Siang itu, sinar matahari yang hangat menembus jendela rumah, menciptakan suasana nyaman di ruang tengah. keenan baru saja selesai memasak di dapur, dan kini ia menikmati waktu santainya di sofa. Di pangkuannya ada toples cemilan favorit, sementara matanya fokus menonton video di YouTube yang diputar dari ponselnya. keenan sesekali tertawa kecil melihat video yang lucu, benar-benar menikmati ketenangan siang itu setelah rutinitas pagi yang cukup sibuk.
Namun, ketenangannya mendadak terganggu ketika suara ketukan terdengar dari pintu depan. Awalnya, keenan mengabaikannya, berpikir mungkin hanya suara dari luar, tapi suara ketukan itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas dan berirama. Dengan sedikit malas, keenan menggeser toples dari pangkuannya dan meletakkannya di meja samping. Ia bangkit dari sofa, berjalan perlahan menuju pintu, masih tak terlalu memikirkan siapa yang mungkin datang di tengah hari seperti ini.
Saat keenan membuka pintu, senyuman ramahnya seketika memudar, tergantikan oleh ekspresi kaget dan sedikit tegang. Di hadapannya berdiri Fazia, mantan istri Andra dan ibu kandung Dylan. Wajah Fazia terlihat tegas namun tidak memancarkan senyum. keenan terdiam sejenak, mencoba mencerna situasi yang tiba-tiba berubah ini. Jantungnya berdegup lebih cepat, tak menyangka akan bertemu dengan Fazia di depan pintunya.
" keenan..." suara Fazia terdengar rendah namun penuh makna, seolah sudah mempersiapkan banyak kata-kata sebelum datang ke rumah ini.
Keenan berusaha menjaga ketenangannya meski hatinya sedikit berdebar. "Fazia... kamu di sini?" tanyanya, suaranya terdengar terkejut namun sopan, sambil tetap memegang gagang pintu. Ia tahu ini mungkin bukan pertemuan yang mudah, apalagi mengingat masa lalu yang menghubungkan mereka.
"Iya, aku perlu bicara " jawab Fazia singkat, namun nadanya tak terlalu mengancam, lebih seperti seseorang yang sedang ingin menyelesaikan sesuatu yang penting.
keenan tak tahu harus berkata apa untuk sesaat. Banyak pertanyaan muncul di benaknya. Apa yang fazia inginkan? Apakah ini tentang dylan? Atau tentang andra?
Keenan menganggukkan kepala perlahan, tanpa berkata apa-apa dan mempersilakan fazia masuk ke dalam rumah. Suasana terasa tegang di antara mereka, meski keenan berusaha tetap tenang. Fazia melangkah masuk dengan anggun, seolah tempat ini tidak asing baginya. keenan menunjukkan sofa di ruang tamu, tempat Fazia akhirnya duduk. Hening menyelimuti sejenak, hanya terdengar suara langkah kaki keenan yang mendekat sebelum ia duduk berhadapan dengan fazia.
Fazia menatap keenan dengan pandangan yang sulit diartikan. Tiga tahun telah berlalu sejak pertemuan terakhir mereka. Dulu, sebelum fazia pergi ke luar negara, ia sempat bertemu dengan keenan. Namun, kini situasinya sangat berbeda. Keenan bukan lagi sosok asing yang pernah ia temui sekilas di rumah itu, melainkan ibu baru dylan, orang yang merawat anaknya selama tiga tahun terakhir.
Pikiran Fazia berputar kembali ke saat-saat sebelum ia pergi. Saat itu, ia tak pernah menyangka bahwa Keenan, orang yang pernah ia ajak bicara di depan rumah les anak-anak, kini menjadi bagian dari keluarga andra. Rasanya aneh dan mengejutkan, bahkan menyakitkan sedikit, melihat kenyataan itu terwujud. Fazia teringat bagaimana obrolan singkat mereka dulu hanyalah percakapan ringan, tanpa tahu bahwa nasib mereka akan bertukar dengan cara yang begitu tak terduga.
" Keenan... sudah lama sekali " ucap fazia akhirnya, suaranya tenang namun terdengar sarat dengan beban. keenan mengangguk pelan, tak banyak bicara, memilih untuk mendengarkan. Ia bisa merasakan bahwa Fazia punya banyak hal untuk disampaikan dan keenan tak ingin terburu-buru memotong pembicaraan.
"Ya, sudah tiga tahun " jawab keenan dengan nada lembut, meski hatinya masih terjaga penuh waspada. "Apa yang membawamu kembali fazia?"
Fazia menghela napas, matanya sedikit memicing seolah mencoba mencari kata-kata yang tepat. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tapi ia tahu ini bukan pembicaraan yang mudah. Kembali ke kehidupan yang ia tinggalkan, menghadapi kenyataan bahwa dylan sudah tumbuh tanpa dirinya, bukanlah sesuatu yang bisa ia hadapi dengan ringan.