67

1.2K 224 21
                                    

Typo 🙏
Happy Reading...!!!









Cio kembali dihadapkan dengan ruangan Shani yang masih tertutup. Di dalam dokter sedang memeriksa Shani. Cio terus mondar mandir menunggu dokter keluar. Disana juga ada Imel dan Jinan, yang lebih dulu datang daripada Cio.

"Cio, kamu lebih baik duduk."pinta Keenan.

"Gak bisa om, sebelum Cio tau keadaan Shani kaya gimana. Baru Cio bisa tenang."balasnya.

Perlahan pintu pun terbuka, menampilkan Dokter yang keluar dari ruangan Shani.

"Dokter?"

Keenan yang duduk pun, mulai mendekat pada dokter. "Gimana kondisi anak saya dok?"

"Kondisi pasien masih sama pak, belum ada perkembangan apapun."jelas dokter, pria paruh baya itu menatap Keenan seolah merasakan apa yang sedang mereka alami saat ini.

"Lantas bagaimana dok?"tanya Cio.

"Kita masih harus menunggu pasien sadar. Anda semua bisa secara bergantian untuk menjenguk pasien. Kalau bisa coba ingatkan kembali memori indah yang pernah kalian lakukan, agar bisa memacu kesadaran pasien." tutur dokter.

"Baik dok, terima kasih."ucap Keenan menganggukkan kepalanya.

"Sama-sama pak, saya permisi."pamit dokter berlalu.

Mereka sama-sama ingin melihat kondisi Shani saat ini. Apalagi Cio yang sejak kepergian dokter dia sudah bersiap didepan pintu. Berharap dirinya masuk lebih dulu.

"Biarin Cio masuk duluan pah, kita kan udah liat kondisi kakak."ucap Imel, dia teramat memahami Cio. Sama seperti Veranda. Mungkin jika bukan Imel, tidak akan membiarkan orang lain masuk melihat Shani sebelum dirinya. Cio menatap sendu Imel, itulah yang ia inginkan secepatnya. Bertemu dengan Shani. Memastikan keadaannya secara langsung.

"Masuk,"titah Keenan.

"Makasih Om, Tante"

Dengan perlahan Cio membuka ruangan tersebut. Dia tidak langsung melihat Shani, karena tertutup oleh tirai. Cio menyiapkan diri lebih dulu, menarik napasnya dalam. Rasanya ia belum siap dan bahkan tidak sanggup untuk melihat Shani.

Perlahan Cio membuka tirai tersebut. Sangat pelan. Sampai ia menutup matanya. Setelah tirai itu terbuka lebar, barulah Cio membuka matanya. Dan yang pertama kali dia lihat adalah Shani yang terbujur kaku di ranjang dengan berbagai macam peralatan medis terpasang di tubuhnya. Bahkan kini napasnya hanya mengandalkan dari selang ventilator yang melubangi lehernya. Tubuhnya dibalut perban, hanya menyisakan bagian wajah saja. Yang itupun sudah tidak bisa Cio kenali lagi. Bukan, ini bukan Shani pikirnya.

Brukk!!!
Cio menjatuhkan tubuhnya ke lantai, dan menutup wajahnya. Mencoba menerima kenyataan kalau apa yang ia lihat ini adalah bukan mimpi. Pria satu anak itu menangis tak bersuara. Dadanya semakin sesak, napasnya semakin memburu. Cio terus mengatur napasnya, menguatkan dirinya sendiri.

Cio mulai bangkit dan berdiri di samping ranjang Shani.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang