Hari itu Matahari amat terik. Di bawah cuaca yang panas Bagas dan para buruh lainnya sedang sibuk bekerja.
"Jadi, kamu mau ikut tim yang lagi bangun gedung di Kalimantan?"
Bagas mengangguk menanggapi pertanyaan Basuki. Mereka sedang duduk di warung pada jam makan siang.
Fandi mengatakan padanya jika upah yang didapat akan lebih besar jika dia mau ikut dengan tim yang sedang bangun gedung di luar kota itu.
Selama ini ada banyak hal yang terjadi. Bagas mengira Laras sudah capek bekerja sebagai buruh cuci dan gosok demi menunjang perekonomian.
Mungkin kalau dia mengambil tawaran dari Fandi, maka dia akan dapat upah yang lebih besar. Dengan begitu Laras tidak usah capek-capek bekerja lagi.
Basuki geleng-geleng usai menghembuskan asap rokoknya ke udara. "Susah betul cari duit di Jakarta. Belum lagi anakku sudah harus bersekolah tahun ini. Sementara istriku juga sudah lelah berjualan nasi uduk. Sudah sepi pelanggan!"
Bagas menoleh mendengar ucapan Basuki. Dia lantas menepuk bahu rekannya itu sambil tersenyum pahit.
"Asalkan tubuh kita tetap sehat, maka uang bisa untuk dicari," ujarnya.
Basuki mengangguk. "Sepertinya tahun ini aku nggak bisa pulang kampung lagi. Ongkos untuk pulang ke Bromo sangat mahal. Terlebih aku malu dengan teman-teman sebayaku di kampung. Mereka susah pada sukses!"
Bagas cuma geleng-geleng. Dia tidak punya solusi untuk masalah Basuki. Dihela nafas dalam-dalam olehnya seraya membuang pandangan ke lain arah.
Dilihatnya dari arah pintu gerbang sebuah mobil yang memasuki area kontruksi.
"Pak Wirya!"
Bagas dibuat terkejut saat dua orang mandor segera berlarian menyambut seorang lelaki yang baru saja keluar dari mobilnya.
Basuki melirik ke arah Bagas. Dilihatnya lelaki itu yang tampak sedang memperhatikan orang-orang di seberang sana.
"Itu Pak Wirya Wicaksana, bapaknya Pak Pandi!" ujar Basuki.
Bagas menoleh ke arah rekannya itu lalu kembali memandangi tiga orang lelaki berpakaian formal yang sedang menuju kantor.
"Pak Wirya itu pengusaha batu bara dan pertambangan. Mungkin dia datang untuk bertemu dengan Pak Fandi!" ujar Basuki saat dia dan Bagas berjalan menuju para buruh lainnya.
Jam istirahat sudah habis. Mereka harus kembali bekerja. Bagas cuma manggut-manggut mendengar keterangan Basuki.
Bagas bukan seorang yang suka ingin tahu urusan orang lain. Namun melihat wajah ayahnya Fandi tadi, dia merasa seperti tidak asing.
Bagas seperti pernah melihat laki-laki itu. Entah di mana. Mungkin hanya wajah mereka yang familiar saja.
"Pak Fandi ada di dalam. Silakan masuk, Pak!"
Dua orang security mengantar Pak Wirya ke ruang kerja Fandi. Laki-laki itu cuma mengangguk saat para security pamit pergi.
Fandi yang tahu ayahnya datang terlihat tidak begitu senang. Sepertinya sang ayah sudah tahu tentang surat perjanjian pra nikah yang sudah Elsa layangkan.
"Kalo Papa ke sini mau bahas tentang Elsa, aku nggak mau dengar."
Pak Wirya menaikan sudut bibirnya mendengar sambutan dari sang putra. Terdengar begitu dingin dan tidak ada sopan-sopan nya.
"Fandi, Papa ke sini bukan untuk membahas Elsa. Tetapi ada hal lain yang harus kita bicarakan," ucap Pak Wirya. Matanya menatap ke arah punggung laki-laki yang sedang berdiri di tepi pagar balkon.
KAMU SEDANG MEMBACA
OPEN BO
Random| khusus dewasa | Laras dijebak oleh lelaki biadab bernama Frans sehingga dia berakhir menjadi seorang wanita panggilan. Dia merahasiakan semua itu dari suaminya, Bagas. Sementara Bagas, laki-laki itu rela meninggalkan rumah orang tuanya demi menika...