Chapter 59. Rencana Pak Handoko

116 5 1
                                    

"Aku tahu kamu tidak pernah sudi kalau aku yang merawat kamu. Aku minta maaf karena sudah memaksakan diri."

Bagas menarik nafas dalam-dalam mendengar ucapan Elsa. Matanya melirik ke arah perempuan yang sedang duduk pada sofa di seberang ranjangnya.

Sambil mengupas buah apel, mata Elsa menangkap pandangan Bagas. Ia tersenyum manis.

"Aku akan kembali ke Jakarta sore ini. Kamu juga udah baikan. Mungkin besok kamu juga sudah dibolehkan pulang." Elsa bicara lagi. Tangannya sibuk menata potongan buah apel di tengah piring.

Bagas masih bergeming. Hanya matanya yang bergerak mengikuti langkah anggun Elsa. Perempuan itu itu tersenyum lalu meletakkan sepiring buah apel pada meja di samping ranjang pasien.

"Aku seneng lihat kamu udah sehat," ucapnya lalu mendaratkan bokongnya di tepi ranjang.

Bagas masih terdiam sambil memperhatikan Elsa.

"Kamu pasti sangat kangen sama istri kamu, ya?" Elsa bicara lagi. Tangannya meraih satu potong apel lalu menyuapi Bagas.

Laki-laki itu masih menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

Elsa cuma tersenyum melihatnya. "Kamu harus sehat. Aku akan bawa kamu ke Jakarta. Kita cari Laras sama-sama, ya?"

Kali ini Bagas dibuat tertegun mendengarnya. Dia lantas segera mengangguk.

Dari ambang pintu, Purwanti tersenyum haru melihatnya.

'Saya tidak mau menikahi Bagas kalau dia masih mencintai istrinya. Saya tidak mau menghancurkan pernikahan Bagas.'

'Tapi Bagas akan segera bercerai dengan perempuan itu!'

'Dan Bagas tidak tahu kalo dia akan bercerai! Saya tidak mau, Pak. Tolong jangan membuat Bagas hancur. Biarkan dia bahagia bersama istrinya.'

Purwanti teringat dengan perbincangan Elsa dengan Pak Handoko kemarin.

Pak Handoko meminta Elsa untuk setuju menikah dengan Bagas setelah surat perceraian diserahkan ke pengadilan agama.

Sayangnya Elsa menolak. Sekarang Pak Handoko pergi ke luar kota. Katanya untuk urusan bisnis. Mungkin dia kecewa dengan keputusan Elsa.

***

Sedan hitam yang dikemudikan oleh Fandi menepi di pelataran rumah Bagas. Akhirnya mereka sampai. Ekor matanya melirik ke arah perempuan yang duduk di sampingnya.

"Mas Fandi langsung pulang saja. Aku juga capek, mau istirahat."

Dengan acuh Laras bicara seperti itu. Dia mencoba menutup harapan Fandi untuk bisa mampir di rumahnya. Namun, Fandi tidak mudah untuk menyerah begitu saja.

"Aku lagi nggak ada kerjaan di kantor. Kamu juga baru pulang dari rumah sakit. Aku mau temani kamu di sini, Laras."

Perempuan itu tercengang mendengarnya.

Fandi hanya tersenyum dan segera mendorong pintu keluar.

"Ayo aku antar kamu masuk rumah," ujarnya setelah membuka pintu mobil untuk Laras.

Perempuan itu hanya terdiam. Dengan wajah murung Laras segera keluar dari mobil. Fandi mengawal langkahnya menuju teras.

"Apa ada yang kamu butuhkan? Biar aku minta asisten buat belikan. Atau kamu sedang ingin makan sesuatu?"

Fandi bertanya banyak saat dia mengantar Laras masuk ke kamarnya. Ini kesempatan yang baik baginya untuk mendekati prempuan itu.

Terlebih Bagas tidak ada di sini. Dan menurut mata-matanya, laki-laki itu tidak akan kembali ke Jakarta lagi. Itu bagus bukan?

OPEN BO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang