Bagian#18

29.8K 2.5K 43
                                    

Sejak kejadian hari itu, Fabian sudah lupa bagaimana dia akhirnya pulang. Dia dan Devan sudah saling tidak menyapa satu sama lain. Fabian secara sengaja tidak pernah mengirim pesan ataupun menelpon Devan seperti dulu lagi.

Jika, kebetulan di kampus mereka berpapasan, Fabian akan berbalik arah dan sengaja menghindarinya. Atau ketika mata mereka bertemu secara tidak sengaja di kantin, Fabian akan berbalik dan meninggalkan kantin.

Fabian, benar-benar berusaha untuk melupakan Devan.

Walaupun, dia berusaha untuk menjauhi dan melupakan Devan, nyatanya masalah tidak berhenti begitu saja. Karena tindakan baru Fabian, justru membuat semua mahasiswa semakin membicarakannya.

Dulu, di kehidupan pertama, Fabian juga sering dibicarakan orang-orang. Tapi itu karena dia membuat keributan atau kekacauan. Seperti banyaknya keluhan di forum online sekolah.

[ Si pembuat onar itu tampaknya masih belum menyerah juga.]

— Kapan sih dia akan menyerah? Apa otaknya itu kosong atau semacamnya?

— Jelas-jelas Devan menolaknya dan lebih memilih anak baru itu. Tapi, dia secara terang-terangan mengganggu anak malang itu.

[ Dia kira kalau dia berusaha dengan keras, Devan akan memilihnya]

— Anak bodoh.

— Haha... perjuangan yang sia-sia.

[Aku harap dia menghilang saja dari muka bumi ini!]

— Benar, dia sangat menganggu dan menjemgkelkan!

— Dia lebih mengganggu dari apapun di seluruh dunia!

Tidak hanya keluhan atau kritikan yang Fabian dapatkan. Melainkan beberapa dia mendapatkan ujaran kebenciaan, penghinaan dan hal-hal yang mengandung konotasi negatif.

Semua datang kepadanya berkat semua tindakan buruknya.

Namun, di kehidupan kedua ini Fabian merasa dia tidak melakukan hal buruk tapi kenapa dia masih mendapatkan cacian dan tatapan penghinaan dari seluruh mahasiswa?

Fabian yang baru saja masuk ke area universitas segera berjalan menuju gedung FISIP. Gedung dengan beberapa lantai itu dipenuhi oleh mahasiswa di bagian pintu masuk. Saat Fabian melewati mereka, mereka membicarakan Fabian.

"Katanya dia menyerah terhadap Devan!"

"Apa?! Kau tidak bercanda?!"

"Tidak! Kau lihat saja di forum sekolah kita. Beritanya sudah menyebar dengan cepat!"

"Ah, itu tidak mungkin!"

Fabian menoleh kesamping dan menatap tajam mereka, para perempuan itu yang tadi menggosipkannya secara terang-terang mendadak diam membisu. Mereka terkesiap melihat aura dingin dari Fabian.

"Kenapa diam? Lanjutkan gosip itu. Aku senang mendengarnya."

Kata Fabian dengan sarkas, setelah itu dia melenggang pergi dengan penuh percaya diri. Biarkan orang-orang mengatakan apapun yang mereka inginkan, itu tidak akan mempengaruhinya.

"Kenapa pula aku repot-repot menjelaskannya kepada semua orang."

"Karena, bukan berarti aku menjelaskannya maka semua orang akan percaya."

Fabian juga tidak berniat untuk mendapatkan simpati dari mereka. Mereka tidak tahu dengan pasti bagaimana kehidupan Fabian. Apa yang telah dialaminya dari kehidupan pertama. Apa yang dirasakannya selama ini. Perjuangan, rasa sakit, kebencian, penghinaan, hanya dia sendiri yang tahu.

Mereka tidak tahu.

Fabian langsung masuk ke salah satu ruang kelas. Saat pintu dibuka, semua orang di dalamnya menatap ke arahnya. Beberapa dari mereka mulai bergosip. Fabian diam sama, tetap berjalan dengan tegak dan penuh percaya diri. 

Kemudian dia duduk di bagian paling depan. Beberapa yang berada sekitarnya langsung menyingkir tanpa Fabian suruh. Fabian tidak keberatan duduk di barisan paling depan sendirian. Dengan begitu dia bisa mendengarkan penjelasan dosen dengan baik.

Seiring berjalannya waktu, kelas mulai dipenuhi oleh mahasiswa. Jam di dalam kelas juga sudah menunjukan pukul 9 pagi. Itu tandanya kelas akan segera dimulai.

Kak Axel [ Aku punya kejutan untukmu!]

Fabian mengerutkan keningnya, dia menatap pesan Axel selama beberapa saat. Sejak hari itu pula, hubungan diantara keduanya menjadi lebih dekat. Walaupun banyak pesan dari Axel secara acak, Fabian tetap menanggapinya dengan santai.

Fabian [ Kejutan apa Kak Axel? ]

Padahal Fabian tidak begitu tertarik pula. Dia hanya sekedar bersikap ramah kepada Axel.

Kak Axel [ Kalau aku mengatakannya itu bukan kagi kejutan.]

Fabian terkekeh pelan melihat pesan itu. Saat dia melihat jam di bagian ujung ponsel. Sudah waktunya dosen akan segera masuk.

Fabian [Sebentar lagi dosen datang.]

Kak Axel [Oke. Belajar dengan giat dan semangat!]

Fabian [Iya.]

Setelahnya Fabian menaruh kembali ponselnya. Terdengar suara langkah kaki yang datang mengarah ke ruang kelas. Detik berikutnya, kenop pintu bergerak, dan pintu perlahan terbuka dari luar menampilkan sosok pria muda, tampan, tubuh tinggi dengan pakaian kasual tapi tetap memiliki rasa formal.

Mahasiswa di dalam kelas langsung membuat keributan. Mereka membicarakan orang baru masuk. Mereka sangat mengagumi pria itu yang berjalan ke bagian depan kelas.

"Selamat pagi semuanya. Saya Axel Hartantyo, dosen baru yang akan menggantikan Pak Budiarjo."

Ketika itu, kedua pasang mata Axel dan Fabian langsung terkunci beberapa saat. Axel tersenyum dengan lebar dan hangat. Sedangkan Fabian hanya diam melongo karena begitu syok dengan situasi saat ini.

"Selama Pak Budiarjo dirawat di rumah sakit hingga dia sembuh dan kembali mengajar, sampai saat itu pula saya akan terus menggantikannya."

"Mohon bantuannya selama masa saya mengajar."

Setelah mengatakan itu, ruangan di kelas begitu riuh oleh mahasiswa, terutama perempuan yang begitu bersemangat dengan dosen baru dan muda itu. Terlihat seperti angin segar di antara dosen-dosen lama yang sering mereka temui.

Mereka sampai tidak sadar, kalau Axel masih menatap Fabian dengan lekat. Sedangkan Fabian memalingkan mukanya karena merasa malu sendiri di tatap selekat itu.

"Mohon tenang semuanya. Kelas akan segera dimulai. Saya minta perhatian kalian semua untuk fokus dalam materi yang akan saya jelaskan."

Perintah itu lebih seperti terdengar rayuan bagi para mahasiswa perempuan. Mereka memusatkan penuh perhatian mereka kepada Axel. Menatap dengan penuh minat.

Saat suasananya menjadi lebih kondusif. Axel pun bergerak ke depan dan berkata, "Terima kasih. Dengan begitu Kelas hari ini akan saya mulai dengan absen dulu."

Sepanjang kelas berlangsung, Fabian memperhatikan penjelasan dari Axel. Axel walaupun ramah di luar, tapi ketika dia menjadi dosen, auranya berubah seratus delapan puluh derajat. Dia menjadi sosok yang tegas dan berwibawa seolah menghilangkan kesan dari dosen muda.

Hingga kelas selesai pun, para mahasiswa mulai mengeluh atas tindakan Axel yang tegas itu. Beberapa tidak menyangka kalau dia akan menjadi lebih tegas daripada Pak Dosen Budiarjo. Beberapa memaklumi itu karena penampilannya yang menarik dan tampan.

Axel sudah keluar beberapa saat yang lalu, Fabian pun mulai membereskan semua barang-barang miliknya. Baru setelahnya dia keluar paling terakhir.

"Bagaimana dengan kejutannya, apa kamu terkejut?"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Second Time |Fabian&Devan|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang