misi dan perasaannya.

Zidan mulai merasakan konflik dalam dirinya. Di satu sisi, dia adalah agen intelijen yang harus fokus pada misinya. Dia telah dilatih untuk tidak terlibat secara emosional, untuk tetap profesional dan menjaga jarak. Namun, di sisi lain, dia adalah manusia yang memiliki perasaan. Perasaan yang tidak bisa dia abaikan atau hapus begitu saja.

Semakin hari, perasaan Zidan kepada Alya semakin kuat. Dia mulai merasakan rasa khawatir setiap kali Alya tampak sedih atau tertekan. Dia merasa senang setiap kali melihat Alya tersenyum atau tertawa. Perasaan-perasaan ini mengganggu fokusnya, membuatnya bertanya-tanya apakah dia bisa tetap objektif dalam menjalankan misinya.

Namun, Zidan tahu bahwa dia tidak bisa membiarkan perasaannya menguasai dirinya. Dia harus tetap fokus dan profesional. Misi ini terlalu penting, dan banyak yang bergantung padanya. Tapi setiap kali dia mencoba mengingatkan dirinya tentang tanggung jawabnya, bayangan wajah Alya selalu muncul di benaknya, mengingatkannya bahwa dia juga seorang manusia yang bisa jatuh cinta.

Perasaan ini membuat Zidan berada dalam dilema besar. Dia harus memilih antara tugas dan perasaannya, antara profesionalisme dan cinta. Dan semakin hari, keputusan itu semakin sulit untuk diambil.

Hari itu, Zidan melihat untuk yang kesekian kalinya kebersamaan Alya dan Aldo. Saat itu Alya dan Aldo tengah menongkrong di warung dekat pintu gerbang sekolah, Bima dan Syahrul hendak pulang saat itu. Biasanya dia tetap tenang, tapi entah kenapa hari itu dia melangkah maju, seolah hatinya tergerak sendiri. "Tahan, tetap tenang!" Zidan berteriak dalam dirinya sendiri, "jangan, ini bisa mengacaukan rencana!" Zidan mengingatkan dirinya, namun kakinya tak bisa berhenti melangkah. "Eh, tapi ini bagus juga untuk rencana. Baiklah, lakukan diriku!" Zidan mencari pembelaan. Saat itu entah kenapa dia terdorong karena melihat Alya merasa tidak nyaman dekat dengan Aldo. Maka dalam satu tarikan napas, Zidan mengatakannya dengan lantang.

"ALYA! Jangan lupa makan! Jangan lupa mandi! Cuci tangan, sama maskeran ya nanti malam!" Bima sesaat jadi pusat perhatian para siswa lain yang mau pulang. Semua mata tertuju pada Bima, yang berdiri dengan ekspresi ceria dan mengacungkan jempol ke arah Alya lalu diakhiri dengan kiss bye.

"Bagus, ini akan memicu kemarahan Aldo, dan rencana bisa berjalan! Bagus diriku!" Sedari tadi Zidan membela dirinya sendiri dan beralasan ini pasti berdampak baik pada rencananya. Padahal dia cuma merasa cemburu dan marah karena Alya merasa tidak nyaman. "Bagus, dia bangkit! Apa?! Tidak jadi?" Zidan sedikit kecewa karena Alya mencegah Aldo untuk mengejarnya.

Zidan resah saat itu Aldo tidak terpancing, setidaknya memukul wajahnya kek. Ya, Zidan juga paham kalau hal spontan tidak bisa selalu diharapkan. Zidan berpikir keras untuk membuat Aldo terpancing. Dia menyusun berbagai rencana, mencari cara untuk memancing emosi Aldo dan membuatnya keluar dari persembunyiannya. Setelah merenung cukup lama, akhirnya terbesitlah sebuah rencana yang cukup berani dan berisiko: sebuah rencana yang melibatkan pengungkapan cinta pada Alya dengan cara yang tidak biasa.

Zidan memutuskan untuk memanfaatkan sirine peringatan gempa di sekolah dan beberapa petasan. Rencananya adalah memicu kepanikan kecil di sekolah yang akan memancing Aldo untuk bereaksi. Dia yakin bahwa Aldo, dengan sifat temperamennya, akan menunjukkan dirinya jika Zidan menyatakan cinta dengan lebih lantang pada Alya.

Pada hari yang ditentukan, Zidan menyelinap ke ruang kontrol sirine peringatan gempa. Dengan keahliannya dalam bidang teknologi dan penyamaran, dia berhasil mengakses sistem tanpa terdeteksi. Dia juga telah menyiapkan beberapa petasan yang akan ditempatkan di berbagai sudut sekolah untuk menambah efek dramatis.

Tepat pada saat para murid tengah sibuk mempersiapkan tenda-tenda dan stan-stan untuk mengadakan lomba kewirausahaan antar kelas, Zidan memicu sirine peringatan gempa. Bunyi sirine yang melengking membuat seluruh sekolah panik. Siswa-siswa berlari keluar dari kelas, mengikuti prosedur evakuasi yang telah diajarkan. Di tengah kekacauan itu, Zidan menyalakan petasan secara pararel, menambah suasana menjadi lebih tegang.

Ketegangan semakin meningkat ketika terdengar ledakan di berbagai sudut gedung yang mengitari lapangan. Asap tipis mulai mengepul, dan sebagian murid berteriak ketakutan. Para guru mencoba menenangkan murid-murid sambil memastikan semuanya berkumpul di tempat yang aman.

Namun, di tengah kepanikan itu, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Dari gedung-gedung yang mengitari lapangan, turun kain-kain besar dengan tulisan "ALYA I LOVE YOU!!!" yang mencolok. Semua mata tertuju pada kain tersebut, keheranan dan kebingungan bercampur aduk.

Tiba-tiba, dari atas salah satu gedung, Bima muncul dengan megafon di tangannya. Dengan semangat dan tanpa rasa takut, ia berteriak melalui pembesar suara, suaranya menggema di seluruh lapangan.

"ALYA, AKU SUKA SAMA KAMU, AKU CINTA SAMA KAMU, MAU GA JADI PACAR AKU?!!!!"

"Bagus! Dengan ini, pasti si manja itu akan keluar!" Zidan percaya diri dengan rencananya.

Dan benar saja, tak menunggu waktu lama, di hari yang sama, Zidan diancam oleh Aldo. Bagi Zidan yang sudah sering berlatih dikeroyok, sering berlatih dipukul, dan bela diri untuk mengurangi dampak pukulan pada tubuh⸻ pukulan Aldo dan dua babunya tidak terlalu berarti baginya. Di WC itu, Zidan tidak melawan, hanya diam dan sesekali tertawa menantang. Aldo pasti akan melakukan lebih dari ini.


Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang