Setelah menutup pintu kamar dengan hati-hati, Andra berniat berjalan menuju ruang tamu untuk menenangkan pikirannya. Namun, langkahnya terhenti ketika ia tiba-tiba dikejutkan oleh kehadiran ibu keenan yang muncul di ujung koridor. Wajah ibu Keenan tampak cemas dan tanpa menunggu lama, ia langsung bertanya,
" Dylan ada di mana? Apa yang terjadi?"
Andra, yang masih merasakan adrenalin dari kejadian sebelumnya, segera mendekati ibu keenan.
" Dylan tadi jatuh, tubuhnya penuh lumpur. Tapi sekarang dia sudah bersama Keenan, sedang ditenangkan," jawab Andra dengan nada pelan, mencoba meredakan kekhawatiran yang tergambar jelas di wajah calon ibu mertuanya.
Tak lama kemudian, ibu desy, yang baru saja datang, juga bergabung dengan mereka. Mendengar penjelasan andra, wajah ibu desy juga berubah cemas
"Apa dylan baik-baik saja? " tanyanya dengan nada khawatir.
Andra mengangguk, berusaha meyakinkan kedua wanita itu " Iya, Dylan tadi memang sempat menangis karena kakinya terluka, tapi sekarang dia bersama keenan di dalam kamar. Keenan sedang menyusui dylan dan sepertinya dia mulai merasa tenang."
Kedua wanita itu, meski masih tampak khawatir, merasa sedikit lega mendengar bahwa dylan berada di tangan yang tepat. Ibu Keenan menghela napas panjang, kemudian mengusap dada dengan tangan gemetar.
"Syukurlah dia sudah bersama keenan. Tidak ada tempat yang lebih aman untuk dylan selain dalam pelukan ibunya."
Ibu Desy, yang berdiri di samping ibu Keenan, ikut tersenyum kecil. Meskipun situasi tadi membuat mereka cemas, mereka kini merasa lebih tenang setelah mengetahui bahwa dylan sedang dalam perawatan penuh kasih dari keenan.
"Anak-anak memang kadang membuat kita panik, tapi yang penting dia sudah aman " kata ibu Desy, mencoba meredakan suasana.
Andra tersenyum tipis, meski pikirannya masih terbayang kejadian tadi. Namun, melihat ketenangan yang mulai kembali pada ibu keenan dan ibu desy, Andra merasa lebih lega. Meskipun situasi tadi penuh kepanikan, semuanya kini berada di bawah kendali, dan dylan dalam pelukan ibunya adalah yang terpenting.
Nazwa, yang tadinya berada di kamarnya dan tidak mendengar kegaduhan di luar, keluar dengan wajah bingung. Saat melihat ibu Keenan, ibu Desy, dan Andra berdiri bersama dengan ekspresi khawatir, dia langsung menghampiri mereka.
"Ada apa? Kenapa semua terlihat cemas?" tanyanya penuh rasa ingin tahu, matanya bergantian menatap mereka.
Andra, yang masih terbayang kejadian sebelumnya, menjawab dengan nada lembut namun tetap terdengar cemas " Dylan tadi jatuh dan tubuhnya penuh lumpur. Kami panik karena dia sempat menangis, tapi sekarang sudah bersama keenan di kamar."
Wajah Nazwa langsung berubah, rasa cemas mulai menguasai dirinya saat mendengar bahwa keponakannya terluka "Apa Dylan baik-baik saja? Dia terluka? " Suaranya bergetar sedikit saat dia membayangkan betapa khawatirnya jika sesuatu terjadi pada anak kecil yang ia sayangi.
Andra tersenyum tipis, mencoba menenangkan nazwa seperti yang baru saja dilakukannya pada ibu keenan dan ibu desy. .
"Iya, tadi memang ada luka kecil di kakinya. Dylan menangis, tapi keenan sedang menyusui dia sekarang. Sepertinya dia sudah mulai tenang."
Mendengar penjelasan tersebut, Nazwa menghela napas panjang, merasakan beban yang sempat menggantung di dadanya perlahan menghilang. Dia merasa lega bahwa dylan, meski sempat terluka, sekarang berada di pelukan keenan, ibunya, tempat di mana dia merasa paling aman.
"Syukurlah... Nazwa tadi di kamar, jadi nggak tahu apa-apa " ucap Nazwa, menenangkan dirinya.
Ibu Keenan dan ibu Desy ikut mengangguk setuju, merasa lega dengan situasi yang mulai terkendali. Nazwa, yang kini lebih tenang, tersenyum kecil.