77

1.8K 180 39
                                    

Yang baca doang tapi nggak vote, pantatnya kelap kelip.

WARNING⚠️⚠️
TYPO BERTEBARAN
TERDAPAT KATA KATA KASAR DALAM CERITA
______________________________________

Happy reading all📖
______________________________________

"Nah ayo pin, lo bisa kan tembak kakak lo sendiri? Secara lo sering jadi samsak dia, lo benci sama kakak lo kan?" William terus memprovokasi Melvin.

Azka menahan nafasnya, dia berharap jika dia mati, William akan membiarkan Melvin hidup.

Tapi kenyataannya tidak sama dengan harapan Azka.

Ini tidak sesuai dengan rencana awal William. Sebenarnya William ingin membunuh Melvin di hadapan Azka, tapi jika dipikir-pikir lebih bagus lagi jika ia membuat Melvin membunuh Azka.

Haruskah William menyebut dirinya sebagai jenius?

William memandang Azka, sedangkan Azka memandang Melvin, dan Melvin hanya memandang kosong ke pistol yang ada di tangannya sekarang.

"Gw harap hubungan persaudaraan kita bisa di ulang dari awal lagi, El. Tapi gw egois, sampai akhir juga gw nggak pernah beri lo kesempatan bicara" batin Azka.

"Gw harap... Gw bisa minta maaf ke lo, tentang semua yang udah gw lakuin selama ini..."

Azka menghela nafasnya. Bohong jika dia siap untuk mati. Mungkin ada sebagian orang yang siap untuk mati, tapi Azka bukan salah satunya. Di detik detik terakhir ini Azka baru memiliki harapan untuk memperbaiki hubungannya dengan Melvin. Memang benar, penyesalan selalu datang di akhir.

William melirik ke Melvin yang masih belum bergerak.

"Kenapa? Takut?" Tanya William kepada Melvin yang diam sejak tadi.

"Cepet! Atau pisau ini nembus di leher lo" William lagi lagi mengancamnya.

"Melvin!" Azka mengeraskan rahangnya. Bisa saja William benar benar melakukannya. Azka padahal sudah menyiapkan mentalnya namun Melvin tak kunjung menarik pelatuknya. Bahkan mengarahkan pistol ke arahnya pun tidak.

"El..." Panggil Azka dengan pelan. Melvin mendongak menatap Azka dengan pandangan kosong. Azka sedikit meringis melihat tatapan kosong Melvin ke arahnya. Azka lagi lagi mengepalkan tangannya melihat betapa kacaunya Melvin sekarang. Darah yang mengucur di pelipisnya dan pakaiannya yang sangat lusuh membuatnya tidak bisa dikatakan baik-baik saja.

"Bang... Maafin gw ya? Makasih juga... Buat semuanya" Melvin memandang Azka dengan tatapan yang tidak bisa Azka artikan. Tatapan Melvin menyiratkan kesedihan yang tidak pernah Azka lihat sebelumnya.

Azka mengangguk ke arah Melvin. Azka menghela nafas, mungkin ini terakhir kalinya ia merasakan menghirup oksigen. Ingin rasanya Azka berpamitan dengan teman-temannya, dia juga ingin menitip Melvin. Siapa yang akan mengurusnya nanti jika dia tidak ada.

"Paling dia seneng gak ada gw yang mukul dia lagi" Azka terkekeh pelan. Jika dia pikir-pikir, hidupnya sungguh menyenangkan, walaupun itu berakhir saat hari ulang tahunnya yang ke 15.

Azka ingin melanjutkan keseharian yang penuh canda tawa itu walaupun hanya bersama dengan Melvin. Mungkin itu adalah harapan Azka. Namun keegoisan Azka tidak mengizinkan untuk melakukannya.

Melvin memejamkan matanya dan dengan perlahan mengangkat tangannya. Azka membulatkan matanya melihat Melvin Melvin yang tidak mengarahkan pistol itu ke dirinya, begitupun dengan William.

Melainkan Melvin mengarahkan pistol itu ke kepalanya sendiri.

William mundur satu langkah akibat terkejut melihat apa yang dilakukan Melvin.

Bang,Gw Kangen.. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang