[Jika ada kesamaan nama tokoh, alur, dan lain-lain harap maklum. Bukan berarti cerita ini copy paste. Dilarang plagiat!]
⚠Warning : Sexual violence, physical abuse, suicide, gasligthing, abusive words, mature content, and something about sexual.⚠
R1...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rakri melirik ke dalam ruangan melalui kaca balkon melihat Sheyna yang duduk dengan kertas-kertas di hadapannya, lalu pandangannya teralihkan pada Rion di hadapannya. "Kau sudah mendengar semuanya, kan? Lakukan rencana seperti itu, namun di tengah itu, lakukan sesuatu untukku." kata Rakri membuat Rion mengangkat sebelah alisnya penuh tanda tanya.
"Saat perpindahan Meliani ke kantor polisi atau penjara, tusuk dia. Hindari bagian vital, biarkan dia tersiksa tapi tetap hidup." perintah Rakri dengan sorot mata dinginnya, Rion langsung mengangguk tanpa ragu.
Rakri memandangnya sejenak dan melipat kedua tangannya di depan dada, "Kenapa kau tidak bertanya? Apa maksudnya kau berniat melaporkan ini pada Sheyna?"
"Tidak, jika memang itu perintah Anda maka akan saya lakukan. Sudah pernah saya bilang, tuan saya saat ini adalah Anda, bukan nona Sheyna." jawab Rion tegas membuat Rakri mengangguk.
"Ah, tapi aku tidak meminta dirimu sendiri untuk menusuknya. Sebab Sheyna tidak akan membiarkanmu meninggalkan sisinya jika hal itu tiba, gunakan orang lain. Misalnya, salah satu korbannya sendiri." tutur Rakri menyunggingkan senyum miring di wajahnya.
"Baik," jawab Rion mengangguk patuh.
WiH?
Meliani duduk gelisah di kursinya, dia memandang kedua tangannya yang bergetar dengan borgol melingkari pergelangan tangannya. Jantungnya berpacu dua kali lebih cepat, "Sial, sial, suamiku akan membunuhku ...."
Mobil yang dia naiki berhenti tepat di depan kantor polisi dimana para wartawan langsung mengurumuninya layaknya semut yang mendapatkan gula manis untuk ratu mereka. Para polisi segera mengamankan jalan keluar, begitu pintu mobil terbuka, kilat cahaya menangkap gambar menyilaukan netranya.
Meliani dibawa keluar dari mobil dengan bantuan para polisi yang berusaha menahan desakan para wartawan yang mengurumuni mereka. Wanita itu sontak menundukkan kepalanya untuk menghindari tangkapan gambar para wartawan.
"Nona Meliani, apakah benar atas tuduhan terhadap Anda?"
"Apakah Anda memiliki pendapat tentang ini?"
"Apa benar Anda terlibat hubungan seksual dengan anak dibawah umur?"
"Apakah suami Anda mengetahui perbuatan bejat Anda?"
"Tolong semuanya menyingkir," teriak petugas polisi berusaha menerobos para wartawan yang mengerumuni mereka layaknya lalat yang mencium bangkai.
Tanpa mereka sadari, salah satu orang yang menutupi wajahnya dengan masker di antara kerumunan tersebut mengambil langkah maju mendekati Meliani sembari mengeluarkan belati dari jaketnya. Karena para polisi sibuk membagi tugas antara menahan para wartawan dan menggiring Meliani menuju pintu kantor polisi, orang tersebut mengambil kesempatan.
Dia menyelinap di antara para polisi dan segera melayangkan belatinya menusuk tepat di pinggang Meliani, kejadiannya begitu cepat hanya bunyi kulit robek akibat tusukannya serta pekikan Meliani menghentikan kericuhan para wartawan.