"kita udahan dulu ya?" ucap Salsa dengan pelan, tetapi masih bisa di dengar jelas oleh Aro.
Aro terdiam dengan wajah bingung. Ia syok mendengar ucapan Salsa. Mengapa secara tiba tiba begini?
"Maksudnya?" tanya Aro lalu membenarkan posisi duduk nya diranjang rumah sakit.
Salsa menatap Aro, menghela nafas pelan. "Kita putus dulu,"
Seketika wajah pucat Aro bertambah semakin pucat. Ia semakin bingung, karena ia merasa tidak melakukan apapun yang menyakiti Salsa, tetapi Salsa meminta putus?
"Sementara kok jangan panik gitu." sambung Salsa cepat setelah melihat wajah Aro yang tidak bisa diartikan.
"Kenapa?gue salah apa?oh apa karna gue ngomongnya gue-lo? Oke aku pake aku kamu ya," Ucap Aro melantur.
Salsa terkekeh pelan, "Gak gitu."
"Apa aku gak romantis? Atau kamu gak nyaman sama aku?" tanya Aro dengan wajah semakin gelisah.
"Sal jangan gitu dong! gue eh maksudnya aku cinta banget sama kamu, aku gak rela kalo sampe kamu mutusin aku!"
Salsa tertawa renyah karena ucapan Aro sedari tadi tidak jelas. Aro pun menatap Salsa heran, mengapa ia ditertawakan? Apa ada yang lucu? Pikir Aro.
Salsa memukul mukul pelan bahu Aro dengan terus tertawa ngakak melihat reaksi Aro ketika Salsa meminta putus. Sedangkan Aro dibuat semakin bingung dan tidak mengerti.
Salsa masih terus tertawa, kini Aro mulai berpikir bahwa ini adalah prank.
"Oh! Ini cuma prank kan?"
Salsa menghentikan tawa nya, ia menatap Aro. "Aku serius."
Hening.
Salsa menatap Aro serius, sedangkan Aro sendiri masih menatap Salsa heran. Tadi Salsa tertawa, kini ia malah serius menatap Aro.
"Eh pacar gue pinter banget ngepranknya!"
"Serius ro!"
"Gak mungkin lah!"
"Aku serius!" ucap Salsa penuh penekanan.
Aro meneguk ludah nya susah payah.
"Kenapa?"
"Aku mau selesain hubungan aku sama Lian dulu, Aro." jelas Salsa lembut.
"Yaudah lo selesain, tapi kita gak usah putus!" pekik Aro tak terima.
"Biar selesainya gampang dan cepet ro, makannya kita putus dulu."
Aro menghembuskan napasnya kasar, menatap Salsa dengan tatapan? Sendu mungkin?
"Berapa lama?" tanya Aro.
"Setelah ujian, baru aku ke pengadilan. Kamu mau bantu aku kan?"
"Oke, tapi lo gak boleh deket sama cowo mana pun!" ucap Aro tegas dan ada nada cemas disana.
"Iya, Aro."
"Maafin Salsa ya."
*****
Senin.
Ujian hari pertama dimulai. Aro sudah keluar dari rumah sakit dua hari lalu. Dan kini ia ingin segera menyelesaikan ujian nya. Supaya Salsa dan Lian pun cepat bercerai.
Begitu pun Salsa, disekolahnya dengan fokus dan teliti ia mengerjakan soal soal ujian. Berharap nilai ia bagus dan bisa masuk universitas indonesia. Dan juga ingin menggugat cerai Lian.
****
Sepulang Ujian hari ketiga, Lian mengendarai motornya entah kemana tujuannya. Akhir akhir ini perasaan Lian sangat Aneh, hati kecilnya mengatakan ia harus segera mencari tahu orang yang telah menyelamatkan nyawa nya seminggu lalu.
Tak sengaja, ia melintas depan rumah sakit yang ia tempati saat itu.
Apa gue cari tau sekarang aja ya?
Lian juga seorang manusia yang memiliki empati dan simpati, walaupun suka bersikap seenaknya. Tetapi ia begitu pun karena didikan orang tua nya yang licik. Hingga tumbuh besar sifat Lian sering seenaknya saja, namun jangan salah. Ia sebenarnya memiliki hati yang baik. Mungkin karena sejak kecil orang tua nya begitu jadi lah Lian orang yang suka seenaknya dan semena mena.
Lian berjalan memasuki Rumah sakit yang cukup besar, namun tak terlalu megah.
Ia berjalan santai melewati meja resepsionis. Ia lihat dokter Rina sedang berbincang dengan seorang suster yang saat itu merawatnya.
Ia berhenti tidak jauh dari keberadaan Rina dan suster itu. Ucapan Rina tak terlalu jelas di pendengaran Lian, yang Lian tangkap hanya, "Salsa memang gadis baik..."
Hanya itu saja yang Lian dengar, setelahnya hanya langkah kaki Rina.
Hah? Salsa? Gak salah denger? Salsa emang pernah kesini ya? Oh iya gue lupa! Dia kayaknya pernah kesini jenguk Aro kata Mawar. Apa bisa jadi Salsa juga yang donorin darah dan cari ginjal buat gue?
"Gue harus cari tau!"
*****
"Sal!" teriak Lian saat ia baru saja memasuki rumahnya.
Salsa yang sedang asyik belajar ruang keluarga, menoleh pada Lian.
"Apa?"
Lian kemudian menghampiri Salsa, lalu duduk disofa depan karpet bulu yang sedang Salsa duduki.
Salsa membenarkan duduknya di karpet bulu super nyaman milik rumah ini.
"Lo pernah kerumah sakit...apa namanya gue lupa!" Lian mengingat ingat tetapi tidak tau nama rumah sakitnya. "Ah pokoknya yang gue masuk situ! Pernahkan lo kesitu?"
Salsa terdiam, ia bingung. Namun beberapa detik kemudian ia langsung merubah ekspresi bingungnya menjadi datar dan tenang. Ia harus mengontrol nya.
"Gak aku gak pernah tau kalo kamu masuk rumah sakit."
"Jangan bohong! Lo jenguk Aro kan dirumah sakit itu?"
Kini Salsa mati kutu. Bagaimana Lian tahu?
"Kata siapa?" tanya Salsa masih berusaha dengan wajah tenangnya.
"Mawar. Iyakan bener?"
Salsa mendengus. Mawar memang selalu merocoki.
"Iya." pasrah Salsa pada akhirnya, karena ia tidak bisa mengelak lagi.
Lian terdiam. Ia seperti sedang berpikir sesuatu. Detik berikutnya ia langsung berlari, lalu pergi dengan motornya.
"Dasar aneh!" umpat Salsa.
****
"Dokter Rina!" panggil Lian, lalu berlari menghampiri Rina.
"Eh kamu..." Rina agak lupa namanya. "Eumm Lian ya?"
Lian mengangguk cepat.
"Ada apa?" tanya Rina dengan nada lembut khas nya.
"Dok, please kasih tau saya siapa yang donorin darah nya buat saya?"
Rina meneguk ludah. Namun tetap dengan ekspresi tenang.
"Dok kasih tau dong!"
Rina terlihat diam dan sedang mencari cara. Ia melirik kanan kiri nya. "Eh maaf ya saya sekarang sibuk banget, besok besok aja deh ya ngobrolnya."
Setelahnya, Rina langsung masuk ke salah satu kamar, memeriksa pasiennya.
"Akh!" teriak Lian frustasi.
"Mas jangan teriak teriak dong, ini rumah sakit." perintah suster yang sedang membawa obat.
Lian tak menghiraukan suster itu, ia malah mengeluarkan ponselnya. "Minta nomor dokter Rina!"
"Maaf buat apa mas?"
"Udah cepet sus, jangan banyak tanya!" paksa Lian.
"Maaf gak bisa sembarangan."
"Saya itu pasiennya dokter Rina, sedangkan Dokter Rina sekarang sibuk makannya saya minta ke suster!"
Suster itu pun hanya bisa mendengus, lalu memberikan nomor Rina.
Siapapun orang itu, makasih. Sebisa mungkin gue bales budi.
*****