Chapter 18 - Laras Seorang Pelacur

334 4 0
                                    

"Mbak, kopinya satu!"

"Eh, Mas Bagas! Ditunggu ya Mas kopinya!"

Bagas mengangguk sambil tersenyum. Kemudian ia duduk dan mulai menyalakan api rokok.

Hari ini cuacanya sangat panas. Bagas menghembuskan asap rokoknya seraya berteduh di sebuah warung kopi yang tidak jauh dari lokasi kontruksi.

"Bagas!"

Suara itu mengejutkan Bagas. Ia segera bangkit, lantas menoleh ke sekitar. Dilihatnya seorang perempuan paruh baya yang sedang berjalan cepat menuju padanya.

Tidak mungkin!
Apa dia tidak salah lihat?
Masa iya ibunya berada di tempat ini?

"Siapa, Gas?" tanya Basuki, rekan kerja Bagas yang kebetulan berada di warung kopi.

Bagas menggeleng. Ia lantas segera melangkah menuju perempuan paruh baya yang sedang menuju padanya sambil terisak-isak.

"Ibu?"

Purwanti tak bisa berkata-kata. Dengan gemetaran ia mengangkat kedua tangannya lalu merangkum wajah laki-laki muda yang kini berdiri di hadapannya.

"Bagas ..."

Tangisnya terpecah seketika. Ia segera memeluk Bagas.

Basuki dan semua orang di warung kopi tampak terkejut sekaligus keheranan melihatnya.

Sementara Pak Handoko cuma berdiri di belakang Purwanti bersama dua orang pengawal. Dia segera buang muka saat Bagas menatapnya.

Setelah Purwanti berhenti menangis, Pak Handoko segera maju dan langsung menyeret istrinya itu agar menjauh dari Bagas. Purwanti menggeleng sedih.

"Ayo pulang, Bu! Dia bukan putra kita lagi!" tegas Pak Handoko pada Purwanti setelah melempar tatapan dingin ke arah Bagas.

Purwanti menangis. Pak Handoko tidak peduli. Ia segera menyeret istrinya itu pergi. Harinya begitu sial karena harus bertemu dengan anak tidak tahu diuntung itu.

"Pak!"

Bagas segera menyusul mereka. Langkah Pak Handoko dihentikan saat laki-laki itu berhasil menghadang langkahnya.

Bagas memasang wajah sedih. Harinya  teriris melihat ibunya menangis.

"Pak, Bagas minta maaf. Tolong jangan larang Ibu ketemu sama Bagas," katanya memohon.

Purwanti menatap Bagas dengan berlinang air mata. Hatinya tercabik-cabik melihat kondisi putranya saat ini. Bagas terlihat lebih kurus dan pakainya juga tampak lusuh.

Pak Handoko memasang gaya pongah. "Tinggalkan perempuan itu dan pulanglah ke rumah, baru saya akan menerima kamu lagi," ucapnya dengan sinis.

Bagas terkesiap. Ia lantas menjatuhkan kedua lututnya di hadapan Pak Handoko. Semua orang tercengang melihatnya.

"Bagas mohon, Pak! Tolong ampuni kesalahan Bagas! Bagas juga memohon agar Bapak mau menerima Laras!" Bagas bicara seraya merangkul tungkai Pak Handoko. Dia nyaris menangis.

"Mustahil!"

Handoko yang kesal segera menendang Bagas. Laki-laki itu terjungkal. Pak Handoko tidak peduli. Ia segera menyeret Purwani menuju mobilnya.

"Bagas!"

Purwanti terus berteriak sambil menangis saat Pak Handoko memaksanya masuk mobil.

Bagas segera bangkit dibantu oleh Basuki. Dipandanginya mobil-mobil mewah itu meninggalkan lokasi kontruksi.

"Bagas!"

Seiring kaca mobil yang naik ke atas, Purwanti masih saja berteriak ke arah Bagas. Hal itu membuat hati Bagas teramat hancur.

OPEN BO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang