Kabut putih masih menyelimuti kota Jakarta pagi itu. Cuaca amat dingin di penghujung bulan Agustus.
Seonggok tubuh masih bergelung di balik selimut tebal. Samar-samar telinganya menangkap suara seseorang.
"Iya, Pak. Bagas akan pulang. Tolong katakan itu sama Ibu."
Laras membuka matanya perlahan. Mas Bagas sedang bicara dengan siapa?
Dia segera bangkit. Sambil memegang selimut tebal di dadanya, Laras memandangi punggung telanjang yang sedang berdiri menghadap jendela kamar.
Bagas terlihat sedang bicara lewat sambungan ponselnya. Laki-laki itu cuma mengenakan celana pendeknya saja. Tubuhnya sangat bagus seperti seorang atlet tinju. Pantas saja jika banyak perempuan yang menyukai suaminya itu.
Laras tersenyum. Dipandanginya Bagas tanpa berani menggangunya yang sedang bicara dengan seseorang. Laras tahu siapa yang sedang Bagas hubungi.
"Iya, Pak. Bagas ngerti."
Usai menutup panggilan ponselnya, Bagas tampak termenung. Laras segera beringsut dari ranjang. Dengan tubuh yang hanya berbalut selimut tebal warna putih, ia berjalan menuju pada Bagas.
Laki-laki itu dibuat terkejut saat merasakan sesuatu yang hangat menyentuh punggungnya. Ekor matanya melirik.
"Kamu sudah bangun?" tanyanya lalu memutar perlahan sampai menghadap pada Laras.
Perempuan itu menatapnya dalam-dalam. "Mas Bagas mau pulang ke Solo?"
Bagas tersenyum. "Kamu ikut, ya? Ibu sedang sakit. Mas harus pulang untuk melihatnya."
Laras terdiam. Sinar di matanya turut meredup. Dia sangat ingin bisa mendampingi Bagas pulang ke Solo. Namun, pasti akan terjadi keributan di sana kalau dia ikut.
'Silakan kalau kamu mau menikahi gadis itu. Sampai mati pun aku tidak akan pernah merestui!'
Sesumbar Pak Handoko kembali mencambuk telinga Laras. Tubuhnya gemetaran setiap kali teringat hal itu. Dia tidak berani menunjukkan muka di depan orang tua Bagas.
Melihat istrinya diam saja, Bagas tersenyum. "Apa yang sedang kamu pikirkan? Ikutlah dengan Mas ke Solo. Bapak sama Ibu sedang menunggu kita," ucapnya meyakinkan Laras.
Perempuan itu mengangkat sepasang matanya guna menggapai wajah Bagas. Dia tidak bisa memberi jawaban apa pun selain sebuah anggukan pelan.
Bagas tersenyum puas. Lantas ia segera memeluk Laras.
Laras hanya terdiam dalam pelukan Bagas. Aura percintaan panas semalam masih menguar di seluruh kamar. Dia tidak mau merusak semua itu. Oleh karenanya dia setuju dengan ajakan Bagas.
"Jadi, kamu mau ke Solo bersama suami kamu?"
Laras mengangguk sambil tersenyum menanggapi pertanyaan Fandi. Dia datang menemui laki-laki itu di unit apartemennya.
Seperti kesepakatan kontrak, Laras akan melakukan transaksi dengan Fandi selama satu bulan. Maka setiap pukul sepuluh pagi, Jarwo akan mengantarnya ke unit apartemen laki-laki itu.
Fandi mengepalkan tangannya diam-diam. Apa ini? Bagas mau membawa Laras pergi? Dia tidak akan membiarkannya.
"Aku seneng dengernya. Dengan pergi ke Solo, kamu sama suamimu bisa refreshing juga, kan? Itu bagus buat menghilangkan stres."
Laras tersenyum lega. "Mas Fandi nggak pa-pa, kan kalau aku menunda transaksi kita untuk sementara waktu?"
Fandi mengangguk. "Nggak masalah. Kamu bisa pergi dengan suami kamu ke Solo. Jangan pikirkan transaksi kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
OPEN BO
Random| khusus dewasa | Laras dijebak oleh lelaki biadab bernama Frans sehingga dia berakhir menjadi seorang wanita panggilan. Dia merahasiakan semua itu dari suaminya, Bagas. Sementara Bagas, laki-laki itu rela meninggalkan rumah orang tuanya demi menika...