Bagian#10

37K 2.5K 29
                                    

Selama hidup dalam 26 tahun terakhir, tidak pernah terbesit dalam pikirannya kalau Fabian dan Devan akhirnya akan berciuman.

Bukan berarti Fabian tidak pernah membayangkan kalau dia dan Devan suatu hari nanti akan saling mencintai, menyayangi dan berciuman. Beribu-ribu kali Fabian sering membayangkan itu terjadi. Hubungan diantara keduanya yang hanya sekedar teman dekat akan beralih menjadi sepasang kekasih.

Tapi, Fabian tahu itu tidak akan terjadi.

Tidak seperti di kehidupan pertamanya, ataupun di kehidupan kedua ini. Setelah dia mengulang waktu, dia malah berusaha untuk menyingkirkan Devan dari dalam hatinya. Kendati itu sangat sulit untuk saat ini.

Namun, Devan telah menciumnya!

"Latihan renang yang keras pasti sudah membuat otaknya kebas dan kehilangan akal!"

Seru Fabian kesal. Dia mendorong kakinya secara sembarangan di atas ranjang miliknya. Dia menatap langit-langit kamarnya yang remang-remang. Cahayanya hanya berasal dari lampu dari balkon melewati kaca yang ditutupi gorden tipis.

Semenjak pulang dari gedung olahraga itu, Fabian tidak bisa tidur. Seberapa keras pun dia mencoba, entah itu minum susu atau mendengarkan musik itu tidak membuatnya tertidur.

"Sialnya aku masih berdegup kencang mengingat kejadian tadi!"

"Aku sama gilanya!"

"Devan Gila!"

Fabian marah-marah secara tidak jela. Entah dia marah kepada Devan yang menciumnya secara kasar dan tanpa persetujuannya atau karena dia malah menginginkan lebih.

"Aku tak percaya pada diriku sendiri."

"Haaah."

Fabian menghela nafas panjang. Sungguh pergulatan batin ini sangat menyiksanya. Disaat dia berusaha untuk melupakan dan menjauhi Devan. Dia malah memgingat dan menginkan Devan di dekatnya.

"Semakin aku berusaha untuk tidak rindu, aku malah merindu."

"Bodoh sekali."

"Namun, apa yang terjadi pada Devan?!"

Fabian mungkin terkejut dengan ciuman itu, tapi dia lebih terkejut kemapa Devan tiba-tiba melakukannya. Setelah selama ini dia mengabaikan semua pernyataan cinta Fabian. Setelah Fabian berusaha menunjukan kegigihannya. Dia bahkan tidak mau melirik Fabian sedikit pun.

"Tapi, hanya karena sedikit provokasi, dia jadi seperti itu."

"Namun, mungkin saja itu tidak ada artinya bagi Devan."

Fabian menghela nafas kecewa atas pikiran itu. Lagi pula Devan jelas-jelas menolaknya dan bilang tidak menyukai Fabian. Sudah barang tentu ciuman itu bukan hal penting dan berarti.

Pada akhirnya, Fabian menghabiskan waktunya dengan duduk di meja belajarnya. Bukan. Dia bukan akan belajar, namun mulai membaca komik yang dipinjam dari kakaknya.

***

"Bangun!"

"Emmm."

"Bian bangun!"

"5 menit lagi."

"Bangun!"

Teriakan dari kakaknya Brian membuat Fabian langsung turun dari atas ranjangnya dan berdiri. Dia terlalu kaget dengan suara keras itu.

"Kak Rian!"

"Hehe... cepat bersiap. Kita pergi keluar."

"Aku malas."

"Oh, ayolah. Adik kakak yang manis dan penurut."

"Ckckc."

"Hahaaa... kakak tunggu di bawah."

[BL] Second Time |Fabian&Devan|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang