Chapter 44. Perjanjian Pra Nikah

156 6 1
                                    

Dua orang pekerja kafe menyambut kedatangan Fandi sambil tersenyum hangat. Langkah sepasang pantofel hitam mengkilat itu pun terayun memasuki ruang kafe.

Dari tempatnya berjalan, mata Fandi membidik seorang perempuan cantik yang sedang duduk sendiri pada suatu meja yang berada di paling sudut ruangan.

Elsa?

Entah ada apa tiba-tiba saja dia ingin bertemu. Fandi tersenyum manis saat manik-manik cokelat Elsa menangkap bayangannya.

"Maaf, kalo udah bikin kamu menunggu lama."

Elsa cuma memasang wajah bosan dan mengangguk pelan menanggapi ucapan Fandi.

Laki-laki itu kembali tersenyum lalu duduk pada bangku kosong di depan Elsa. Matanya terfokus ke arah perempuan dengan stelan kantor warna cream di hadapannya.

"Ada apa? Kok tumben ngajak ketemuan di luar?" tanya Fandi.

Elsa menaikan sudut bibirnya. Kemudian dia melempar sebuah berkas ke depan Fandi. Laki-laki itu dibuatnya terkejut.

"Baca dan pelajari semua itu. Aku nggak mau beli kucing dalam karung," ujar Elsa malas-malasan.

Fandi tercengang. Matanya segera turun pada berkas putih di tangan. Dibacanya setiap pasal yang tertulis dalam berkas tersebut. Dia sangat terkejut.

"Perjanjian pra nikah?"

Elsa mengangguk.

Fandi menggeleng dengan wajah yang nyaris tidak percaya. Kemudian dia kembali meneruskan untuk membaca semua yang tertulis dalam berkas perjanjian pra nikah itu.

Ada lima pasal dalam perjanjian pra nikah yang Elsa buat. Semua pasal menyudutkan dia dan menguntungkan Elsa.

"Ini nggak bener! Ngapain kamu bikin surat perjanjian seperti ini segala?!" Fandi jelas marah. Dia merasa sudah dipermainkan oleh Elsa.

Melihat lelaki di depannya berani membentak, Elsa cuma menaikan sudut bibirnya.

"Apanya yang nggak bener? Kita akan menikah, bukan? Aku rasa wajar saja kalo aku bikin surat perjanjian seperti ini. Mana tahu kalo kamu cuma pingin asuransi ku saja," ucapnya dengan acuh.

Fandi menggeleng tak habis pikir. Bisa-bisanya Elsa membuat perjanjian konyol seperti itu. Lagipula siapa yang sedang mengincar harta atau pun warisannya?

Dia benar-benar kesal!

Melihat ekspresi Fandi, Elsa kembali bicara. "Kamu nggak usah pusing. Tinggal tanda tangan aja. Beres!"

Fandi mengepalkan tangannya. "Kamu pikir kamu itu siapa? Seenaknya aja ngatur orang! Jangan pikir dengan mengeluarkan sedikit uang kamu lalu minta notaris bikin surat ginian aku bakal menurut sama kamu! Itu nggak mungkin!"

Elsa menatap bosan. "Terus kamu mau apa? Mau aku menjalani pernikahan konyol itu dan hidup dengan lelaki kaku dan nggak punya selera macem kamu seumur hidup, begitu? Aku nggak mau!"

Brak!

Elsa dibuat terkejut saat Fandi menggebrak meja di depannya. Lelaki itu lantas bangkit dan langsung menunjuk muka Elsa.

"Kamu pikir aku juga mau menikahi perempuan tidak menggairahkan macem kamu?! Jangan mimpi, Elsa! Aku nikahin kamu karena orang tuaku yang memaksa!"

Mendengar ucapan menohok Fandi, jelas saja Elsa merasa sedang dihina. Dengan sengit ia segera membalas tatapan tajam lelaki di depannya itu.

"Kalo gitu alasannya, buat apa kamu setuju sama pernikahan ini? Pergi dan temui ayah kamu itu, lalu bilang padanya kalo kita nggak jadi menikah!"

Fandi tidak menjawab. Lelaki itu dibuat tertegun di tempat setelah mendengar ucapan Elsa.

OPEN BO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang