[Jika ada kesamaan nama tokoh, alur, dan lain-lain harap maklum. Bukan berarti cerita ini copy paste. Dilarang plagiat!]
⚠Warning : Sexual violence, physical abuse, suicide, gasligthing, abusive words, mature content, and something about sexual.⚠
R1...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tiga hari berturut-turut Rakri mengurung dirinya hingga Sheyna menyuruh Rion menyeret pria itu untuk memakamkan tubuh Almira, sebab tubuh mayat tidak baik jika diawetkan terlalu lama. Sheyna mengingat jelas raut wajah tanpa ekspresi Rakri memandang tubuh ibunya, pria itu hanya berbicara beberapa patah kata.
"Bakar dia."
Kobaran api yang menyala dengan suhu panas yang menusuk, Rakri menangis berlutut untuk ke sekian kalinya memukul-mukul dadanya. Emosinya yang bercampur aduk menyaksikan api melahap tubuh Almira, begitu juga dengan Tirta yang dikawal menyaksikan proses pengabuan istrinya.
Pria itu menangis meraung memanggil nama Almira, tak segan dia memaki Rakri yang menjadi penyebab kematian istrinya. Sebab Tirta sangat mengenal istrinya, dia adalah wanita yang sangat mencintai anaknya lebih dari apapun.
Bahkan perselingkuhannya sekalipun dia lakukan untuk Rakri, rasa cinta Almira tidak pernah pudar sedikit pun. Hanya saja caranya mencintai anaknya yang berubah, obsesinya untuk meninggikan kedudukan anaknya membuatnya seperti itu.
Rakri mengurung diri sebulan penuh sejak Almira dikremasi, dia menolak bertemu siapa pun, kecuali Rion. Rion mengurusnya dengan baik, walau kehidupan pria itu menjadi berantakan. Memang tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kehilangan keluarga sendiri.
Terlebih lagi, Rakri kehilangan orang yang dia cintai.
Tok tok tok!
"Rakri, ini aku." ucap Sheyna mengetuk pintu kamar Rakri.
Pria itu tidak menjawabnya, Sheyna memutuskan untuk membuka pintu kamar Rakri. Bau alkohol yang menyeruak, netra coklatnya menangkap sosok Rakri yang duduk bersandar sembari melihat ke luar balkon dengan pandangan kosong.
"Rakri ...." panggil Sheyna, pria itu diam lalu dengan lambat dia menoleh ke arah Sheyna.
"Mau ikut aku keluar? Jalan-jalan menghirup udara segar, kau sudah seperti orang pecandu alkohol." tutur Sheyna mengibas-ibas tangannya mengusir bau alkohol, matanya menangkap beberapa botol alkohol yang berserakan di samping pria itu.
"Entahlah, kurasa di sini lebih baik ...." lirih Rakri kembali menoleh keluar balkon.
Di luar terlalu menyilaukan bagiku ....
Sheyna berdecak, dia menyejajarkan tingginya dengan Rakri. Kedua tangannya terulur menangkup wajah Rakri dan memutarnya agar menatap dirinya, Bersihkan dirimu, kita keluar. Kau harus menghirup udara segar, ini bukan permintaan tapi ini perintah."
Rakri tertegun, dia menatap dalam kedua mata Sheyna lalu mengangguk. Wanita itu tersenyum tipis dan beranjak pergi, "Aku menunggumu di luar, jangan lama."
Rakri menghela napas panjang, pikirannya teralihkan begitu dia merasakan tangan hangat Sheyna. Dia bangkit dari duduknya berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya, tak butuh waktu lama dia berjalan keluar dengan pakaian santainya.