[17] - Flashback

261 49 12
                                        

Almira berjalan turun dari kasur dengan tubuh telanjangnya, dia memungut pakaiannya yang berserakan di lantai sembari melirik pria yang tertidur tengkurap di kasur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Almira berjalan turun dari kasur dengan tubuh telanjangnya, dia memungut pakaiannya yang berserakan di lantai sembari melirik pria yang tertidur tengkurap di kasur. Setelah selesai mengenakan pakaiannya, Almira mengambil cek yang bertuliskan nominal cukup besar di atas nakas.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Almira berjalan keluar dari kamar hotel tersebut dengan masker dan kacamata hitam yang menutupi wajahnya, serta selendang yang menutupi kepalanya. Almira melangkahkan kakinya ke pintu keluar, berniat untuk memanggil taksi.

Beberapa saat kemudian, sebuah taksi berhenti tepat di hadapannya. Tanpa membuang waktu, Almira langsung masuk ke dalam taksi tersebut. Dia mengeluarkan ponselnya mendapatkan beberapa panggilan tidak terjawab dari Tirta, suaminya.

"Mau ke mana, Bu?" tanya supir taksi tersebut.

Almira mengangkat pandangannya tanpa melepas kacamata hitamnya, "Safe Place, Pak."

Supir tersebut mengangguk dan mulai menjalankan mobilnya, sedangkan Almira mencoba menghubungi kembali nomor suaminya. Pada dering ketiga, panggilan suaranya diangkat, terdengar suara bariton milik Tirta mendahuluinya berbicara.

"Kemana kau?"

"Aku sedang di jalan setelah menemui salah satu calon investor," ujar Almira berbohong tanpa ragu.

"Jangan pulang terlalu larut, kembali begitu selesai."

"Baik," balas Almira singkat, lalu panggilan mereka berdua terputus sepihak. Almira menghela napas panjang, setidaknya dia aman untuk mendatangi Safe Place tanpa sepengetahuan Tirta. Beberapa saat kemudian, taksi yang dia naiki berhenti tepat di depan Safe Place.

Almira membayar supir tersebut dan melangkah keluar dari taksi sembari melepas masker wajahnya, dia mendongak melihat bangunan tinggi di hadapannya. "Gila, ternyata aku bisa melihat bangunan yang lebih tinggi daripada milik Horm ...." gumam Almira tersenyum pahit, bahkan setelah melihat Safe Place di hadapannya, dia merasa kekuasaan Horm hanyalah sebagian kecil dari milik Perun sekarang.

Tentu saja Perun mengorek setiap keuntungan dari bangkrutnya Horm, termasuk popularitas dan kepercayaan pemerintah serta publik.

Almira melangkahkan kakinya masuk ke dalam Safe Place, dia mengedarkan matanya melihat-lihat isi bangunan besar ini dan ternyata jauh lebih besar serta nyaman, rasa hangat yang datang entah darimana memenuhi lobi bawah, Almira memutar kembali pandangannya ke arah meja resepsionis.

Tujuannya adalah menemui Rakri, bukan terpana dengan pemandangan.

Almira mendekati meja resepsionis tanpa berniat membuka kacamata hitamnya, "Permisi, saya ingin bertemu dengan anak saya, dia sudah kabur dari rumah sebulan lalu dan kemungkinan besar dia ada di sini."

"Boleh menunjukkan kartu identitas Anda, Bu? Biar kami membantu mencarinya," tanya resepsionis tersebut dengan sopan.

Almira menggeleng pelan, dia tidak boleh menunjukkan kartu identitasnya saat ini karena dia tidak tahu mata-mata milik suaminya ada di mana saja. "Saya lupa membawanya, nama anak saya cukup unik. Rakri ...." ujar Almira berbohong, resepsionis tersebut mematung, lalu menoleh mengode teman di sampingnya.

Who is He? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang