Typo 🙏
Happy Reading...!!!Malam yang begitu panjang untuk Cio lewati. Sedetik pun ia tidak meninggalkan ruangan Shani. Berharap ada keajaiban yang akan segera datang pada Shani. Bagaimana hidupnya jika tanpa Shani, akankah hancur sama seperti saat ditinggalkan oleh Anin atau lebih parah dari itu. Lantas bagaimana dengan Chika, apakah gadis kecilnya itu harus merasakan kembali trauma dalam dirinya untuk yang kedua kalinya?
Pikiran Cio semakin bercabang, memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada Shani. Namun harapnya lebih besar dari pada rasa takutnya. Cio yakin, Shani tidak akan meninggalkan dirinya dan juga Chika. Belum cukup untuk mereka bisa merasakan kebahagiaan bersama. Bahkan beberapa hari lagi mereka akan mengikat janji satu sama lain di dalam sebuah pernikahan.
Namun Tuhan menakdirkan lain, hari ini, malam ini adalah malam yang paling buruk bagi Cio. Keinginan untuk menikah dengan Shani secepatnya, kini pupus sudah. Karena kondisi Shani. Cio terus bergelut dalam pikirannya. Seolah ia tidak bisa keluar dari sana.
Cio terus tertunduk lesu. Lagi-lagi bayang-bayang Shani selalu hadir dalam lamunannya. Yang membuat Cio semakin berandai-andai. Andai saja dia tidak mengijinkan Shani untuk pulang, mungkin ini semua tidak akan terjadi. Andai saja waktu bisa diulang kembali, mungkin dia ingin lebih lama lagi bersama dengan Shani.
Sentuhan di bahunya membangunkan lamunan Cio.
"Lebih baik kamu pulang."titah Keenan yang duduk disamping.Cio menoleh ke arahnya. "Cio mau disini om."
"Kamu istirahat biar om yang disini jaga Shani."ucapnya.
"Gak om, Cio mau tetap disini. Sampe Shani sadar, sampe Shani sembuh. Dan kita bisa sama-sama lagi."Cio berusaha meyakinkan hatinya kalau selalu ada harapan untuk Shani.
Keenan mengangguk samar, dia juga tidak bisa melarang Cio. "Kamu sudah kabari mamimu?"tanya Keenan dibalas gelengan kepala Cio.
"Cio belum siap om. Mungkin besok akan Cio kabari."jawab Cio dengan suara yang bergetar.
"Ya sudah."balas Keenan singkat. Kemudian Keenan berpindah tempat duduk mendekat pada Imel dan Jinan. "Dek, kamu ajak pulang mama. Kasian."
Jinan mengangguk patuh. "Ayo mam, kita pulang. Mama harus istirahat."
"Nggak Dek, Pah. Mama gak mau pulang, mama mau disini nemenin kakak."lirih Imel menahan tangis.
"Mam, besok kita kesini lagi. Kakak juga pasti sedih liat mama kaya gini. Mama harus kuat. Kakak juga pasti kuat."ucap Jinan.
"Tapi Kakak?"
"Udah, mama tenang aja. Ada papah sama Cio disini. Mama pulang ya."ucap Keenan sambil mengusap punggung tangan Imel.
Terlihat Imel hanya diam dengan tatapan yang kosong. Cukup lama ibu dua anak itu berpikir."Mama pulang, tapi kalo ada apa-apa kabari mama, pah."
"Iya pasti, nanti papa kabarin."
"Pah, pulang dulu."pamit Jinan sambil mencium tangan Keenan.
"Iya hati-hati,"
"Kak Cio aku sama mama pulang dulu,"pamit Jinan pada Cio. Pria itu mengangguk tanpa berkata-kata. Kini hanya tinggal Cio dan Keenan yang ada disana. Dua pria yang sangat mencintai Shani. Dua pria yang hatinya sama-sama hancur dalam seketika.
***
Skip Keesokan Harinya
Pagi yang berbeda bagi Gita, karena pagi ini terbangun di kamar Chika. Gita mencoba untuk mengumpulkan nyawanya lebih dulu, menyesuaikan pandangan matanya yang baru saja terbuka. Sekilas dia melihat jam, waktu menunjukkan pukul 5.00. Gita teringat akan Cio, kemana sebenarnya Abangnya itu pergi bahkan sudah pagi seperti ini dia belum juga kembali.