Hari mulai pagi. Suara kumandang adzan Subuh menyambangi telinga Bagas. Laki-laki itu terjaga dari tidurnya. Dilihatnya kasur di samping yang masih kosong. Apa Laras tidak pulang?
Bergegas ia bangkit. Sambil duduk di tepi ranjang, Bagas mengusap wajahnya lalu menggeleng. Kemana Laras pergi sampai belum pulang pagi ini?
Lagi dan lagi, cuma pertanyaan itu yang terus bersarang di kepalanya. Semalam ia sempat mencari Laras. Namun, karena sudah larut malam Bagas tidak bisa meneruskan pencarian. Apa Laras pergi mengunjungi panti?
Ah, tidak mungkin!
Jikalau istrinya pergi ke suatu tempat, pasti Laras akan berpamitan dan meminta izin padanya lebih dulu. Sedangkan ini tidak. Bagas khawatir jika istrinya kenapa-napa.
Sedang kebingungan Bagas, tiba-tiba saja tercium aroma lezat masakan daria arah dapur. Bagas terkesiap.
"Laras?"
Bergegas laki-laki itu beringsut dari ranjang, lantas berjalan cepat menuju dapur. Dilihatnya punggung seorang perempuan yang sedang berdiri menghadap meja makan.
Bagas tersenyum lega. Ia segera menghampiri Laras.
"Mas Bagas sudah bangun? Aku sedang menyiapkan sarapan buat Mas. Sebaiknya Mas ambil air wudhu dulu. Selepas shalat Subuh kita sarapan bareng."
Bagas tersenyum. Dia tidak berkata apa pun. Laras dibuat terkejut saat laki-laki itu langsung memeluknya.
"Mas takut sekali kamu kenapa-napa! Kenapa pergi tidak kasih tahu Mas dulu?" lirih Bagas.
Laras tersenyum pahit. "Aku minta maaf, Mas. Kemarin aku ketemu sama teman lamaku. Dia mengajak aku kerja sebagai buruh cuci gosok di perumahan yang tidak jauh dari sini."
Bagas mengangguk. Dia percaya saja dengan ucapan istrinya. Lantas dilepaskan pelukan itu dari Laras. Dipandanginya dalam-dalam wajah istrinya.
"Mas cuma takut sesuatu yang buruk menimpa kamu, Laras. Mas lega kamu udah pulang."
Laras tersenyum. "Yaudah, ayo kita shalat Subuh dulu, Mas."
Bagas cuma mengangguk sambil tersenyum. Selanjutnya ia menggiring Laras menuju teras belakang rumah di mana mereka akan mengambil air wudhu.
Laras hanya terdiam sambil berdiri memandangi Bagas yang sedang berwudhu. Ia merasa sudah berdosa sekali karena telah membohongi suaminya tersebut.
Dipejamkan mata basah itu oleh Laras. Ia kembali teringat malam laknat yang sudah merenggut mahkotanya sebagai seorang istri.
"Kamu sudah menipuku! Bajingan kamu. Frans!"
Laki-laki yang sedang berdiri sambil menghitung uang cuma tersenyum mendengar teriakan, tangisan dan cacian Laras.
Setelah memasukan beberapa gepok uang ke dalam tas, Frans memutar tubuhnya sambil melempar banyak uang kertas ke depan Laras.
Wanita itu menanggapi dengan marah. "Aku bukan pelacur!"
Frans menyeringai tipis. "Terserah kamu mau ngomong apa! Nyatanya kamu sudah tidur dengan banyak laki-laki malam ini. Dan uang itu buat kamu."
Laras masih menatap dengan manik yang berapi-api.
Frans kembali menunjukkan senyuman yang remeh pada wanita di hadapannya.
"Kamu pikir kamu itu siapa? Kamu cuma pendatang di sini. Jutaan pribumi saja masih menganggur dan kamu mau kerjaan dari saya? Ini Jakarta, Laras! Kalo kamu nggak mau mati kelaparan di sini, maka terima saja kerjaan ini."
"Aku tidak sudi!"
Frans tersenyum miring. Laki-laki itu lantas mendekat pada Laras. Wanita itu dibuat terkejut saat tangan Frans mencengkeram dagunya. Laras menatapnya dengan sengit.
KAMU SEDANG MEMBACA
OPEN BO
Random| khusus dewasa | Laras dijebak oleh lelaki biadab bernama Frans sehingga dia berakhir menjadi seorang wanita panggilan. Dia merahasiakan semua itu dari suaminya, Bagas. Sementara Bagas, laki-laki itu rela meninggalkan rumah orang tuanya demi menika...