Chapter 20 - Klien Kelas Kakap

359 4 0
                                    

Pagi yang dingin di penghujung musim panas. Bagas dan Laras tampak keluar dari sebuah mobil taksi yang menepi di daerah Kuningan.

"Jadi ini rumahnya, Mas?" Laras menoleh ke arah laki-laki yang berdiri di sampingnya.

Bagas mengangguk sambil tersenyum. "Rumahnya lumayan besar dan kelihatan apik. Terlebih, rumah ini cukup dekat dengan tempat Mas kerja," jawabnya.

Laras tersenyum tipis. Ia segera menyusul saat Bagas melangkah menuju teras rumah di depan mereka.

Laras pikir mereka bisa pindah ke sebuah unit apartemen. Karena sebenarnya ia punya uang yang cukup untuk membeli satu unit hunian yang nyaman itu.

Namun, dia tidak mungkin mengatakannya pada Bagas. Laras takut suaminya akan curiga tentang uang itu. Akhirnya ia menurut saja saat Bagas mengajaknya ke rumah kontrakan ini.

Rumah itu tidak lebih kecil dari rumah kontrakan sebelumnya. Namun lokasinya agak jauh ke jalan besar dan tidak ada tetangga di sekitar.

Melihat kondisinya, sepertinya rumah itu sudah lama dikosongkan.

"Selamat datang Mas Bagas dan Dek Laras!"

Dewi, perempuan 30 tahun pemilik rumah kontrakan itu menyambut kedatangan mereka dengan tersenyum hangat.

Laras cuma tersenyum tipis menanggapi. Ia sedang asyik  melihat-lihat ke sekitar rumah. Sedang Bagas mulai berbincang dengan si pemilik rumah kontrakan.

"Ada satu kamar mandi, dapur, ruang tamu dan dua kamar tidur. Kalo perlu apa-apa lagi tinggal telepon saya saja! Rumah saya di Komplek Melati. Tidak jauh dari sini, kok!"

Dewi bicara panjang lebar. Bagas cuma manggut-manggut. Kemudian ia menoleh ke arah Laras. Sang istri tampaknya menyukai rumah baru mereka. Bagas tersenyum dalam rasa syukur.

"Mbak Dewi, bisakah rumah ini saya beli? Saya tidak mau ngontrak. Saya juga pingin melakukan beberapa renovasi."

Dewi terkejut.

Laras menemuinya setelah Bagas pergi bekerja. Katanya perempuan itu mau membeli rumahnya?

"Loh kenapa begitu, Dek Laras? Saya tidak ingin menjual rumah ini, tapi kalian boleh tinggal sampai kapan saja, kok!" kata Dewi.

Laras menggeleng. "Saya sudah jatuh cinta sama rumah ini, Mbak! Jadi, boleh ya kalau saya mau membelinya?"

Dewi menatap Laras tidak yakin. Ia lantas terdiam sambil berpikir.

"Duh, gimana ya?" ucapnya tampak kebingungan.

Laras tersenyum lalu berkata, "Gimana kalau saya beli rumah ini seharga 200 juta?"

Mendengar uang yang begitu banyak, Dewi terbelalak kaget. Laras cuma tersenyum tipis melihatnya.

Uang yang diberikan oleh Aldi tempo hari masih tersisa banyak. Laras kebingungan untuk menggunakan uang itu. Terlebih dia takut Bagas akan curiga nantinya.

Maka muncullah ide di kepalanya untuk membeli rumah Dewi. Dengan begitu mereka tidak perlu membayar kontrakan dan Bagas tidak akan curiga.

"Mbak Dewi jangan ngomong sama Mas Bagas kalau saya sudah membeli rumah ini, ya? Saya ingin kasih dia kejutan," kata Laras setelah transaksi pembayaran selesai.

Dewi mengangguk. "Beres, Dek Laras!"

Perempuan itu segera pergi setelah menyerahkan semua dokumen rumah pada Laras.

Dewi harus segera pergi ke bank untuk mencairkan uang yang Laras transfer ke nomor rekeningnya.

"Maafkan aku, Mas Bagas. Aku harus berbohong sama kamu."

OPEN BO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang