[51] - Tragedi

62 8 9
                                    

"Apa?" beo Almira dan Tirta bersamaan menatap dokter di hadapan mereka dengan tatapan tidak percaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa?" beo Almira dan Tirta bersamaan menatap dokter di hadapan mereka dengan tatapan tidak percaya.

Dokter tersebut tersenyum sembari mengangguk, "Ya, selamat atas kedatangan putra kalian."

Almira dan Tirta saling memandang dengan syok, lalu sudut bibir mereka terangkat naik membentuk senyuman. "Sayang! Kau dengar? Ini putra!" seru Almira bahagia sembari mengelus perutnya yang membuncit.

"Ya, aku dengar. Dokter bilang itu putra, kita akan punya putra." jawab Tirta tersenyum lebar mengelus puncak kepala Almira. Keduanya keluar dari ruangan dokter kandungan dengan perasaan bahagia, Tirta menuntun Almira dengan hati-hati masuk ke dalam mobil.

"Kalau begitu malam ini kita belanja perlengkapan bayi kita, bagaimana?" tanya Tirta sembari fokus mengendarai mobil.

Tentu saja ini berita menyenangkan bagi mereka, sejak pernikahan beberapa tahun akhirnya mereka dikaruniai seorang anak, terlebih lagi anak itu adalah seorang lelaki. Tiada kebahagiaan yang lebih membahagiakan bagi mereka saat mengetahui kabar ini.

"Sayang, bukankah kau terlalu terburu-buru?" gurau Almira tertawa sembari mengelus halus perutnya yang membuncit.

"Aku tidak bisa menahannya, aku tidak sabar dengan kedatangannya bersama kita ...." balas Tirta sembari mengelus perut Almira, satu tangannya fokus memegang stir kemudi. Mereka melakukan perjalanan pulang menuju rumah.

Keduanya sampai di rumah, Tirta membantunya untuk masuk ke dalam rumah. Keduanya duduk di sofa dengan penuh perhatian pria itu meletakkan bantal di belakang pinggang Almira agar dia merasa nyaman untuk duduk.

"Harus kita panggil apa dia? Haruskah aku mencari daftar nama yang bagus untuknya?" tanya Tirta penuh semangat membuat Almira tertawa untuk ke sekian kalinya, dia memandang hangat ke arah suaminya yang mengelus perut buncitnya dengan penuh kasih sayang.

"Apa boleh aku yang memberikannya nama?" tanya Almira dengan hati-hati.

"Tentu saja, memangnya nama seperti apa ingin kau berikan?" tanya Tirta mendongak penasaran.

"Rakh ... tidak, Rakri ...." ucap Almira tersenyum hangat sembari membelai perutnya.

"Rakri? Agak aneh, tapi kurasa cocok untuknya. Apa artinya?" tanya Tirta masih penasaran dengan istrinya yang tiba-tiba ingin menamai anak mereka sendiri.

"Aku akan memberitahumu nanti, saat dia sudah lahir." jawab Almira tersenyum tipis.

Tirta mengangguk paham, dia mengecup dahi Almira dengan penuh kasih dengan tangan yang membelai perut istrinya, "Aku jadi tidak sabar dengan kelahirannya ...."

Hangat, itulah suasana kehidupan sehari-hari mereka setelah kedatangan Rakri dan tumbuh besar dalam perut Almira. Tak pernah terlewatkan Almira mengucapkan kata cinta, membacakannya dongeng atau kisah menarik, mengelus perutnya seolah tengah mengelus anaknya.

Who is He? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang