Perlahan Salsa membuka pintu kamar nya hati-hati, ia tak mau lagi bertemu Lian atau sekedar tak sengaja bertemu, ia sungguh marah pada Lian.
Salsa menerawang rumah nya, seperti nya memang tidak ada bau bau Lian dirumah ini. Salsa pun melangkahkan kaki ke dapur dan mulai membuat sarapan untuk diri nya sendiri.
Salsa hanya memanggang roti lalu diolesi selai kacang kesukaannya, dan membuat satu gelas susu vanilla. Lalu ia membawa nya ke meja makan.
Salsa pun sarapan dengan santai, sesekali ia mengingat apa yang telah Lian lakukan pada nya, tapi yasudahlah semua sudah terjadi, percuma saja dipikirkan terus.
ketika Salsa melahap suapan roti terakhirnya, pintu utama rumah itu terbuka lebar. Dan munculah Lian dengan keadaan berantakan.
Salsa yang melihat sosok Lian yang berjalan mendekati nya, langsung berjalan dengan cepat menuju kamar nya, namun baru beberapa langkah, Lian menghadangnya dengan merentangkan kedua tangannya lebar- lebar.
Salsa berdecak kesal karena Lian menghalangi jalannya, ia terdiam dan melihat kearah bawah, enggan menatap Lian.
Lian juga terdiam, memandangi Salsa sambil tersenyum.
"Maaf," setelah cukup lama diam, itulah yang Lian katakan.
Salsa menoleh, menatap wajah Lian sejenak, lalu kembali menatap lantai.
"Sal, maaf," ucap Lian tulus sambil memegang kedua bahu Salsa, Salsa tak meresponnya dan tetap diam, tak berkutik sama sekali.
"Sorry Sal, gue..." Lian tak tahu mau mengucapkan apa, ia terdiam sejenak, tangan kanan nya merapikan rambut Salsa yang menghalangi wajah nya.
"Sal, gue tau--"
Salsa menghela nafas. "Jadi ini yang kamu maksud? Lakuin segala cara biar ga pisah?" ucap Salsa kesal.
Lian terdiam. Memang benar yang dikatakan Salsa, ia tak bisa menyanggahnya.
"Bener kan? Kamu ternyata sama aja. ngga berubah, aku pikir kamu bener- bener tulus minta maaf, ternyata? Bullshit," ucap Salsa dengan senyum paksa nya.
Salsa melanjutkan langkahnya dan mendorong bahu Lian, Lian masih bengong dengan pikirannya sendiri.
"Gimana pun keadaanya, aku tetep mau cerai," ucap Salsa terakhir kali nya sebelum benar-benar meninggalkan Lian. Ia melanjutkan langkahnya lagi.
"Kalo lo Hamil?" tanya Lian spontan membuat Salsa menghentikan langkahnya, dan raut wajah Salsa terkejut.
Bener juga.
Salsa tak merespon ucapan Lian, dia tetap diam di anak tangga ke-2, terhanyut dalam pikirannya.
"Kalo lo hamil, dengan senang hati gue akan merawat anak itu dengan kasih sayang," ujar Lian sambil menatap punggung Salsa.
"Lebih baik aku ngurus anak itu sendiri." Dengan cepat Salsa langsung berlari menuju kamar nya, tak mau lagi berdebat dengan Lian.
"Ngga bisa gitu, pokoknya gue bertanggungjawab dan berdua sama lo yang ngerawatnya!" teriak Lian yang masih jelas di dengar Salsa. Namun Salsa tak menghiraukannya dan terus berlari menuju kamarnya.
"Gue berharap lo hamil anak gue!" teriak Lian, menghalu.
Kalo pun aku hamil, aku tetap akan mengurusnya sendiri, aku tetap akan cerai sama kamu, li.
"Aghhhh!" teriak Lian frustasi. Ia menjambak rambutnya sendiri kesal. Ia mendudukan diri nya di sofa dan mengusap wajah nya gusar.
"Gue ngga tau harus gimana lagi, Sal. gue bingung asal lo tau! gue beneran sayang sama lo. Lo punya hati tulus, lo udah baik sama gue, dan bodohnya gue baru sadar sekarang. Sorry," ucap Lian entah pada siapa.