Beberapa dari kalian tampaknya ada yang bingung dengan jalan cerita saat ini.
Aku hanya mau kasih tahu kalau semuanya tidak bisa dijelaskan secara sekaligus. Satu persatu aku akan mengungkapkan setiap hal yang membingungkan. Setiap jalan cerita memiliki korelasi satu sama lain. Dengan kata lain, semua akan terungkap pada waktunya.
Jadi, nikmati alur ceritanya yang mengalir.
And, ini adalah double update untuk kalian.
Happy reading🌷
_________________________________
[ Kepada : fabian27@email.com
Dari : brian05@email.com
Subjek : Penting
Pulanglah. Ada hal mendesak di rumah. ]
Itu adalah email tersingkat dalam 4 tahun terkahir ini yang diterima oleh Fabian dari kakaknya. Selama 4 tahun tinggal di Inggris dan meninggalkan semuanya termasuk keluarga di Indonesia, hal yang menghubungan Fabian dan keluarganya adalah komunikasi lewat email.
Awal kepergiannya, kedua orang tuanya banyak mengeluh kepada Fabian, karena kepergiannya yang begitu tiba-tiba. Mereka bahkan belum sempat bertemu untuk terkahir kalinya.
Dalam email yang mereka kirimkan, mereka selalu bertanya apa yang terjadi dan membuat Fabian mengambil keputusan ini. Mereka juga selalu bilang kalau sangat merindukan anak bungsu mereka yang paling mereka sayangi.
Namun, Fabian tidak membalas apapun alasan dibalik semua keputusan ini. Dia hanya bilang ingin menjalani suasana baru saja. Selain itu, dia juga akan membalas kalau Fabian merindukan mereka.
Email yang mereka kirimkan lewat kakaknya selalu datang setidaknya satu minggu dua kali. Namun, belakangan ini, email mereka sudah lama tidak datang. Email terkhir mungkin terkirim 2 minggu yang lalu. Fabian awalnya bertanya-tanya kemana mereka pergi. Tapi, akhirnya berpikir kalau mungkin mereka semua tengah sibuk.
Hingga tiba hari ini, email yang semalam dikirim baru Fabian baca. Fabian menggigit jarinya dengan gugup. Itu adalah email singkat tapi membuat seluruh hati dan tubuhnya lemas tak berdaya.
"Apa yang sebenarnya terjadi di rumah?"
William disampingnya merasa khawatir kepada Fabian, dia ingin bertanya kenapa. Tapi, tampaknya Fabian dalam suasana yang buruk. Dia akhirnya memilih untuk tetap diam saat itu dan memfokuskan dirinya menyetir mobil menuju bandara.
"Bahkan, Kak Rian mengirimkan tiket untuk penerbangan malam ini."
"Sepertinya ini memang mendesak."
"Tapi apa?"
Fabian benar-benar frustasi, dia akhirnya mengirimkan email balasan, bertanya ada apa. Namun, tidak ada balasan email dari kakaknya. Fabian mengeluh pelan.
Seharusnya dia berhubungan dengan keluarganya menggunakan nomor telepon. Dengan begitu dia akan menghubungi mereka lebih mudah. Tidak, seharusnya Fabian mengirim email kepada kakaknya saat kakaknya tidak ada kabar. Tidak. Seharusnya Fabian pulang ke rumahnya 1 tahun sekali saja. Tidak, dia seharusnya tidak meninggalkan keluarganya begitu saja.
Pada akhirnya, setiap keputusan yang diambilnya, Fabian menyesali semua itu tanpa terkecuali.
"Ibu, Ayah, Kak Rian. Tunggu aku."
"Jaga diri kalian baik-baik disana."
"Aku akan pulang."
Kegelisahan terus menggerogoti hatinya, membuat berbagai pemikiran buruk melanda kepalanya dan malah semakin membuat Fabian khawatir.
"Kita sampai."
Dia sampai tidak menyadari kalau mobil yang dibawa oleh William sampai di bandara, padahal butuh waktu beberapa jam untuk sampai kesana.
"Kau baik-baik saja, kan?"
William bertanya dengan bahasa inggis, sedari tadi dia mendengar gumaman bahasa asing dari Fabian. Dia mengira itu adalah bahasa asal Fabian.
"Maaf kita harus membatalkan rencana kita."
"Tidak apa-apa. Urusanmu jauh lebih mendesak dari pada menonton film."
Fabian mengangguk pelan lalu turun dari mobil dan segera masuk ke gedung bandara yang begitu luas dan ramai dipenuhi orang-orang. Fabian mencari tempat untuk check-in namun tangan William menghentikannya.
"Apa kamu akan pulang ke negara asalmu?"
"Ya."
"Kau tidak membawa barang apapun."
"Aku tidak memerlukan itu."
Fabian tidak peduli dengan semua barang-barang miliknya di apartemen itu. Dia ingin segera pulang kembali ke rumahmya. Itu saja.
"Lantas bagaimana dengan paspormu?"
"Aku selalu membawanya."
Tinggal di luar negeri membuat Fabian mengembangkan kebisaan membawa paspornya. Itu karena dia selalu berpikir kemungkinan dia akan pulang ke Indonesia secara tiba-tiba. Walaupun dia tidak menyangka kalau dia akan pulang dengan cara seperti ini.
"Baiklah. Semoga kamu sampai di sana dengan selamat."
Fabian mengangguk pelan.
"Aku harap kita bisa bertemu lagi."
Fabian hanya diam, tidak mengangguk. Lebih memilih untuk berbalik badan dan mulai check ini. Dia juga tidak menoleh ke belakang saat memasuki gate penerbangan menuju ruang tunggu. Meninggalkan William dengan wajah sedihnya. Satu karena kencan yang selama ini diperjuangkan tiba-tiba gagal. Dan kedua, dia merasa kalau mereka tidak akan bertemu lagi.
Di sisi lain, Fabian tidak mau membuang waktu lebih lama. Dia segera berlari menuju gate penerbangan sebelum masuk ke pesawat. Setelah menemukan gate yang dituju, dia mengantri bersama orang lain. Berbeda dengan orang lain yang membawa banyak barang, yang Fabian bawa hanyalah tas selempang kecil di bahunya.
Di dalam pesawat, Fabian yang sudah duduk pun masih tidak bisa tenang. Dia menatap area lintasan pacu pesawat, berharap pesawat akan segera terbang dan tiba di Indonesia.
Saat pesawat sudah terbang di atas awan pun, Fabian masih tidak bisa tenang. Ketika orang lain sudah tidur untuk beristirahat, mata Fabian tidak mengantuk sama sekali. Dia hanya melihat langit malam lewat jendela.
Baru ketika pesawat akhirnya mendarat di bandara tujuan, Fabian merasakan sedikit beban di pundaknya mulai hilang. Namun, itu belum selesai. Fabian buru-buru keluar menuju area tempat penjemputan. Di sana, Fabian celingak celinguk mencari taksi untuk dinaikinya.
"Pak, taksi!"
Fabian berseru saat melihat taksi biru lewat di depannya. Taksi tersebut akhirnya berhenti beberapa meter dari Fabian. Fabian segera berlari dan membuka pintu di bagian tengah lalu menutupnya dengan kencang.
"Pak, pergi ke alamat—"
Belum sempat Fabian menyelesaikan kalimatnya, dia bertemu dengan mata seseorang di bagian depan samping sopir lewat kaca dashboard. Belum sempat Fabian membuka pintu untuk berlari, seseorang dari belakang memukulnya begitu keras hingga Fabian kehilangan kesadarannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be ContinuedHere we go💀
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Second Time |Fabian&Devan|
ФэнтезиFabian sangat terobsesi dengan sehabatnya, Devan. Tapi, karena hal itu, hidupnya pun menjadi hancur. Itulah yang terjadi di kehidupan pertama Fabian, saat dia diberi kehidupan kedua. Dia bertekad untuk tidak terobsesi lagi dengan Devan. Namun yang m...