[Jika ada kesamaan nama tokoh, alur, dan lain-lain harap maklum. Bukan berarti cerita ini copy paste. Dilarang plagiat!]
⚠Warning : Sexual violence, physical abuse, suicide, gasligthing, abusive words, mature content, and something about sexual.⚠
R1...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Perasaan pertama kali yang hinggap setiap melihat binar cahaya dalam kedua mata ibunya bagaikan kupu-kupu yang indah menyebarkan serbuk sari bunga-bunga di sekitarnya hingga dapat berbunga begitu mekarnya.
Seperti itu yang Rakri rasakan saat dia dapat merasakan pikirannya sendiri.
Anak lelaki yang kecil tersenyum bahagia setiap sudut bibir ibunya naik ke atas membentuk senyuman, kebahagiaan ibunya adalah kebahagiaannya juga. Seperti sebuah tali yang terjerat bagaikan tali pusar ibu yang terhubung pada pusar sang anak, Rakri dapat merasakan setiap emosi Almira.
Meski tidak seerat hubungan batin dengan ibunya, Rakri dapat merasakan hal yang sama pada ayahnya.
Sosok figur ayah yang menjadi panutannya untuk tumbuh besar, gagah berani serta rupawan dengan seorang istri yang setia di sampingnya, itulah impian yang Rakri miliki. Dia ingin menjadi seperti ayahnya dan mendapatkan pasangan hidup seperti ibunya.
Mengesampingkan dirinya yang masih kanak-kanak, yang Rakri pikirkan hanyalah bagaimana cara membuat orang tuanya bahagia hingga keharmonisan keluarganya tetap bertahan seumur hidup.
"Ibu, Ibu, lihat! Aku menggambar keluarga kita!" seru Rakri kecil dengan bangganya memperlihatkan coretan berwarna pada kertas di tangannya pada Almira yang tengah membersihkan tanaman hias miliknya.
Almira menoleh, kedua netra coklatnya menatap coretan Rakri. Sudut bibirnya terangkat naik membentuk senyum lebar, "Astaga, anakku begitu hebatnya. Bisa kau jelaskan apa saja yang kau gambar?"
Rakri mengangguk cepat, dia menunjuk salah satu sosok pria yang bertubuh lebih besar daripada yang lainnya dengan girang. "Ini ayah! Lalu ayah memegang tangan Ibu dan Ibu memegang tanganku! Lalu ini rumah kita dan bunga kesukaan Ibu!" terang Rakri menjelaskan satu per satu coretannya dengan penuh semangat.
"Pintar sekali, kau memang pintar, Rakri ...." puji Almira tersenyum sembari membelai puncak kepala Rakri, anak lelaki itu tersenyum malu dengan mata menyipit senang mendengar pujian dari ibunya.
Hangat.
Tangan lembut dan halus yang membelai puncak kepalanya terasa hangat dan penuh kasih.
"Ibu, apa aku boleh menunjukkan hal ini pada ayah?" tanya Rakri ragu membuat Almira tersenyum tipis.
"Apa Rakri takut?" tanya Almira langsung dijawab dengan gelengan oleh Rakri.
"Tidak! Mana mungkin aku takut pada ayah! Ayah sangat keren!" jawab Rakri dengan binar penuh kekaguman terhadap ayahya sendiri.
"Sepertinya ada yang tengah membicarakanku ...." sahut suara berat di belakang mereka membuat mereka mengalihkan perhatian mereka, kedua mata Rakri membulat dengan binar cerah. Dia berlari membawa kertas di tangannya menghambur pelukan pada Tirta yang tengah berdiri tidak jauh dari mereka.
"Ayah!" panggil Rakri girang, Tirta merendahkan tubuhnya dan segera menyambut Rakri dengan pelukan dan memutarnya. Rakri tertawa bahagia, begitu juga dengan Almira.