Lima puluh tiga

230 26 2
                                    

Beberapa hari setelah pernikahan Desy dan Andi, suasana kembali tenang. Orangtua Keenan, yang telah menikmati kebersamaan dengan keluarga selama beberapa waktu, kini bersiap untuk kembali ke kampung halaman mereka. Dengan hati-hati, Keenan dan Andra mengantarkan mereka ke stasiun, memberi salam perpisahan dengan pelukan hangat dan senyum yang penuh arti. Ibu Keenan sempat menatap Dylan sebelum naik ke kereta, memeluknya sekali lagi dengan lembut. "Jaga diri baik-baik ya dek, jaga mommy juga. Nenek dan kakek pasti rindu " ucapnya. Dylan mengangguk pelan, meskipun terlihat agak berat melepaskan mereka.

Setelah kepulangan orangtua Keenan, kehidupan keluarga pun kembali ke rutinitas sehari-hari. Andra, seperti biasa, berangkat pagi-pagi menuju kantor, menjalani tanggung jawab pekerjaannya yang padat. Sementara itu, Dylan, dengan tas kecil di punggungnya, tampak ceria saat menuju sekolah. Ia selalu antusias setiap pagi, bersemangat untuk bertemu teman-temannya dan belajar hal-hal baru.

Nazwa, adik ipar keenan yang penuh dedikasi, juga tak mau ketinggalan. Setiap hari, ia pergi ke tempat les untuk mengajar anak-anak, berbagi ilmu dan kasih sayang kepada murid-muridnya yang selalu menanti kehadirannya. Rumah les selalu dipenuhi keceriaan dari anak-anak yang datang, dan nazwa menikmati setiap momennya, merasa bangga bisa berperan dalam pendidikan mereka.

Sementara itu, desy dan andi, yang baru saja mengikat janji suci pernikahan, memutuskan untuk menikmati waktu mereka dengan berlibur ke luar negeri. Mereka pergi meninggalkan kesibukan sehari-hari, memilih destinasi indah yang jauh dari rutinitas untuk merayakan awal baru dalam hidup mereka sebagai pasangan suami istri. Keenan sempat menerima pesan dari desy yang mengirimkan foto-foto pemandangan luar negeri yang menakjubkan. "Liburan ini sangat indah! Kamu dan Andra harus ke sini suatu hari nanti " tulis desy penuh semangat.

Di rumah, ibu desy memilih untuk tinggal sendiri sementara desy dan andi berlibur. Ia menikmati waktu untuk beristirahat di rumah yang kini lebih sepi. Sesekali ia mengunjungi keenan dan dylan untuk sekadar mengobrol atau makan siang bersama. Keenan, yang selalu perhatian, sering memastikan bahwa ibu desy merasa nyaman selama desy dan andi pergi.

Hari-hari berlalu dengan damai. Keenan melanjutkan aktivitasnya di rumah, menjaga segala sesuatunya tetap teratur. Kadang, ia merenung sejenak di sore hari, memandangi foto-foto dari pernikahan desy yang tersimpan di ponselnya, tersenyum mengingat kebahagiaan yang terpancar dari wajah semua orang di hari itu.

Dengan semua orang kembali ke aktivitas masing-masing, hidup berjalan seperti biasanya, namun tetap dihiasi oleh kenangan indah dari pernikahan yang baru saja berlangsung.

-

-

Sore itu, Keenan sedang duduk santai di ruang tengah sambil memandangi foto-foto pernikahan Desy dan Andi yang tersimpan di ponselnya. Senyum kecil tersungging di wajahnya, mengenang momen-momen bahagia yang telah mereka lalui bersama. Tiba-tiba, suara kecil yang lembut terdengar, memecah keheningan.

"Mommy " panggil dylan sambil berjalan ke arah keenan dengan buku PR di tangannya. Ia terlihat serius, meski tetap membawa aura kekanak-kanakan yang menggemaskan. Dylan berhenti di depan keenan, lalu dengan lincah duduk di lantai, menempatkan bukunya di atas meja sofa.

Keenan memandang putranya dengan penuh cinta, lalu menurunkan ponselnya dan mengambil buku PR tersebut. "Apa yang perlu mommy bantu dek?" tanyanya sambil membelai lembut rambut dylan. Anak itu menunjuk soal yang ada di bukunya, dan keenan segera memahami tugas yang perlu diselesaikan.

Keenan mulai mengajari dylan cara menyelesaikan soal dengan sabar. Tangannya perlahan menuntun dylan menulis di buku, sementara suaranya terdengar lembut menjelaskan langkah demi langkah. Dylan, meskipun masih kecil, tampak berusaha keras memahami setiap kata yang keluar dari mulut ibunya, wajahnya penuh konsentrasi.

Di luar, suasana sore begitu tenang. Matahari yang mulai meredup menyebarkan sinar lembutnya di halaman depan rumah, menciptakan bayangan yang indah di sepanjang jalan. Saat itulah, suara langkah kaki terdengar mendekat di luar rumah.

Andra dan nazwa, yang kebetulan baru saja pulang dari aktivitas mereka, tiba di depan rumah secara bersamaan. Mereka saling bertukar senyum dan sapaan singkat sebelum sama-sama masuk ke dalam rumah. Pintu terbuka dan andra serta nazwa melangkah masuk ke ruang tamu, di mana mereka mendapati pemandangan yang hangat keenan dan dylan yang sedang asyik belajar bersama.

Andra berhenti sejenak, mengamati dengan senyum bangga, sementara nazwa bergabung di sampingnya. "Lihat mereka " gumam andra dengan nada lembut

Nazwa tersenyum, menyadari betapa harmonisnya keluarga ini. Mereka tak ingin mengganggu, hanya menikmati momen kebersamaan yang indah itu dari kejauhan, sebelum akhirnya bergabung dengan keenan dan dylan di ruang tengah.

Keenan tengah fokus mengajari dylan menyelesaikan tugas sekolahnya. Tiba-tiba, Andra, yang baru saja masuk, melemparkan diri dengan manja ke atas sofa, lalu dengan santai merebahkan kepalanya di atas pangkuan Keenan.

“Selamat sore sayang ” seru Andra dengan nada ceria. Keenan melirik sekilas ke arahnya, tersenyum lembut, dan kemudian kembali fokus pada dylan, yang masih sibuk dengan tugasnya. Di samping, Nazwa sudah duduk di sofa tunggal, membuka ponselnya sambil menikmati pemandangan keluarga kecil yang terlihat begitu harmonis dan penuh kasih sayang.

Keenan, tanpa sadar, mulai mengelus rambut andra yang berada di pangkuannya. Sentuhan lembut itu membuat andra merasa nyaman, matanya terpejam menikmati momen tersebut. Namun, kenyamanan itu tak berlangsung lama. Andra tiba-tiba berbalik, menatap perut rata keenan dengan senyum jahil. Sebelum keenan sempat bertanya apa yang ia lakukan, Andra menyingkap sedikit baju keenan dan mencium perutnya dengan penuh kasih sayang.

“Jangan dicium, geli ” kata Keenan sambil tertawa kecil, mencoba menahan tawa saat merasa geli dengan ciuman lembut andra. Meskipun keenan mencoba menghindar, Andra tetap saja mencium perutnya berkali-kali, tak peduli dengan protes manja istrinya.

Dylan, yang sedang serius mengerjakan PR, sempat menoleh dengan ekspresi bingung melihat tingkah laku ayahnya. "Papa aneh deh " katanya polos, namun keenan dan andra hanya tertawa mendengar komentar anak mereka. Keenan pun mengelus rambut andra lebih lembut lagi, sementara Dylan kembali fokus pada bukunya.

Di sofa tunggal, Nazwa tertawa pelan melihat interaksi lucu tersebut. Sambil tetap memperhatikan ponselnya, ia tak bisa menahan senyum menyaksikan betapa mesra dan bahagianya hubungan antara andra dan keenan.

Namun kenyamanan sore itu seketika berubah saat keenan tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh di perutnya. Seperti diaduk-aduk, rasa mual yang tiba-tiba datang membuatnya refleks menepuk bahu andra. “Bangun andra” katanya dengan suara lemah. Andra pun segera bangkit dan keenan berdiri, lalu berlari ke belakang menuju kamar mandi.

Tanpa perlu bertanya lebih lanjut, Andra tahu apa yang sedang terjadi. Ia mendengar suara muntah dari arah toilet, hatinya langsung dipenuhi kekhawatiran. “Sayang!” panggil andra dengan nada panik, segera menyusul keenan ke kamar mandi. Nazwa dan dylan yang menyaksikan kejadian itu, juga ikut bangkit dari tempat duduk mereka, khawatir dengan kondisi keenan.

Saat andra masuk ke kamar mandi, ia menemukan Keenan berlutut di depan wastafel, terlihat lemah dan pucat. Ia dengan cepat mendekati istrinya, memegangi bahunya dengan penuh perhatian. "Sayang, kamu nggak papa?" tanyanya lembut, sementara Keenan hanya bisa menggeleng pelan, menahan rasa mual yang masih tersisa.

Andra mengusap punggung Keenan dengan lembut, mencoba memberinya rasa nyaman meskipun hatinya diliputi kecemasan. “Kita ke dokter aja ya sayang. Udah sering kamu begini, aku nggak mau ambil risiko,” ucapnya penuh kekhawatiran.

Keenan mengangguk lemah, masih berusaha menenangkan dirinya setelah muntah. Sesaat kemudian, Nazwa dan dylan datang berdiri di pintu kamar mandi, wajah mereka sama-sama dipenuhi kekhawatiran. Dylan, yang masih kecil, tak tahu harus berbuat apa selain menatap ibunya dengan ekspresi cemas. “Mommy kenapa? Adek takut...” ujarnya dengan suara kecil.

Keenan tersenyum samar, mencoba menenangkan putranya. “Mommy nggak papa dek. Cuma sedikit nggak enak badan ” jawabnya meskipun suaranya terdengar lemah.

Andra memutuskan untuk membawa keenan ke dokter setelah keenan merasa sedikit lebih baik. Dalam hatinya, ia tahu bahwa ini bukan sekadar mual biasa. Kekhawatiran terus melingkupi andra, namun ia tetap berusaha tenang di depan keenan dan dylan serta nazwa, menjaga agar suasana tetap terkendali.

DYLAN KALERIC PARAMUDYA [ BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang