Typo 🙏
Happy Reading...!!!Veranda sudah ada di rumah sakit. Tidak tega melihat Cio yang terus terdiam, tidak banyak bicara. Tanpa Cio bercerita pun sang mami sudah mengetahui bagaimana isi hatinya saat ini. Dia hanya mengusap punggung Cio, memberikan ketenangan disana.
"Makan dulu ya."
"Cio gak laper mi."
"Nanti kamu sakit. Shani pasti sedih kalo kamu sakit, Cio. Makan ya, ini mami udah beliin makanan. Gak apa-apa sesuap aja. Yang penting perut kamu ke isi."
Cio menoleh dengan gelengan kepalanya. Ve kembali mencoba membujuk Cio. "Kalo kamu sakit, siapa yang jagain Shani. Nanti Shani sadar, kamu nya malah gak ada disampingnya gimana?"
Sepertinya Cio mulai mendengarkan perkataan Ve. "Sedikit aja mi."dengan sigap, Ve pun segera membuka kotak makanan tersebut. Dan berniat untuk menyuapi Cio.
"Cio aja."ucapnya sambil meraih kotak makanan tersebut. Perlahan ia mulai memasukkan makanan itu ke mulutnya. Kalau bukan karena paksaan sang mami, Cio akan tetap menahan rasa laparnya. Ve pun tersenyum samar melihat Cio yang mau makan. Setelah dua suapan, Cio menghentikan makannya. Lalu menaruh kotak tersebut di samping.
"Minumnya."ucap Ve sambil menyodorkan sebotol air mineral. Setidaknya ada makanan yang masuk ke dalam perut anaknya itu walaupun sedikit.
"Kamu harus ingat kesehatan kamu juga, Cio. Jangan nyiksa diri sendiri kaya gini. Kamu boleh sedih, kamu boleh terpukul sama apa yang menimpa Shani. Tapi kamu juga jangan lupa, masih ada harapan untuk Shani bisa sembuh. Yang dia butuhkan sekarang hanya do'a dari kita semua. Mami yakin, Shani akan kembali sama kamu, sama Chika."ujar Ve sambil mengusap kepala belakang Cio.
"Chika?"lirih Cio menatap Ve.
"Dia masih tidur, mami titip sama adek. Mami juga udah wanti-wanti ke adek, supaya Chika ga tau kondisi Shani."
Cio menghela napas panjang. Dia baru teringat akan Chika, yang ia tinggalkan begitu saja. Karena pikirannya terlalu fokus pada Shani. "Cio udah ninggalin Chika mi, Cio lupa gak ngasih tau mami. Cio bener-bener kalut tadi malam."
"Mami juga tau dari adek. Katanya Jinan ngabarin kalo Shani kecelakaan. Udah kamu yang tenang ya, Shani baik-baik aja."ujar Ve dengan suara lembutnya.
"Gimana nanti reaksi Chika mi, kalo tau Shani kecelakaan? Cio gak bisa bayangin."lirihnya masih dengan tatapan yang kosong.
"Soal Chika, biar mami sama adek kamu yang urus. Kamu fokus aja sama Shani. Tapi kamu juga harus pulang, biar Chika gak bertanya-tanya kemana kamu sama Shani."
"Cio gak bisa ninggalin Shani disini mi."
"Cio, kamu masih punya kewajiban yang lain. Yaitu anak kamu. Dia juga butuh perhatian dari kamu. Shani disini ada papa sama mamanya. Sementara Chika? Jangan sampai kamu abai sama dia."ucap Ve.
"Apa yang mami kamu katakan itu benar Cio."sahut Keenan yang baru saja datang dengan satu cangkir kopi di tangannya. Keenan menyempatkan dirinya untuk membeli sarapan di kantin rumah sakit. "Kamu pulang dulu, kasian Chika. Biar om yang disini."imbuh Keenan yang kini mulai duduk.
"Tapi om,"
"Sudah, kamu gak usah khawatir. Shani baik-baik aja."
Cio terdiam, mempertimbangkan keputusannya untuk pulang. Dengan terpaksa Cio pun memutuskan untuk pulang lebih dulu. "Kalo ada apa-apa kabari Cio, Om."ucapnya terdengar tidak meyakinkan.
"Shani baik-baik aja, percaya sama Om."
Sebelum benar-benar pergi. Cio menempelkan telinganya di pintu ruangan Shani. "Sayang, aku pulang dulu. Kamu cepet sadar dong. Aku kangen sama kamu, Shan. Aku kangen senyum kamu, aku kangen kamu manggil aku mas,"lirih Cio seraya tersenyum seolah mendengar suara Shani yang berbisik di telinganya. "Kamu janji ya sama aku, nanti aku kesini lagi kamu harus sadar. Aku bingung, gimana caranya bilang sama Chika. Kalo dia nanyain kamu sayang. Bantu aku..." Cio terus mengusap pintu tersebut berharap Shani mendengar ucapannya.