Rumah Sakit Handoko Hospital pukul sepuluh pagi.
Aktivitas berjalan seperti biasa. Para petugas rumah sakit tampak sibuk dengan rutinitas masing-masing. Juga lalu lalang orang-orang di sekitar, tidak terlihat ada yang janggal di sini.
Di sebuah ruang tamu VIP intensif, Bagas terbaring lemas dengan beragam alat medis yang mengelilingi ranjang pasien di mana ia berada.
Suara monitor Elektrokardiogram terdengar di seluruh ruangan. Juga tetesan air infus, Bagas berusaha membuka matanya.
"Dokter, Pasien sudah sadar!"
Dokter Teo segera berlari memasuki ruang rawat VIP setelah mendengar teriakan seorang perawat.
Bagas menatap semua orang yang datang dengan manik hitam yang tampak lemas.
"Nadinya sudah stabil. Cepat beritahu walinya!" perintah Dokter Teo setelah memeriksa kondisi Bagas.
Perawat segera pergi untuk menjalankan perintah. Tak lama kemudian Pak Handoko dan Purwanti pun tiba di ruang rawat Bagas.
"Bagas, kamu sudah sadar, Nak?" Purwanti tersenyum haru menanggapi tatapan Bagas.
Dia sangat lega dan bersyukur karena putranya sudah siuman. Sedang Pak Handoko hanya berdiri di belakang Purwanti. Sama seperti istrinya, dia pun sangat bersyukur karena Bagas sudah melewati masa kritisnya.
Mata Bagas memindai ke sekelilingnya. Dia tidak melihat Laras di mana-mana.
"Bu, di mana Laras?"
Purwanti terkejut mendengar ucapan Bagas. Dia menanyakan istrinya. Bagaimana ini? Mata Purwanti segera melirik ke arah lelaki yang sedang berdiri di sampingnya.
Pak Handoko segera maju ke hadapan Bagas. "Laras akan segera datang. Kamu jangan banyak pikiran dulu," ucapnya.
Bagas terdiam.
"Bagas tidak tahu kalo dia dinyatakan mati di Kalimantan. Saya tidak mau perempuan itu sampai datang ke sini."
"Pak Handoko tidak perlu kuatir. Saya sudah mengurus semuanya."
Pak Handoko manggut-manggut mendengar ucapan Triatno. Mereka sedang bicara di suatu private room yang berada di lantai sepuluh rumah sakit.
"Pak Handoko, sebenarnya ada hal lain yang belum saya sampaikan kepada Bapak." Triatno bicara lagi. Wajahnya terlihat serius.
Pak Handoko yang sedang menghadap ke jendela besar di ruangan itu, segera memutar ke arah lelaki kurus di belakangnya.
"Tentang apa?"
Triatno tidak buru-buru menjawab. Dia terlihat ragu dan kebingungan. Melihat gelagat ajudannya itu, Pak Handoko menyipit heran.
"Begini, Pak."
Triatno segera maju ke depan lelaki paruh baya yang sedang berdiri di hadapannya. Dengan ragu dan sopan, ia menyodorkan ponselnya ke depan Pak Handoko. Lelaki itu memicingkan mata keheranan.
Layar ponsel Triatno menampilkan sebuah situs yang dipenuhi banyak foto perempuan.
Pak Handoko sangat terkejut melihat satu satu foto yang terpampang di dalam laman situs tersebut.
"Laras?"
Triatno cuma mengangguk saat mata bulat Pak Handoko menatapnya dengan wajah merah padam.
"Hubungi si Laras! Suruh dia balik ke Jakarta!" Frans sedang marah-marah pada Jarwo di ruangannya.
Laras pergi ke Kalimantan, itu kabar yang dia dengar dari Irene.
Sialan!
Perempuan itu malah pergi seenaknya saja! Sementara para klien sudah mengantri ingin melakukan transaksi dengan Laras.
KAMU SEDANG MEMBACA
OPEN BO
Random| khusus dewasa | Laras dijebak oleh lelaki biadab bernama Frans sehingga dia berakhir menjadi seorang wanita panggilan. Dia merahasiakan semua itu dari suaminya, Bagas. Sementara Bagas, laki-laki itu rela meninggalkan rumah orang tuanya demi menika...