Bulan demi bulan berlalu, dan kandungan keenan semakin menunjukkan perkembangan yang baik. Setiap pemeriksaan selalu memberikan kabar menggembirakan, ibu dan bayi dalam keadaan sehat. Keenan merasa lega, meskipun semakin hari, perutnya tampak semakin membesar, menjadikan berat badannya bertambah. Hal ini juga mengubah penampilannya—pipinya menjadi sedikit lebih chubby, membuat dylan dan andra tak tahan untuk selalu mencium pipi bulatnya itu. Kadang, Keenan tertawa geli setiap kali suami dan anaknya berlomba untuk memberikan kecupan manis di pipinya, seolah-olah mereka bersaing untuk siapa yang bisa mencium lebih banyak.
Kini usia kandungan keenan sudah memasuki lima bulan, dan hari ini adalah momen penting bagi keluarganya. Dylan akan menerima rapor dan naik ke kelas dua. Sejak pagi, Keenan sudah bersiap-siap, mengenakan pakaian yang nyaman, dengan perut yang semakin jelas menonjol di balik kemejanya. Andra, seperti biasa, selalu ingin menemani keenan dan dylan dalam momen penting ini. Namun, pekerjaan mendesak di kantor memaksanya untuk hanya bisa mengantar mereka hingga ke gerbang sekolah. Setelah itu, Andra harus segera kembali untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
Keenan mengerti, meski sedikit kecewa karena andra tak bisa menunggu bersama mereka. Saat andra berpamitan, Dylan sempat merajuk, tak ingin ayahnya pergi begitu cepat, namun keenan berhasil menenangkannya dengan janji bahwa mereka akan mengabari ayah segera setelah menerima rapornya. "Nanti kita kasih kabar ke papa, oke?" kata keenan lembut sambil mengusap kepala dylan, membuat bocah itu mengangguk dengan senyum kecil.
Setelah andra pergi, Keenan duduk di bangku yang berada di dekat kelas dylan, menunggu acara penerimaan rapor dimulai. Ia memandang sekeliling, menyaksikan hiruk pikuk para orang tua yang datang untuk menemani anak-anak mereka. Sesekali, Keenan mengusap perutnya yang kian membesar, merasakan gerakan kecil dari calon bayi di dalamnya, dan senyum hangat terlukis di wajahnya. Keenan merasa tenang, meskipun sendirian di tengah keramaian. Ia tahu bahwa hari ini adalah hari bahagia bagi keluarganya, terutama bagi dylan yang akan segera naik kelas.
Beberapa anak mulai keluar dari ruang kelas, membawa rapor mereka dengan wajah sumringah, sementara para orang tua dengan sabar menunggu mereka. Keenan melihat dylan keluar dari kelas dengan wajah berseri-seri, membawa amplop rapor di tangannya. Hatinya berdebar, tak sabar ingin tahu bagaimana hasil belajar putranya selama setahun terakhir.
Ketika dylan berlari kecil mendekatinya, Keenan berdiri perlahan-lahan dari bangkunya, menjaga keseimbangan tubuhnya yang kini lebih berat dari sebelumnya. " Mommy, lihat! abang naik kelas!" seru Dylan penuh semangat, menyerahkan rapornya dengan penuh kebanggaan. Keenan tersenyum lebar, matanya berbinar penuh kebahagiaan saat menerima rapor dari tangan dylan.
"Hebat sekali abang!" puji keenan dengan suara penuh kasih. Dengan tangan yang masih memegang rapor dylan, ia membungkuk sedikit untuk mencium pipi putranya, membiarkan sejenak momen indah ini mengisi hatinya.
Keenan membuka rapor dylan perlahan, seolah-olah ingin menikmati setiap detiknya. Saat ia melihat hasil nilai di dalamnya, matanya berbinar penuh kebanggaan. Senyum hangat merekah di wajahnya ketika melihat tulisan angka-angka yang rapi di halaman rapor, dan di bagian akhir, sebuah pencapaian luar biasa tertera, dylan mendapatkan peringkat pertama di kelasnya.
Keenan menghela napas lega, merasa semua jerih payah dylan selama setahun terakhir terbayar. Ia menatap putranya yang duduk di sebelahnya, matanya dipenuhi dengan rasa bangga dan cinta yang begitu dalam. Dylan menatap balik ke ibunya, senyum di wajahnya lebar, menunggu reaksi ibunya dengan antusias.
"Abang peringkat satu, abang hebat sekali!" Keenan berkata lembut, namun suaranya tak bisa menyembunyikan rasa bangga yang membuncah. Ia menarik dylan ke pelukannya, memeluknya erat-erat sambil mengusap lembut punggung anak sulungnya itu. " Mommy bangga sekali sama kamu "