Lima puluh enam

245 22 0
                                    

Dua hari setelah kepulangan desy dan andi dari bulan madu mereka, Desy langsung menuju rumah sahabatnya, Keenan. Dengan semangat yang menggebu, Desy membawa bingkisan di tangannya, berlari kecil menuju teras di mana keenan sedang duduk menikmati angin sore. Keenan yang kini sudah jauh lebih baik, tersenyum melihat kedatangan sahabatnya.

“Keenan!” seru Desy dengan penuh kegembiraan, sambil langsung memeluk keenan erat. Keenan, yang tak menyangka desy akan seantusias itu, membalas pelukan sahabatnya meski merasa sedikit terkejut.

“Aku bahagia sekali keenan!” pekik desy, suaranya yang ceria hampir membuat keenan terpaksa menjauhkan telinganya.

“Iya desy, hati-hati, nanti kita bisa jatuh ” ujar keenan, sedikit tertawa, mencoba menenangkan sahabatnya yang tampaknya lupa akan kondisinya. Desy pun cepat-cepat melepas pelukan, menyadari bahwa keenan masih belum boleh berdiri terlalu lama.

“Oh iya! Maaf, aku terlalu senang!” kata Desy sambil tertawa kecil. “Ayo kita duduk.”

Keduanya lalu duduk di bangku teras, menikmati momen kebersamaan mereka setelah beberapa hari terpisah. Desy tak henti-hentinya menceritakan kegembiraannya selama bulan madu, sementara keenan mendengarkan dengan senyum hangat di wajahnya, bahagia karena sahabatnya telah kembali dengan begitu banyak cerita indah.

Desy akhirnya berhenti bercerita, dan dengan napas yang lebih tenang, ia menatap Keenan dengan senyum lembut. "Bagaimana kabarmu kee? Kandunganmu baik-baik saja kan?" tanyanya penuh perhatian. Keenan mengangguk, membalas senyumnya dengan tenang, memberi isyarat bahwa semuanya baik-baik saja.

Mendengar itu, Desy merasa lega. Senyumnya kembali melebar, namun matanya perlahan berkaca-kaca. Tanpa berkata apa-apa lagi, Desy tiba-tiba memeluk keenan erat, air matanya mulai menetes, namun kali ini bukan air mata kesedihan.

"Hiks... aku bahagia sekali " Desy terisak, suaranya terdengar penuh emosional. Keenan, yang selalu lembut, hanya tersenyum sambil mengusap punggung sahabatnya dengan perlahan, berusaha menenangkan. "Terima kasih desy " ucap keenan dengan suara pelan namun tulus.

Desy melepas pelukan, mengusap air matanya dengan punggung tangan " Kamu tau, saat aku dapat kabar kamu hamil, aku sampai nggak tau harus bereaksi gimana. Andi sampai bingung gimana cara nenangin aku, karena aku terus nangis " ungkap desy sambil tersenyum di antara air matanya. "Aku nangis bukan karena sedih, tapi karena bahagia."

Desy menghapus sisa air matanya, lalu menatap keenan dengan tatapan yang penuh makna. "Kamu tau kee, kamu sahabat satu-satunya buat aku. Aku benar-benar bahagia."

Keenan mendengarkan dengan sabar, matanya penuh kasih sayang. Dengan lembut, ia mengusap air mata yang masih tersisa di pipi desy, kemudian berkata, "Terima kasih karena sampai detik ini masih tetap mau jadi sahabatku. Semoga kebahagiaan yang aku rasa bisa mengalir ke dalam hidupmu juga."

Kata-kata keenan membuat desy semakin terharu. Mereka saling tersenyum dalam keheningan yang manis, dua sahabat yang saling mendukung di setiap fase kehidupan, baik di saat suka maupun duka.

Desy tiba-tiba tersadar, seolah mengingat sesuatu yang terlupakan. “Oh iya, aku sampai lupa ” katanya sambil meraih bingkisan yang sedari tadi ia bawa, lalu meletakkannya di atas meja. “Ini oleh-oleh buat kalian,” lanjutnya dengan senyum yang tulus.

Keenan menerima bingkisan itu dengan senyum lembut. “Terima kasih desy ” ucapnya penuh syukur. Desy hanya mengangguk, senyumnya tetap terpancar.

Setelah beberapa saat, Desy mengedarkan pandangannya ke dalam rumah, seolah mencari sesuatu. “Di mana dylan?” tanyanya penasaran.

Keenan tersenyum lagi dan menjawab “ Dia ikut andra keluar. Aku tiba-tiba ingin makan bubur jagung, jadi mereka pergi membelinya. Mungkin sebentar lagi mereka pulang.”

Desy mengangguk paham, dan kemudian melanjutkan pertanyaannya, “Kalau Nazwa?”

Keenan menoleh sejenak ke arah dalam rumah, lalu menjawab dengan santai “Dia di kamarnya.”

Desy menghela napas lega, merasa tenang berada di tengah-tengah keluarga sahabatnya. Setelah itu, mereka kembali berbincang hangat di teras rumah. di bawah naungan langit yang cerah, mereka menunggu andra dan dylan pulang dengan bubur jagung yang keenan dambakan. Suasana terasa damai, persahabatan mereka makin terasa kuat, terikat oleh kehangatan dan kebahagiaan yang mereka rasakan bersama.

Tak lama kemudian, suara mobil terdengar mendekat, menandakan andra dan dylan telah kembali. Saat pintu mobil terbuka, Dylan turun dengan semangat, wajahnya berbinar-binar ketika melihat desy yang duduk di teras bersama keenan. Tanpa menunggu lebih lama, Dylan langsung berlari kecil menghampiri desy “Oti!” serunya dengan antusias.

Desy menoleh dan langsung merentangkan tangannya menyambut kehadiran bocah kecil itu. “Oti kangen abang tau!” ujarnya sambil memeluk dylan erat. Senyum bahagia tak lepas dari wajah desy, seolah pertemuan dengan dylan adalah momen yang telah lama ia tunggu.

Sementara itu, Andra tersenyum melihat keakraban mereka. Dia berjalan menuju meja teras dan meletakkan kantong plastik berisi bubur jagung yang Keenan inginkan. “Mau makan sekarang?” tanya Andra kepada Keenan dengan penuh perhatian.

Keenan mengangguk “Iya, sekarang ” jawabnya pelan.

Andra dengan sigap berkata “Sebentar ya, aku ambil sendok dulu ” sebelum bergegas menuju dapur. Sesaat kemudian, Andra kembali dengan sendok dan segelas air putih. Dia menyerahkan semuanya kepada keenan dengan lembut, memastikan istrinya bisa makan dengan nyaman.

Suasana di teras rumah terasa hangat dan penuh kebahagiaan. Keenan menikmati bubur yang ia idamkan, sementara dylan dan desy tertawa bersama, mengisi sore yang tenang dengan canda tawa. Di tengah-tengah kebersamaan itu, semua rasa lelah seolah sirna, digantikan oleh kedamaian yang mengalir di antara mereka.

DYLAN KALERIC PARAMUDYA [ BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang