empat puluh dua

349 33 0
                                    

Dylan berlari kecil menuju gerbang rumah dengan langkah-langkah kecilnya yang penuh semangat, matanya berbinar-binar melihat sosok yang ia kenal sebagai ibunya berdiri di depan pagar. "Mama!" serunya dengan suara yang penuh kebahagiaan, memanggil wanita yang lama tak dilihatnya.

Satpam yang melihat kedatangan itu langsung bergerak cepat. Ia membuka pintu pagar, memperbolehkan wanita itu masuk. Fazia, yang sejak tadi menunggu dengan perasaan campur aduk, kini tak bisa lagi menahan emosinya. Begitu pagar terbuka, ia berlari masuk, menggapai putranya yang sudah berlari lebih dulu ke arahnya.

Dylan tertawa bahagia saat dipeluk erat oleh Fazia. Wanita itu menangis terisak-isak, bahunya bergetar hebat saat tubuh mungil anaknya ia dekap dalam pelukan yang penuh kerinduan dan penyesalan. Fazia meraih wajah dylan dengan tangan gemetar, memandangi anak yang sudah lama ia tinggalkan.

"Mama minta maaf, Dylan. Mama minta maaf," katanya sambil terisak, bibirnya bergetar, air mata terus membasahi wajahnya. Ia memeluk Dylan lebih erat, seolah tak ingin melepaskan lagi.

Dylan, yang masih terlalu kecil untuk mengerti sepenuhnya apa yang terjadi, hanya tertawa riang. Ia menikmati pelukan hangat itu, tak sadar bahwa di balik senyum cerianya, ada pergulatan batin yang berat di hati ibu kandungnya.

Di kejauhan, Keenan berdiri menyaksikan pemandangan itu dari depan pintu rumah. Matanya tak lepas dari fazia dan dylan yang sedang berpelukan, tangannya bersedekap di dada dengan pandangan yang tenang. Keenan memperhatikan setiap gerak-gerik Fazia, melihat air mata yang jatuh dari pipi wanita itu. Meskipun hatinya pasti terasa perih, Keenan tak merasa terancam. Baginya, Fazia memang memiliki tempat di hati dylan, tempat yang meskipun keenan cintai dengan sepenuh hati, tetaplah tak bisa ia isi sepenuhnya.

Senyum tipis muncul di wajah keenan, ia lebih memilih merangkul kenyataan bahwa di dalam kehidupan dylan, Fazia juga memiliki bagian penting.

Namun, di lantai atas, Nazwa yang baru saja terbangun dari tidurnya merasa terkejut saat matanya menangkap sosok wanita di depan rumah, memeluk keponakannya dengan erat. Ia menajamkan pandangannya, dan hatinya langsung dipenuhi kemarahan saat mengenali wanita itu sebagai Fazia, mantan istri Andra. Hatinya bergejolak hebat saat melihatnya, wanita yang dulu sempat melukai keluarganya, kini berdiri di depan rumah, memeluk dylan dengan begitu akrab. Amarahnya mendidih.

Tanpa pikir panjang, Nazwa berlari turun, langkah kakinya berat dan terburu-buru. Saat sampai di ruang tamu, Nazwa tak lagi bisa menahan diri. "Kak Keenan! Ngapain dia di sini?" suaranya keras dan penuh kemarahan.

"Kenapa kamu biarin dia datang? Dia peluk dylan!"

Nazwa mengejar mereka ke depan, wajahnya merah padam, hatinya terbakar oleh rasa marah dan tak suka. Namun sebelum ia bisa mendekat, Keenan dengan tenang menoleh dan segera menahan tangannya.

"Kak, lepaskan aku!" teriak Nazwa, suaranya penuh dengan kemarahan yang tertahan.

"Kenapa kamu nggak cegah dia? Anak kamu dipeluk sama wanita itu, kak! Dia nggak punya hak! Aku nggak suka dia ada di sini!"

Keenan tetap tenang, meskipun ia tahu betapa berat situasi ini bagi nazwa. Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya sebelum menjawab dengan suara lembut namun tegas.

"Nazwa, tenanglah," kata Keenan, matanya tetap tenang menatap adik iparnya yang penuh amarah.

"Fazia ibu kandung dylan. Kita tidak bisa mengubah itu. Seberapa pun sakitnya masa lalu, dia tetap bagian dari hidup dylan."

Nazwa menatap keenan dengan marah, hatinya terasa begitu berat menerima kenyataan ini. "Tapi, kak! Setelah semua yang dia lakukan, kenapa kamu izinkan dia dekat sama dylan?"

DYLAN KALERIC PARAMUDYA [ BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang