Di ruang tamu yang remang-remang, hanya di temani cahaya lampu meja yang hangat, Andra dan keenan duduk di sofa yang empuk. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang lima belas menit, dan suasana rumah begitu tenang setelah mereka mengantar dylan ke kamarnya. Si kecil itu sudah tertidur lelap saat menonton televisi, sehingga andra dan keenan bisa menikmati momen kebersamaan mereka tanpa gangguan. Keenan duduk menyandarkan tubuhnya ke andra, bersandar di bahu suaminya sambil memainkan jemari tangannya di atas paha andra. Ada senyum kecil yang bermain di bibirnya, tatapan matanya menatap andra penuh godaan, seakan-akan ia sedang merencanakan sesuatu. Andra yang duduk dengan lengan melingkari bahu istrinya, juga tersenyum geli, menyadari tingkah iseng keenan yang tak jarang membuatnya susah menahan diri.
" Kenapa senyummu begitu, hmm ? " Tanya andra dengan suara pelan, namun ada ketegangan di balik nadanya.
Keenan hanya mengangkat bahunya pelan, menoleh ke andra dengan tatapan yang lebih dalam, matanya yang berbinar seakan menantang " kenapa? aku gak boleh tersenyum ke suamiku sendiri ? " Jawabnya lembut penuh arti.
Andra terkekeh, tapi tatapan di matanya berubah menjadi lebih serius. Tangan keenan yang tadinya berada di atas pahanya sekarang bergerak lebih dekat, dan ini jelas membuat andra merasa sedikit tak tenang " kamu tau senyummu selalu berbahaya" gumam andra, suaranya sedikit lebih rendah dari biasanya.
Keenan menggeser duduknya sedikit, semakin mendekat ke andra. Hembusan nafasnya hangat di leher suaminya dan jemarinya kini mulai naik ke dada andra dan malam ini ia jelas sedang memainkan perannya dengan sangat baik.
" Masa sih ? " bisik keenan, hampir tak terdengar tapi jelas memiliki pengaruh yang besar pada andra.
Andra menelan ludah, seakan berusaha menahan diri, tapi sentuhan lembut dari keenan dan aroma manis dari tubuh istrinya yang berada begitu dekat membuatnya kehilangan kendali perlahan. Ia memiringkan wajahnya, mendekati bibir keenan dan tanpa pikir panjang lagi ia mencium istrinya dengan lembut namun penuh hasrat. Bibir mereka saling menyatu dalam keheningan malam, menciptakan percikan api yang hanya mereka berdua yang bisa rasakan.
Keenan membalas ciuman andra dengan penuh kehangatan, kedua tangannya kini melingkar di leher andra, semakin menarik suaminya mendekat. Momen itu begitu intim, begitu dalam, seolah-olah mereka saling melebur menjadi satu di ruang tamu yang hening. Suara detak jam di dinding adalah satu-satunya yang terdengar selain nafas mereka yang semakin berat.
" Jangan terlalu lama menggoda aku keenan"gumam andra di atas ciuman mereka, tangannya kini mengelus pinggang istrinya " nanti aku benar-benar gak bisa menahan diri "
Keenan tersenyum di sela-sela ciuman mereka,senyum yang nakal namun penuh cinta " aku suka saat kamu tidak bisa menahan diri " bisiknya kembali, suaranya begitu manis, namun memiliki daya pikat yang tak bisa andra abaikan.
Malam itu, mereka tidak memedulikan apa-apa selain kebersamaan mereka. Meskipun mereka tau Nazwa akan segera pulang, ada perasaan bahwa momen ini adalah milik mereka berdua saja. Andra dengan lembut mendorong tubuh keenan ke sofa, seolah ingin mengukung nya di dalam pelukannya, tak membiarkan keenan pergi kemanapun. Tapi keenan, seperti biasa, selalu tau cara bermain dengan perasaan andra.
" Kamu gak takut kalau Nazwa tiba-tiba pulang ? " Tanya keenan sambil terkikik pelan, menggodanya.
Andra hanya tersenyum kecil lalu mendekatkan bibirnya ke telinga keenan, berbisik pelan namun penuh makna " Nazwa masih ada waktu lima belas menit, itu cukup buatku. "
Keenan tertawa kecil, memukul pelan dada suaminya dengan manja, tapi kemudian ia membiarkan dirinya kembali di tarik ke dalam pelukan andra. Momen keintiman mereka terasa lebih kuat, dan di ruang tamu itu, mereka seperti terjebak dalam gelembung kebahagiaan yang hanya mereka berdua yang bisa rasakan. Namun, di tengah keheningan itu, andra tidak pernah lupa pada tanggung jawabnya. Meskipun saat ini ia sedang menikmati waktu bersama istrinya, andra tetap memasang telinga, menunggu deru suara mobil yang mungkin datang kapan saja. Karena bagaimanapun juga, ia tetap seorang kakak yang tegas, yang selalu memastikan adik perempuannya pulang dengan selamat, tepat waktu.
Tapi untuk saat ini, Andra dan keenan tenggelam dalam dunia mereka sendiri, menikmati setiap detik kebersamaan mereka sebelum rutinitas kehidupan kembali memanggil mereka keesokan harinya. Bagi mereka, malam ini adalah milik mereka,sebuah momen dimana cinta dan gairah bercampur menjadi satu, memperkuat ikatan yang sudah begitu dalam di antara mereka.
Di luar rumah, angin malam bertiup lembut, membawa aroma sejuk yang menyelimuti suasana tenang di sekitar. Lampu depan rumah menyala terang, menerangi jalan kecil di depan pintu. Nazwa melambaikan tangan pada teman-temannya yang sudah mulai menjauh dengan mobil mereka. Malam itu berjalan menyenangkan baginya, penuh tawa dan canda bersama teman-temannya. Setelah mobil teman-temannya menghilang di tikungan, Nazwa menghela napas lega, merasa siap untuk kembali ke rumah.
Ia melangkah mendekati pintu depan, mengetuknya perlahan sambil menunggu seseorang membukakan pintu. Ketika pintu itu terbuka, Nazwa tersenyum hangat melihat sosok keenan berdiri di sana, menyambutnya. Namun, senyum di wajahnya segera berubah menjadi ekspresi terkejut saat ia melihat keenan yang tampak santai dengan baju yang terbuka, menampilkan tubuhnya. Ada keheningan sejenak, dan Nazwa merasakan suasana canggung menyelimutinya. Pikirannya berputar cepat, seolah ia bisa menebak apa yang baru saja terjadi sebelum ia tiba.
"Eh... Kak keenan..." Nazwa berusaha tersenyum canggung, mengalihkan pandangannya dan cepat-cepat melangkah masuk ke rumah. Matanya sekilas menangkap bayangan Andra yang duduk di sofa, dan Nazwa semakin merasa salah tingkah. Ia berjalan melewati saudaranya itu dengan langkah terburu-buru, menundukkan kepala sambil tersenyum malu.
“ Udah pulang, Naz?” tanya Andra santai, matanya sedikit mengamati adiknya yang tampak berusaha untuk tidak terlalu mencolok.
“ Iya, bang ” jawab Nazwa pelan, senyumnya canggung. Ia tak berani menatap andra terlalu lama dan langsung mempercepat langkah menuju tangga, takut mengganggu momen yang mungkin sedang terjadi antara abang dan kakaknya. Suara langkahnya yang cepat terdengar menggema saat ia bergegas naik ke lantai atas, berharap bisa menghilang dari pandangan mereka secepat mungkin.
Begitu Nazwa menghilang di balik tangga, Keenan yang masih berdiri di dekat pintu hanya tersenyum kecil. Ia menutup pintu dengan lembut, memastikan kunci pintu terpasang rapat. Setelah selesai, Keenan menghela napas pelan, seolah merasa lega karena momen canggung itu berlalu dengan cepat. Matanya kemudian beralih ke Andra, yang masih duduk di sofa dengan tatapan jahil terpancar dari matanya.
“Kamu tadi lihat nggak? Dia canggung banget ” ujar Keenan dengan senyum nakal, menghampiri Andra yang kini sudah bangkit berdiri. Tangannya segera meraih tangan Andra, menariknya lembut.
Andra tertawa kecil “Dia pasti tahu apa yang kita lakukan ” balasnya dengan nada menggoda, matanya memandang lekat pada istrinya.
Keenan hanya tersenyum manis, dan tanpa banyak bicara, ia menarik tangan Andra lebih kuat, mengajaknya menuju tangga. Dengan perlahan, mereka berjalan naik ke lantai atas, menuju kamar mereka. Keenan tidak melepas genggaman tangannya, bahkan saat mereka sudah sampai di depan pintu kamar, ada sesuatu dalam suasana malam itu yang membuat mereka saling tersenyum penuh arti.
Begitu pintu kamar tertutup rapat di belakang mereka, suasana di dalam kamar menjadi lebih intim. Cahaya lampu tidur yang redup menerangi sudut ruangan, menciptakan atmosfer yang menenangkan namun juga penuh gairah. Keenan, yang tadi sudah membuka sebagian bajunya, melangkah mendekat ke ranjang, sementara Andra menyusul di belakangnya.
Malam itu, tak ada yang perlu mereka bicarakan. Hanya ada kehangatan dan rasa cinta yang menyelimuti, membawa mereka kembali pada momen-momen di mana hanya mereka berdua yang ada di dunia ini. Sambil tersenyum lembut, Keenan menatap Andra, dan tanpa kata-kata, ia tahu bahwa malam ini akan menjadi milik mereka berdua sepenuhnya.