Tiba waktunya hari pertemuan kedua.
Di minggu sore ini, baik Fabian dan Axel tidak memiliki rencana apapun. Apalagi setelah Fabian menyelesaikan latihan bela dirinya. Jadi, setelah membersihkan tubuhnya di tempat latihan dan mengganti pakaian dengan yang baru mereka berdua pergi ke kafe dekat kampus.
Sebelum Fabian turun dari mobil Axel, dia menyampingkan tubuhnya dan menatap Axel yang hendak membuka pintu di sampingnya.
"Kak Axel bisa pulang saja setelah ini. Aku bisa pulang sendiri. Jadi, tidak perlu mengantarku."
"Aku bosan di rumah. Tidak banyak hal yang bisa aku lakukan."
"Tapi, kalau Kak Axel ikut. Kemungkinan butuh waktu lama sampai selesai."
"Tidak masalah. Selama apapun, aku akan menunggu."
"Baiklah."
Setelah itu, keduanya keluar dari mobil secara bersamaan. Mereka melewati parkiran yang dipenuhi oleh motor itu dan masuk ke dalam kafe yang cukup ramai. Hanya ada satu spot kosong di bagian paling belakang, jadi mereka duduk disana.
"Sepertinya teman satu regu belum ada yang datang sama sekali."
"Iya."
Pasalnya, saat Fabian masuk dan menyapu seluruh area kafe dengan matanya, dia tidak menemukan Laura ataupun Meli. Padahal sekarang sudah hampir jam temu mereka.
"Apa kamu tidak akan bertanya kepada mereka?"
Fabian menggeleng pelan, karena tim satu kelompoknya tidak memiliki group pesan bersama. Bahkan berbagi nomor ponsel masing-masing pun tidak. Jadi, baik Fabian atau mereka tidak bisa bertanya kepada satu sama lain.
"Maafkan aku. Seharusnya aku tidak membuat kamu satu regu dengan mereka."
Axel menghela nafas kecewa kepada dirinya sendiri. Karena menjadi orang yang tidak peka. Kalau dia tahu lebih awal, mungkin saja dia tidak akan menempatkan Fabian bersama Laura dan Meli.
"Tidak apa-apa. Lagipula aku tidak akn bertemu—"
Belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, datang dua sejoli ke dalam kefe tersebut. Kedatangan mereka cukup banyak membuat perhatian. Perempuan dengan tampilan anggun dan wajah cantiknya bergandengan tangan dengan sosok pangeran dingin dari suatu kerajaan di bagian utara.
Tidak sengaja mata Devan dan Fabian bertemu, dan Fabian orang pertama yang segera menatik lagi wajahnya dan menghindari Devan.
"Aku harap mereka tidak akan disini." Gumam Fabian di dalam hatinya, tapi tentu saja itu tidak terkabul. Karena mereka sudah barang tentu duduk di meja yang sama dengan Fabian dan Axel
"Halo, Pak Axel."
Sapa Laura dengan senyuman ramahnya itu.
"Ah, ya. Halo. Maaf karena harus ikut dalam diskusi kalian."
"Tidak masalah Pak Axel. Saya tidak keberatan begitupun dengan pacar saya, Kak Devan. Benar, kan Kak Devan?"
Devan mengangguk setuju. Fabian mengekuh dalam hatinya, kenapa pula Laura bertanya kepada Devan yang sudah jelas tidak seharusnya ada disini. Namun Fabian hanya menyimpannya dalam-dalam.
"Tidak perlu sampai meminta maaf. Karena saya juga membawa pacar saya. Dan Pak Axel adalah pacarnya juga. Jadi, kita sama-sama impas, betul?"
Tampaknya Laura memang dengan sadar tidak menyinggung nama Fabian disini. Bahkan sejak awal dia tidak menyapa Fabian—bukan maksud Fabian ingin disapa juga. Tapi, setidaknya dia menatap Fabian, kan? Sekedar sopan santun.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Second Time |Fabian&Devan|
FantasiaFabian sangat terobsesi dengan sehabatnya, Devan. Tapi, karena hal itu, hidupnya pun menjadi hancur. Itulah yang terjadi di kehidupan pertama Fabian, saat dia diberi kehidupan kedua. Dia bertekad untuk tidak terobsesi lagi dengan Devan. Namun yang m...