Hari ini adalah hari pertama dylan menikmati libur kenaikan kelas. Tanpa harus memikirkan tugas sekolah, ia bisa menghabiskan waktu seharian bersama keluarganya. Yang membuat hari-hari ini semakin istimewa bagi dylan adalah kehamilan ibunya, Keenan. Sejak tahu bahwa ia akan menjadi seorang abang, Dylan selalu berusaha menjaga ibunya, terutama saat ayahnya, Andra, sedang pergi bekerja.
Di pagi yang cerah ini, Dylan dan keenan duduk santai di halaman belakang rumah. Beberapa hari yang lalu, Keenan sempat meminta andra untuk membelikan beberapa ekor kelinci agar bisa dipelihara di rumah. Kini, halaman belakang rumah mereka dipenuhi dengan kelinci-kelinci yang bermain bebas di rerumputan. Suasana terasa begitu damai, ditambah kicauan burung dan suara riang dylan yang tampak sibuk memberi makan kelinci-kelinci tersebut.
Dylan dengan serius menaburkan sayuran di depan kelinci-kelinci itu, sambil sesekali berbicara kepada mereka seolah-olah mereka bisa mengerti ucapannya. "Ayo makan, jangan lari-lari terus!" katanya dengan nada setengah memerintah. Namun, kelinci-kelinci kecil itu tak menggubrisnya dan justru melompat ke sana ke mari, membuat dylan harus berlari-lari mengejar mereka.
Keenan, yang menyaksikan tingkah laku putranya dari bangku taman, tak bisa menahan tawa. Melihat dylan berusaha bicara dan memarahi kelinci-kelinci itu setiap kali mereka berlarian, sungguh menggemaskan. Keenan tersenyum sambil mengelus perutnya yang semakin membesar, menikmati kebersamaan sederhana namun penuh kasih sayang antara dirinya dan dylan.
"Jangan lari-lari, dengerin dylan ya!" kata dylan sambil mengejar seekor kelinci yang melompat jauh dari tempatnya. Keenan tertawa lagi, kali ini lebih keras, menyaksikan bagaimana dylan yang begitu bersemangat mengurus kelinci-kelinci itu meskipun mereka terus berlarian tak menentu.
Matahari pagi yang hangat, tawa keenan, dan suara riang dylan yang penuh antusias menciptakan suasana yang sempurna. Di antara canda dan tawa, Dylan tanpa sadar sudah menjalankan perannya sebagai calon abang dengan baik, selalu ingin menjaga dan melindungi apa yang ia sayangi, termasuk kelinci-kelincinya yang nakal.
"Hei, jangan jauh-jauh!" teriak dylan tiba-tiba, ketika salah satu kelinci melompat menjauh dari kumpulan kelinci lainnya. Tanpa pikir panjang, Dylan berlari mengejarnya dengan semangat, sementara keenan hanya bisa tersenyum dari jauh. Alih-alih menghentikan dylan, Keenan malah mengeluarkan ponselnya dan mulai merekam aksi putranya yang tengah kejar-kejaran dengan kelinci itu. Suara tawa keenan tak bisa ia tahan lagi, semakin kencang tiap kali dylan hampir menangkap kelinci, meski di dalam tawa itu juga terselip sedikit kekhawatiran "Hati-hati bang!" serunya, mencoba mengingatkan.
Namun dylan, yang sedang tenggelam dalam keseruan mengejar kelinci, hanya menjawab dengan nada kesal, "Mommy, kelincinya nakal!" Ia akhirnya berhasil menangkap kelinci kecil itu dan dengan penuh kasih sayang mulai mengusapnya lembut. Setelah puas, Dylan menurunkan kelinci itu kembali ke tanah, lalu menyodorkan beberapa sayuran untuk dimakan.
Dari pintu belakang, Nazwa muncul, membawa iPad dan sepiring buah yang sudah dikupas dan dipotong rapi. Ia mendekat dengan langkah tenang, menghampiri keenan dan dylan yang duduk di halaman. Nazwa ikut duduk di sebelah keenan, meletakkan iPad di pangkuannya dan menawarkan buah pada keenan. Kemudian, matanya tertuju pada dylan yang masih sibuk dengan kelinci-kelincinya. Sambil tersenyum lebar, Nazwa ikut tertawa, tak bisa menahan geli melihat dylan yang berkali-kali berusaha bicara pada kelinci-kelincinya seolah mereka bisa mendengarnya.
"Kenapa kelincinya dimarahin bang?" tanya Nazwa dengan nada menggoda, sambil menyuap sepotong buah. Dylan menoleh cepat, lalu menjawab dengan polos, "Karena mereka gak mau diam oti "
Keenan dan nazwa saling pandang dan tertawa lagi, terhibur oleh kepolosan dylan yang begitu tulus. Mereka menikmati momen sederhana ini, duduk di halaman ditemani oleh kelinci-kelinci yang berlarian dan dylan yang penuh energi dengan setiap gerakannya. Hawa sejuk dan suara tawa mengisi suasana pagi itu, menjadikan hari-hari libur ini terasa lebih hangat dan penuh kebahagiaan bersama keluarga.
-
-Di ruang kantor yang sepi, Andra duduk bersantai di kursinya, menikmati momen tenang di tengah pekerjaannya. Di layar ponselnya, video yang baru saja dikirim Keenan mulai diputar. Dalam video itu, Dylan berlarian di halaman belakang, sibuk mengejar kelinci-kelinci yang berlarian ke sana kemari, sementara tawa keenan terdengar begitu lepas di latar belakang. Andra tersenyum lebar, lalu tanpa sadar ikut tertawa, merasakan kehangatan yang terpancar dari momen itu.
Raut wajah dylan yang kesal karena kelinci tak mau diam membuat andra gemas, hingga tawa tak henti-hentinya keluar dari bibirnya. Suara riang keenan yang menggema dari video membuatnya merasa lebih damai, seolah semua beban pekerjaannya menguap begitu saja. Andra berhenti sejenak dari pekerjaannya, menatap layar ponsel dengan penuh cinta, menikmati setiap detik yang terekam dalam video itu.
Hatinya benar-benar terasa hangat saat melihat betapa cerianya dylan, dan suara tawa keenan menambah kebahagiaan yang menyelimuti hatinya. Andra sangat mencintai mereka berdua, keenan dan dylan adalah pusat dunianya. Mereka adalah cahaya dalam hidupnya, yang selalu membuatnya merasa lengkap dan bahagia, meskipun terkadang harus jauh dari rumah karena pekerjaan.
Sambil tersenyum, Andra memutar ulang video itu, ingin menikmati momen kebahagiaan keluarganya sekali lagi. "Aku benar-benar beruntung," pikirnya dalam hati. Tawa mereka adalah musik yang paling indah baginya, dan cinta yang mereka bagikan adalah harta yang tak ternilai. Di ruang kantor itu, meski jauh dari rumah, Andra merasa begitu dekat dengan keluarganya merasakan cinta yang selalu ada, meskipun jarak memisahkan.