Chapter 41 - Kecurigaan Purwanti

145 5 0
                                    

'Iya, Pur! Aku tidak bohong! Aku pernah melihat menantu kamu itu lagi sama laki-laki di hotel! Iris aja telingaku kalau aku salah lihat! Itu betul-betul Laras, Pur!'

Purwanti tampak gusar saat perjalanan menuju pulang dari pusat perbelanjaan. Ekor matanya melirik ke arah perempuan yang sedang duduk pada bangku tengah mobil di sampingnya.

Laras tampak diam saja sejak ia menemukan perempuan itu di kamar ganti. Juga laki-laki jangkung yang bersama Laras tadi. Apa dia tidak salah lihat?

Selain itu, Purwanti juga sudah mendengar cerita Titin yang katanya dia pernah melihat Laras bersama laki-laki di hotel.

Ini sungguh aneh. Purwanti ingin menanyakan hal itu pada Laras. Namun, itu pasti sama saja dia menyinggung perasaan menantunya itu. Purwanti jadi ragu.

Dan bagaimana kalau Titin cuma salah lihat saja? Mustahil perempuan baik-baik macam Laras terciduk sedang berada di hotel bersama seorang lelaki.

Purwanti menggelengkan kepalanya tampak pusing. Hal itu dilihat oleh Laras.

"Ibu kenapa? Kok kayak sedang gelisah begitu?" tanya Laras dengan wajah cemas.

Purwanti buru-buru menggeleng. "Nggak pa-pa kok! Ibu cuma lagi mikirin Lengser! Dia sudah tua dan sakit-sakitan! Mungkin sudah waktunya dia pensiun."

Laras manggut-manggut. Entah itu benar atau tidak. Dia yakin jika Purwanti sedang memikirkan sesuatu yang lain.

Apa jangan-jangan ibu mertuanya itu melihat Fandi? Tidak, tidak. Jangan sampai itu terjadi!

Ekor mata Laras melirik ke arah Purwanti. Dilihatnya sang ibu mertua yang sedang melihat ke arah jendela mobil.

"Bu, boleh Laras ngomong sama Ibu?"

Purwanti yang sedang banyak pikiran dibuat terkejut saat tiba-tiba Laras bertanya seperti itu. Ia lantas menoleh seraya tersenyum pada sang menantu.

"Kenapa mesti tanya segala? Anggap aja Ibu ini ibu kamu juga. Jangan sungkan, Laras."

Mendengar ucapan Purwanti, hati Laras mulai sedikit lega. Maka dia pun segera bicara dengan Purwanti mengenai unek-unek di hatinya.

"Jadi, kamu sama Bagas tidak bisa menetap di sini? Kalian mau pulang ke Jakarta lagi, begitu?"

Laras mengangguk menanggapi semua pertanyaan Purwanti. Kontraknya dengan Fandi masih teramat panjang. Tidak mungkin dia menetap di Solo.

Pun Fandi, Laras tak ingin lelaki itu terus muncul di hadapannya. Dia takut jika Bagas dan orang tuanya mengetahui pekerjaan kotornya selama ini.

Jalan satu-satunya adalah kembali ke Jakarta dan selesaikan kontraknya dengan Fandi.

Purwanti menarik nafas dalam-dalam, lantas ia mengusap punggung tangan Laras. Matanya menatap sendu ke wajah perempuan di sampingnya itu.

"Sebenarnya Ibu ingin sekali kalau kamu dan Bagas tetap tinggal di sini, tapi kalau itu sudah keputusan kalian, Ibu tak bisa menahannya."

Laras tersenyum. "Meski kami di Jakarta, kami janji akan sering-sering ke sini untuk mengunjungi Ibu dan Bapak," ucapnya.

Purwanti cuma mengangguk sambil tersenyum pahit. Perbincangan pun berhenti di situ. Mobil segera menepi saat memasuki pelataran rumah Pak Handoko.

["Laras, aku menunggu kamu. Cepatlah datang."]

Laras memejamkan matanya menahan emosi. Untuk kesekian kalinya Fandi mengirim pesan singkat. Lelaki itu sedang menunggunya di sebuah kafe.

Dia kebingungan. Apa alasan yang harus ia katakan pada Purwanti? Tidak mungkin dia mengatakan kalau dia akan menemui Fandi. Itu sama saja mencari mati.

"Laras, Ibu ada arisan dengan beberapa ibu ibu di sini. Kamu nggak pa-pa kan kalo Ibu tinggal sebentar?"

OPEN BO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang