[Jika ada kesamaan nama tokoh, alur, dan lain-lain harap maklum. Bukan berarti cerita ini copy paste. Dilarang plagiat!]
⚠️Warning : Sexual violence, physical abuse, suicide, gasligthing, abusive words, mature content, and something about sexual.⚠️
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sayang, aku yakin Rakri ada di Safe Place." lapor Almira sembari melepas jas milik Tirta dan menggantungnya di lengannya.
Tirta menaikkan sebelah alisnya sembari menurunkan pandangannya dengan dingin, "Apa maksudmu? Jangan bilang kau menyelinap masuk ke sana?"
"Tidak, aku tidak seperti itu tapi dia tidak ada tempat lari selain tempat itu, aku yakin itu. Aku memang sempat datang ke sana, namun mereka tidak membagikan sedikit pun informasi. Bisa dibilang keamanan mereka sangat ketat." terang Almira perlahan-lahan membuat Tirta menggertakkan giginya menahan amarahnya.
"Bukankah aku sudah bilang jangan ke sana? Apa kau berniat melanggar perintahku untuk ke sekian kalinya? Aku menyuruhmu menyeret anak sial itu, sekalipun kau harus membongkar tempat itu."
"Jangan panggil anakku seperti itu, Tirta." potong Almira menatap tajam ke arah suaminya.
Keduanya saling melemparkan tatapan tajam tanpa ada yang berniat mengalah, Tirta mencengkram kedua bahu istrinya, "Apa kau tidak tahu? Mereka mengawasi kita selama ini."
Almira menaikkan sebelah alisnya bingung, "Apa maksudmu? Tidak mungkin, apa kau berusaha menemui mereka? Kau gila??"
"Awalnya kupikir Horm benar-benar jatuh, tapi Perun melewatkan satu hal. Kekuasaan Horm itu tidak bisa dianggap sepele, sekuat apapun kekuaasaan Perun saat ini, tidak menutup kemungkinan bahwa Horm masih ada di antara permukaan masyarakat. Cepat atau lambat, Horm akan melakukan pembalasan dendam."
"Itu tidak mungkin, Perun sudah memblokir semuanya termasuk setiap perusahaan yang berhubungan dengan Horm. Beruntung saja perusahaan kita tidak termasuk di dalamnya, jika saja perusahaan kita diketahui pernah berhubungan dengan Horm, semua usaha kita berakhir sia-sia!" bantah Almira tidak mempercayai Tirta.
"Apa kau tidak ingat? Alasan kenapa beberapa perusahaan, termasuk perusahaan kita lolos dari Perun?"
Almira terdiam, jelas sekali dia ingat hingga sekarang. Karena itu juga menjadi salah satu alasan kenapa dia begitu khawatir dengan aksi kaburnya Rakri yang dapat menghancurkan semua impian keluarga mereka.
"Bagaimana pun juga, itu mustahil. Pergerakan mereka terbatas dalam penjara, baik Fernando ataupun Adelya." bantah Almira menggelengkan kepalanya pelan.
"Apa kau lupa dengan istrinya?"
Almira menaikkan pandangannya dengan dahi berkerut, "Itu lebih mustahil, sebab dia sudah hilang akal dan dikurung di rumah sakit jiwa terpencil!"
"Siapa yang tahu? Orang ketiga yang memegang kekuasaan di Horm, Della Meriani. Kita bahkan tidak tahu kabarnya karena tidak dapat menemukan lokasi rumah sakitnya, jelas Perun mengurungnya. Tapi bukan berarti dia diam saja melihat suami dan anaknya di penjara, terlebih lagi seumur hidup."
Almira terdiam, setelah putusan hakim mengenai hukuman para pelaku kejahatan tersebut, Della, istri dari Fernando hanya dikabarkan mengalami gangguan jiwa akibat terpukul dengan kenyataan akan terpisah dari suami dan anak tercintanya dan dibawa ke rumah sakit jiwa kecil, tanpa disebutkan namanya.