[Jika ada kesamaan nama tokoh, alur, dan lain-lain harap maklum. Bukan berarti cerita ini copy paste. Dilarang plagiat!]
⚠Warning : Sexual violence, physical abuse, suicide, gasligthing, abusive words, mature content, and something about sexual.⚠
R1...
⚠️Warning : Part ini mengandung unsur dewasa seperti kata-kata vulgar, kelainan seksual, seks, kekerasan; sadis dan lain-lainnya⛔
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rakri berjalan keluar dari Safe Place, dia memanggil mobil taksi yang berlalu lalang dan masuk. Rakri memberikan kertas di tangannya pada sopir taksi dan duduk menyandarkan punggungnya, "Tolong ke tempat yang tertulis di kertas itu ...."
Sopir taksi tersebut mengangguk dan mulai menjalankan mobilnya. Rakri menoleh melihat pantulan dirinya dari kaca mobil, rambut yang berantakan dengan kata sembab, wajah yang menyedihkan yang pernah dia lihat.
Fokus matanya terpusat pada pemandangan di luar mobil, dia melihat setiap bangunan dengan cahaya lampu yang menyala dengan terang dan indah. Pemandangan yang dulunya tidak dia sangka akan dia lihat setelah berhasil keluar dari bawah tanah, kini terlihat biasa saja di matanya.
"Apa setidaknya aku bisa jadi cahaya lampu itu? Tidak menyilaukan, setidaknya menerangi kegelapan ini ...." gumam Rakri pada dirinya sendiri.
WiH?
"Ibu, Ibu sangat cantik seperti bulan! Bulan sangat indah, tapi Ibu jauh lebih indah!" puji Rakri berbaring di tempat tidurnya.
Almira tersenyum sembari menarik selimut hingga menutupi dadanya, "Terima kasih, anakku. Jika Ibu adalah bulan, maka kau adalah matahari. Kau akan menjadi matahari yang begitu menyilaukan seluruh dunia, Matahari Ibu."
"Aku jadi matahari? Bukankah itu menyakitkan? Lebih baik jadi bintang! Agar bisa terus bersama Ibu!"
"Tidak, Sayang. Kau adalah matahari, karena kau terlahir seperti itu." ucap Almira tersenyum tipis mengecup dahi mungil Rakri kecil dengan lembut.
Mungkin kala itu perubahan yang tidak disadari Rakri terjadi.
WiH?
Rakri berkedip memandang bangunan besar yang dia kunjungi, "Ibu, dunia yang dikuasai oleh bulan itu menyeramkan, dingin dan sangat kejam. Karena itu orang harus berhati-hati dengan bulan. Kalau tidak, bulan akan melahap mereka."
"Seperti ibu yang melahapku ...." lirih Rakri menatap kosongan bangunan besar di luar.
Begitu mobil taksi berhenti, dia segera membayarnya dan keluar. Hembusan angin dingin yang menusuk kulitnya, sinar rembulan yang begitu terang di tengah langit malam, hampir membuat Rakri menyipitkan matanya.
"Tetap saja ... bulan itu sangat indah," ucap Rakri tersenyum sendu dengan airmata yang mengalir di pipinya.
WiH?
"
Pria itu benar-benar!" Sheyna menggertakkan giginya penuh amarah, dia mematikan panggilan telepon sepihak dan segera berlari meninggalkan sekretarisnya yang dilanda kebingungan. Sheyna berlari menyusuri tempat parkir mencari mobilnya, tanpa menunggu lama dia masuk ke dalam mobilnya dan menancap gas keluar dari area Safe Place.