Bagian #48

15.2K 1.3K 67
                                    

"Heri, masuklah. Aku butuh bantuanmu."

Setelah beberapa waktu berlalu, Fabian memanggil Heri. Heri yang tengah berjaga di luar pintu segera masuk setelah mendengar itu. Berdiri di tengah ruangan tanpa bertanya lebih lanjut.

"Mendekatlah."

Dia berjalan menuju samping ranjang, Fabian segera meraih tangannya. Heri sedikit terkesiap, tapi berusaha untuk mempertahankan ketenangannya.

"Heri! Kau kenapa melakukan ini kepadaku!"

Fabian berteriak keras kepadanya, dia merasa dirinya telah dikhianati oleh orang suruhannya dulu. Walaupun mereka sudah tidak berhubungan lagi, tapi, kedekatan mereka sebagai tuan dan bawahan di masa lalu begitu panjang.

"Kenapa, Heri?"

"Aku tanya!"

"Jawablah!"

Walaupun Fabian memukul tubuhnya bertubi-tubi, tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Padahal, saat Devan berbicara kepadanya dia menjawabnya.

"Apa kau yang memata-mataiku selama ini?"

Fabian berseru keras kepada Heri yang diam. Tidak menunjukan satu ekspresi apapun. Kalau dia tidak bernafas, mungkin Fabian akan mengatakan dia adalah patung.

"Jika kau diam. Tampaknya itu benar."

Fabian menghela nafas pelan, dia sudah mencubit tangannya, memukul perutnya, menginjak kakinya atau bahkan menendang tubuhnya, tapi Heri masih tidak mau buka suara.

Saat tengah memperhatikan Heri, Fabian jadi ingat kejadian waktu itu. Ketika dia masih di Inggris, tidak sengaja dia menabrak seseorang di minimarket, ataupun memergoki pencuri di gedung apartemennya.

"Hei! Itu kau kan! Kau yang dengan paksa masuk ke dalam apartemen Philip!"

"Jawablah, Heri!"

"Ah, sial!"

Itu benar, tidak hanya pakaian bahkan bentuk tubuhnya pun sama. Mereka adalah orang yang sama. Tampaknya baik Heri dan Devan, mereka lebih gila daripada yang Fabian bayangkan.

"Aku tanya, kenapa kau melakukan ini, Heri! Apa salahku!"

"Jika kau tidak mau menjawab, setidaknya bebaskan aku dari sini."

"Aku akan menganggap ini sebagai tebusan dosa yang telah kau lakukan!"

"... maaf, saya tidak bisa."

Akhirnya sesuatu keluar dari mulut itu, hanya saja itu sebuah penolakan.

"Kenapa tidak bisa?! Kalau kau mau, aku akan memberimu banyak uang?! Tidak, aku bahkan rela menyerahkan seluruh harta yang aku miliki kepadamu. Asalkan, kamu membebaskan aku sekarang juga!"

"...maaf, tidak bisa."

Fabian memijat dahinya yang terasa berat, berbicara dengan Heri sama tidak ada gunanya, hanya membuang-buang tenaganya saja.

"Pergi!"

Dengan seruan itu, Heri langsung keluar dari ruangan itu, tidak lupa dia mengunci pintu sebelumnya.

Tapi, Fabian tidak mau menyerah begitu saja. Dia akan melakukan apapun agar Heri mau melepaskan Fabian dari sini. Toh Devan juga tidak sedang ada disini. Fabian tidak mau memusingkannya.

Maka dari itu, Fabian dengan sengaja memanggil Heri untuk masuk ke dalam.

"Heri, aku butuh bantuanmu. Tolong aku!"

Fabian dengan sengaja semakin melukai kakinya dengan kedua tangannya. Darah segar kembali keluar dari area yang semakin robek lebih dalam.

Heri kaget melihat itu, dia buru-buru keluar dan mengambil kotak p3k dan langsung mengobati Fabian.

"Arghh...!"

"Ini benar-benar sakit!"

"Tolong aku!"

Fabian meringis dengan sengaja. Dia melebih-lebihkan rasa sakit di sana. Dengan sengaja menarik perhatian Heri.

"Aw!. Kenapa kau tega melakukan ini padaku. Tidak hanya diriku yang terkurung, tubuh yang lemah serta kedua kaki yang tidak bisa berjalan. Tidak bisakah kau melepaskanku dari sini?"

Heri tertegun beberapa saat mendengar ucapan Fabian, tapi dia kembali beralih untuk mengobati kakinya. Fokusnya adalah menghentikan darah di bawah sana.

"Aku adalah pria malang. Pria yang menyedihkan. Aku bahkan tidak bisa berjalan dengan benar. Bahkan hanya sekedar menikmati udara segar di pegunungan pun tidak bisa. Jadi, sedikit berbaik hatilah padaku. Dengan cara lepaskan aku."

Fabian berusaha mengeluarkan akting sedihnya kepada Heri. Menarik simpati Heri. Yang mungkin saja itu akan berguna.

Namun, bukannya merasa iba, dia malah bangun dan pergi keluar karena telah menyelesaikan tugasnya. Melihat itu, Fabian menelan kekesalan nya.

Setelah itu, Fabin dengan sengaja mengganggu Heri. Dia memanggil Heri begitu sering, meminta bantuan ini dan itu. Seperti saat makan Fabian meminta makanan yang sulit. Makanan yang tidak sesuai selera. Mengotori lantai dan ranjang. Dan berbagai hal yang Fabian yakin Heri akan merasa jengkel sendiri.

Seperti hari ini, Fabian dengan sengaja membuat air dari wastafel memenuhi kamar mandi. Dia menutup saluran pembuangan air, karena hal itu, air pun naik dan mulai menggenang di dalam kamar.

"Heri! Di sini banjir!"

Walaupun ini sudah kesekian kalinya Fabian mengerjainya, Heri yang masuk ke dalam tidak begitu kaget. Dia segera pergi ke bagian kamar mandi dan menghentikan keran air yang mengalir.

Lalu, mulai membersihkan lantai penjara itu dengan kain pel. Fabian, tampak seperti ibu tiri yang membiarkan anak tirinya bersih-bersih sedangkan dirinya hanya bersantai.

"Jika kau tidak mau aku mengerjaimu lagi. Maka, lepaskan aku dari sini. Heri. Apakah itu sesulit itu?"

Tapi Heri masih sibuk membersihkan lantai. Dia begitu telaten. Bergerak kesana kemari dengan giat. Seolah dia mencintai pekerjaanya.

"Memangnya apa sih yang membuatmu begitu patuh kepada Devan? Padahal aku juga adalah tuanmu di masa lalu?"

Dia bahkan jauh lebih patuh kepada Devan daripada dirinya sendiri. Mengikuti Fabian bahkan sampai luar negeri.

"Apa yang Devan berikan kepadamu? Harta? Tahta? Wanita? Atau semuanya?"

Itu karena Heri tidak pernah tertarik dengan tawaran Fabian. Sepertinya Devan memberikannya sesuatu yang dulunya Fabian tidak bisa berikan. Fabian yakin akan hal itu. Namun apa itu? Dia tidak tahu dengan jelas.

"Katakanlah. Aku bisa memberimu lebih dari yang kamu bayangkan."

"Kau hanya perlu melepas rantai di kaki ini. Sisanya aku akan mengurusnya sendiri."

"Sebelum Devan kembali. Aku yakin dia tidak akan lama pulang lagi."

Tapi, Heri memang sengaja pura-pura tidak mendengarnya. Fabian merasa kesal sendiri. Lantas apa yang bisa membuat Heri mau terbujuk oleh rayuannya.

Ah, ya. Rayuan!

Fabian menyeringai saat mendapatkan ide tersebut. Kalau marah-marah, pura-pura sedih ataupun menawarkan sesuatu membuatnya tidak bergeming. Fabian yakin cara terakhir akan berhasil. Dia akan menggoda Heri.

"Sayang, kemarilah. Hangatkan ranjang ini."

Heri membeku di tempatnya, Fabian tersenyum puas. Dia kemudian menggoda Heri dengan tubuhnya. Berperilaku centil.

Tapi, Heri malah berlari keluar.

"Tampaknya dia tidak suka pria."

Namun, tidak berlangsung lama, Heri malah datang dengan membawa sepiring nasi dan minuman.

"Hei! Aku tidak sedang nafsu makan. Tapi, kenapa kau membawa ini?"

Heri terus mendorong nampan yang dibawanya kepada Fabian. Fabian sedikit kesal sambil mengerutkan keningnya. Tapi begitu melihat sebuah kertas kecil berada di bawah piring, dia menarik itu. Lalu membacanya. Fabian terdiam sebentar dan melihat Heri diam-diam.

Heri hanya mengedipkan matanya sebagai jawaban.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Second Time |Fabian&Devan|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang