Chapter 62. Aku Terpaksa

279 6 1
                                    

Malam kian beranjak larut. Laras terlihat sedang berdiri seorang diri di tepi garis jendela kamar. Entah apa yang sedang ia pandangi. Bagas tersenyum melihat punggung sang istri. Dia lantas menghampirinya.

Laras yang sedang terhanyut dalam lamunan dibuat tersentak saat ada dua tangan berbulu yang tiba-tiba saja melingkar di sekitar perutnya disertai bisikan yang intim.

"Laras, Mas kangen ...," ucapnya dengan nafas yang memburu panas menyapu ke telinga Laras.

Perempuan itu memejamkan mata seraya menahan gejolak yang sedang bergelut di dalam hatinya.

Maka dihela nafas sedalam-dalamnya oleh Laras sebelum ia memutar tubuhnya guna melihat wajah rupawan lelaki yang enggan melerai rengkuhan intim itu.

"Mas Bagas kok belum tidur?" Ia bertanya dengan pendar mata yang sendu dan suara yang teramat lirihnya.

Bagas tersenyum menanggapi, "Mas nggak bisa tidur kalau kamu juga masih terjaga begini."

Pendar mata Laras meredup. Andaikan ia tidak terjerumus ke dalam jurang kenistaan dan dosa, mungkin ini akan menjadi malam yang sangat indah baginya dan Bagas.

Namun, semua yang Pak Handoko ucapkan benar adanya. Bagas tidak akan sudi menerima dia lagi sebagai istri jika saja mengetahui pekerjaan kotor yang ia geluti selama ini.

Kendati demikian, dia tak sanggup untuk berpisah dari Bagas dengan cara bercerai. Laras terlalu naif dan pengecut. Dia tidak siap menghadapi kenyataaan ini.

Sayangnya ini sudah mencapai dari puncak hubungan pernikahan dia dan Bagas. Pernikahan yang sudah ternoda karena kebodohannya itu.

Larsa mungkin sangat menyesal. Namun semua itu tiada guna lagi. Pada akhirnya dia memang harus melepaskan Bagas dan cintanya.

"Laras, Mas minta maaf karena tidak menghubungi kamu sewaktu Mas berada di Solo. Mas nggak tahu di mana Bapak menyimpan hape Mas."

Bagas bicara sambil merangkum wajah sang istri. Dia menatapnya dalam-dalam. Dia bisa melihat dari sorot mata Laras. Perempuan itu sedang sangat sedih saat ini.

Mungkin saja bapaknya sudah mengintimidasi Laras dan memintanya untuk bercerai. Apa yang Bagas pikirkan memang benar tapi kurang tepat. Nyatanya yang sedang Laras rasakan saat ini lebih kacau daripada itu.

Meski hati dan jiwanya sedang sangat berkecamuk, Laras berusaha untuk tersenyum dan menyembunyikan semua duka dan lara di depan Bagas.

Pak Handoko mungkin belum memberitahu Bagas tentang rahasianya, tapi Laras tetap harus menutup kemungkinan itu rapat-rapat.

Meski pada akhiranya dia dan Bagas harus berpisah, Laras tidak ingin suaminya itu sampai mengetahui tentang rahasianya.

"Mas Bagas nggak salah. Laras yang salah. Laras tidak bisa berada di samping Mas Bagas saat Mas sedang membutuhkan," lirihnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Bagas tersenyum pahit, "Mas tetap lega dan seneng melihat kamu baik-baik saja."

Laras tidak menimpali lagi. Dia hanya diam dan menurut saat tangan kekar Bagas meraihnya ke dalam pelukan. Hangat dan nyaman dekapan itu. Dia merasa ingin tetap seperti ini, berada dalam pelukan Bagas.

***

Kediaman Pak Hnadoko pukul delapan pagi.

"Apa perempuan itu sudah mau tanda tangan? Kalau dia menolak paksa saja! Bila perlu, biar saya yang kasih tahu si Bagas siapa sebenarnya istrinya itu!"

Pak Handoko marah-marah pada Triatno. Mereka berdua sedang berdiri di tepi kolam renang yang berada di teras belakang rumah. Purwanti yang sedang melintas di sana tidak sengaja mendengar perbincangan mereka.

OPEN BO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang