Chapter 1 - Di Usir Dari Kontrakan

1K 11 1
                                    

Istriku digilir banyak laki-laki di saat aku pergi bekerja!!
________________

Jakarta 2010

Brak!

"Enyah kalian dari rumah saya!"

"Tolong kasih saya kesempatan lagi, Bu! Paling tidak tunggu suami saya pulang dulu ..."

"Alaaa ... ngapain mesti nunggu suami kamu yang kere itu? Paling juga si Bagas mau minta tempo lagi! Nggak sudi saya!"

Laras menangis sambil duduk di teras rumah kontrakan yang sudah ia tempati bersama suaminya selama lima bulan. Perempuan pemilik kontrakan marah besar karena mereka menunggak lagi.

Mau bagaimana lagi?

Laras tidak punya uang simpanan sepeser pun. Sementara suaminya, Bagas belum dapat kerjaan sejak mereka meninggalkan Solo.

Laras tidak menyalahkan sikap kasar pemilik rumah kontrakan yang mengusirnya. Wajar saja dia marah, karena mereka belum membayar hingga dua bulan terakhir.

Adzan Magrib terdengar berkumandang dari toa mesjid.

Bagas baru saja tiba di pelataran rumah. Dia terkejut setengah mati melihat istrinya yang sedang menangis. Juga pemilik rumah kontrakan yang sedang melempar semua barang-barang mereka dari ambang pintu.

Segera laki-laki itu menepikan motor bututnya. Bergegas langkah panjang Bagas menghampiri Laras.

"Mas Bagas," lirih istrinya. Dengan mata basah Laras melihat suaminya datang.

Bagas menatap sendu wajah Laras. Sang istri masih terisak-isak. Lantas ia menoleh ke arah perempuan bertubuh gemuk yang sedang memasang wajah sinis melihatnya.

"Bu, tolong jangan usir kami. Insyaallah besok saya akan membayar uang kontrakan," kata Bagas tidak yakin.

Bu Rina, pemilik rumah kontrakan tersenyum miring mendengarnya. "Besok kata mu? Emang besok kamu punya duit mau bayar? Minggu lalu juga kamu bilang besok mau bayar, tapi apa? Tai kucing!"

Bagas tertunduk lesu mendengar penuturan Bu Rina.

Benar, dia tidak tahu apa besok bisa dapat uang buat bayar kontrakan atau tidak. Seharian ini saja dia belum dapat kerjaan. Meski sudah kesana-kemari mencarinya.

Melihat Bagas yang kebingungan, Bu Rina berdecak jengah. "Kalian ini bikin saya pusing saja! Lebih baik cepat enyah dari hadapan saya! Rumah ini udah ada yang mau tempati!" katanya lantas pergi.

Melihat hal itu, Laras putus asa. Sementara Bagas segera menyusul langkah Bu Rina.

"Bu, saya mohon ... tolong kasih kamu tempo sampai Minggu depan. Saya janji akan bayar. Tapi tolong jangan usir kami sekarang. Saya bingung mau kemana malam-malam begini," lirih Bagas dengan muka memelas.

Bu Rina menatap bosan. "Tadi kamu bilang besok, sekarang Minggu depan. Saya tahu sebenarnya kamu memang nggak mampu bayar! Jadi, sudahlah! Saya muak dengarnya."

Bagas terdiam sejenak. Dia berpikir keras sampai jemarinya gemetaran. Dia bingung harus pergi kemana kalau mereka benar-benar di usir dari kontrakan.

Sejak menikahi Laras enam bulan yang lalu, orang tuanya tak sudi lagi menerimanya di rumah besar mereka. Bahkan, Bagas dilarang kembali ke kota asalnya, Solo.

"Bu, saya mungkin tidak punya apa-apa buat dijadikan jaminan, tapi saya bersedia menjadi pelayan Bu Rina, kalau saya tidak bisa bayar Minggu depan."

Mendengar penuturan Bagas, Bu Rina cukup terkejut. Dia menoleh langsung ke arah laki-laki muda yang berdiri di sampingnya.

OPEN BO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang