Lima hari setelah pernikahan yang indah itu, tiba saatnya bagi Andra, Keenan, Dylan, dan anggota keluarga lainnya untuk kembali ke kota. Suasana pagi di kampung terasa berbeda, lebih tenang namun juga sarat dengan perasaan haru. Hari keberangkatan mereka telah tiba, dan kini mereka bersiap-siap untuk meninggalkan kampung halaman Keenan yang telah menjadi saksi kebahagiaan besar dalam hidup mereka.
Di halaman rumah, koper-koper sudah tertata rapi di dekat mobil yang akan membawa mereka ke kota. Udara pagi masih terasa segar, angin sepoi-sepoi menerpa wajah Andra dan Keenan saat mereka berdiri di depan rumah, bersiap untuk berpamitan. Keenan menggenggam tangan Andra dengan erat, keduanya tahu bahwa meninggalkan kampung ini selalu membawa perasaan campur aduk, terutama bagi Keenan yang tumbuh besar di sini.
Ibu Keenan, yang sedari tadi berdiri di dekat pintu, tampak tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Mata tuanya berkaca-kaca, dan tangannya gemetar saat ia meraih Dylan yang tengah berdiri di samping Keenan. Sang nenek memeluk cucunya dengan sangat erat, seolah tidak ingin melepaskannya begitu cepat.
"Nenek pasti akan sangat merindukan adek " bisiknya lembut ke telinga Dylan, yang balas memeluk neneknya dengan manja.
Dylan, dengan senyum polosnya, tampak belum sepenuhnya mengerti arti perpisahan ini. Baginya, kampung ini adalah tempat di mana ia bermain dan berlari bersama teman-teman barunya. Namun, ketika melihat air mata di wajah neneknya, Dylan tahu bahwa mereka akan berpisah untuk sementara waktu.
"Adek nanti datang lagi nenek " ucapnya polos, membuat neneknya tersenyum tipis meskipun hatinya masih berat.
Sementara itu, ayah Keenan, yang lebih tegar namun tak kalah emosional, menghampiri Andra dan Keenan. Ia merangkul keduanya dengan erat. "Jaga diri baik-baik di kota," pesannya kepada keduanya.
"Ingat, kapan pun kalian ingin pulang, rumah ini selalu terbuka untuk kalian." Kata-kata itu terdengar hangat di telinga Andra. Baginya, keluarga Keenan adalah keluarganya juga, dan rumah ini, meski jauh dari kota, telah menjadi tempat di mana ia merasa diterima dan dicintai.
Setelah pelukan itu, giliran Andra yang berpamitan kepada ayah dan ibu Keenan. "Terima kasih atas semuanya, ayah , ibu " ucapnya penuh rasa syukur.
"Kami pasti akan sering-sering pulang."
Di saat itu juga, beberapa tetangga dan penduduk setempat mulai berdatangan. Mereka tahu bahwa hari ini adalah hari keberangkatan keenan dan keluarganya kembali ke kota. Mereka berdiri di pinggir jalan, melambaikan tangan sambil melemparkan senyuman ramah. Anak-anak yang kemarin bermain bersama Dylan pun berlari-lari kecil di sekitar, melambai dengan riang meskipun ada rasa sedih di wajah mereka. "Sampai jumpa lagi, Dylan!" teriak beberapa anak, berharap mereka bisa segera bertemu lagi.
Dylan, yang kini berada di gendongan ayahnya membalas lambaian tangan itu dengan semangat. "Dadah! Sampai ketemu lagi!" serunya. Meskipun ia tampak senang melambaikan tangan kepada teman-temannya, ada sedikit kebingungan di matanya. Ia belum sepenuhnya mengerti bahwa perpisahan ini mungkin akan berlangsung cukup lama.
Di antara kerumunan, Desy dan Nazwa juga berdiri, tersenyum sembari memandang keluarga kecil itu. Mereka sudah menjadi bagian penting dari kehidupan Andra dan Keenan, selalu siap membantu dan mendukung di setiap langkah. Mereka tahu bahwa perjalanan ini bukanlah akhir, tetapi bagian dari cerita panjang yang masih terus berjalan.
Keenan, dengan mata yang sedikit basah, melambaikan tangan kepada semua orang yang hadir " Kami akan sering pulang, jangan khawatir " katanya dengan suara yang sedikit bergetar. Andra merangkul bahu keenan, memberinya dukungan dalam perpisahan yang penuh emosi ini.
Sebelum mereka benar-benar masuk ke mobil, ayah keenan kembali menghampiri dan menepuk bahu Andra. "Hati-hati di jalan, Andra. Jangan lupa untuk sering-sering menelepon kami " katanya dengan nada yang bijaksana namun tegas. Andra mengangguk, memastikan bahwa ikatan dengan keluarga ini akan tetap kuat meski mereka berada jauh di kota.