[Jika ada kesamaan nama tokoh, alur, dan lain-lain harap maklum. Bukan berarti cerita ini copy paste. Dilarang plagiat!]
⚠Warning : Sexual violence, physical abuse, suicide, gasligthing, abusive words, mature content, and something about sexual.⚠
R1...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rakri memakai jas hitam yang tersedia sebagai pembuka harinya, dia merapikan pakaiannya sembari memandang dirinya di cermin. Setelah selesai, Rakri berjalan keluar dari kamarnya. Rion tengah menunggunya dengan tenang di ruang tamu, lalu keduanya berjalan keluar.
Sepanjang perjalanan, Rakri hanya diam memandang keluar jendela mobil. Rion melirik sekilas ke arahnya, lalu kembali fokus mengemudi. Dia melajukan kecepatan mobil hingga mereka sampai di lingkungan balai sidang.
Rion keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk Rakri, lalu keduanya berjalan menaiki anak tangga. Jantung Rakri berdetak begitu kencang, setiap langkah yang dia tempuh terasa jauh lebih berat dari sebelumnya hingga netra coklatnya menangkap punggung Sheyna yang berdiri di depan pintu masuk balai sidang.
Sheyna menoleh mengikuti arah pandang sekretarisnya dan Chandra, matanya berkedip melihat setelan Rakri yang lebih rapi dari biasanya. Tentu saja karena dia memerintah seperti itu, setelah semuanya berkumpul mereka masuk bersama ke dalam balai sidang.
Mereka berjalan berdampingan hingga menjadi pusat perhatian, lalu mereka memasuki ruang sidang yang sudah ditentukan. Mereka duduk di sisi kanan kursi sembari menunggu persiapan sidang selesai, Rakri mengepalkan tangannya gugup.
"Lakukan seperti biasa, Rakri. Sesuai yang diberitahu Chandra," bisik Sheyna memandang lurus ke depan, ekor matanya melihat dengan jelas pergerakan Rakri.
"Aku tahu," jawab Rakri menajamkan pandangannya.
Jaksa memasuki ruangan, diikuti oleh tersangka, Almira, dengan pengacaranya lalu terakhir para hakim. Ruangan menjadi sunyi begitu para hakim mendudukkan tubuh mereka di kursi kebesaran, "Persidangan tersangka Almira Atin Ness sebagai pelaku utama akan dibuka."
Tak! Tak! Tak!
Keheningan dan ketegangan menyelimuti ruang persidangan, sedangkan Rakri tenggelam dalam pikirannya dengan pandangan yang fokus memperhatikan ibunya. Jaksa dan pengacara saling beradu dengan sengit, ditambah dengan kemarahan Almira di tengah-tengah persidangan hingga akhirnya bagian Rakri tiba.
"Saya ingin memanggil korban sebagai saksi, Yang Mulia." mohon jaksa menunduk hormat.
Kedua mata Almira langsung melebar, dia menoleh ke arah kursi penonton dimana matanya menangkap sosok Rakri yang duduk dengan tenang. Rahang Almira mengeras seiring persetujuan hakim terdengar, Almira tidak melepaskan pandangannya dari Rakri sedetik pun.
Begitu permohonan disetujui, Rakri mengeratkan kepalan tangannya dan beranjak dari duduknya. Telinganya berdengung sesaat selama dia berjalan menuju kursi korban, Rakri menatap sekilas ibunya yang duduk di kursi tersangka sebelum akhirnya dia duduk.
"Korban, bisakah Anda menjelaskan detail pengurungan dan pelecehan yang Anda terima selama ini?" tanya jaksa memandang Rakri dengan serius, Rakri mengangguk singkat.