dua puluh sembilan

1.2K 67 0
                                        

Nazwa melangkah masuk ke rumah dengan santai, buku dan pulpen tergenggam erat di tangannya. Baru saja ia selesai berbicara dengan tim dekorasi dan hendak kembali mencatat beberapa hal. Senyum hangat masih tersungging di wajahnya saat ia menoleh sekilas ke halaman, menyaksikan keponakannya bermain riang bersama anak-anak lain. Pemandangan itu membuat hatinya damai. Namun, kedamaian itu tak berlangsung lama.

Begitu ia memasuki ruangan, pemandangan yang tak diduganya sama sekali membuatnya terkejut. Di sudut ruangan, Keenan dan Andra sedang berciuman. Momen itu begitu intim, seolah dunia di sekitar mereka menghilang. Nazwa, yang tak siap menyaksikan hal itu, langsung membeku di tempat. Jantungnya terasa seperti berhenti berdetak sejenak, matanya membesar, dan pulpen yang digenggamnya hampir terlepas.

Tanpa berpikir panjang, Nazwa berbalik dengan cepat, tangannya spontan menutupi wajahnya. "Ya ampun, ya ampun, mataku!" gumamnya, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Wajahnya memerah, malu bukan main. Dengan langkah tergesa dan napas yang mulai tak teratur, ia melangkah keluar rumah, berharap bisa melupakan apa yang baru saja terjadi.

Setibanya di teras, Nazwa langsung duduk di kursi dengan tubuh yang terasa lemas. Ia menunduk, meletakkan buku dan pulpen di pangkuannya, lalu mengambil napas dalam-dalam, berusaha mengendalikan diri. Sambil memejamkan matanya, ia merasakan detak jantungnya yang masih berdebar cepat, berusaha mencari ketenangan di tengah rasa canggung yang tak bisa diabaikan.

"Kenapa aku harus melihat itu?" Nazwa bergumam lirih, merasa dirinya seperti menyusup ke dalam momen yang seharusnya hanya milik Keenan dan Andra. Dia mencoba menenangkan pikirannya, menghela napas panjang sambil menatap lurus ke depan, memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Pemandangan mesra itu terus terngiang di benaknya, seolah mengusik konsentrasinya yang baru saja ingin kembali tenang.

Dengan tangan yang masih gemetar ringan, Nazwa merapikan rambutnya, berharap kejadian tadi tidak sampai menimbulkan rasa canggung lebih lanjut ketika ia harus bertemu dengan mereka nanti.

"Aku harus melupakan ini… dan cepat," batinnya sambil menatap langit biru di depan, berusaha mengalihkan pikirannya ke hal-hal lain yang lebih ringan. Namun, bayangan tadi masih samar-samar muncul di benaknya, membuatnya kembali menghela napas panjang.

Setelah berhasil menenangkan diri di luar, Nazwa akhirnya memberanikan diri untuk masuk kembali ke dalam rumah. Hatinya masih berdebar, tetapi ia mencoba untuk tidak memikirkan apa yang baru saja dilihatnya. Langkahnya pelan dan penuh kehati-hatian, matanya tertunduk dalam, berharap tidak perlu berhadapan langsung dengan Keenan dan Andra. Dia hanya ingin melewati ruangan itu tanpa membuat suasana semakin canggung.

Saat Nazwa melangkah masuk, suasana di dalam terasa hening. Ia terus berjalan, menundukkan kepalanya dalam-dalam, berusaha tidak menarik perhatian. Ia tahu, jika sekali lagi melihat Keenan dan Andra, rasa canggung yang tadi sudah mereda pasti akan kembali.

Namun, tanpa disangka, pergerakan Nazwa yang melewati mereka ternyata tak luput dari perhatian Keenan. Dari sudut matanya, Keenan menangkap sosok Nazwa yang bergerak dengan cepat di dekat mereka. Keenan langsung menarik diri, menghentikan ciumannya, dan matanya membesar, terkejut. Seolah tak percaya bahwa mereka telah kepergok, wajah Keenan memerah dalam sekejap.

Andra, yang menyadari reaksi Keenan, juga langsung berhenti dan memalingkan wajahnya, matanya ikut membesar saat ia menoleh ke arah Nazwa yang tengah berjalan melewati mereka. Detik itu, suasana menjadi sangat canggung, seakan-akan waktu berhenti sejenak. Keenan dan Andra sama-sama tersentak, saling memandang dengan canggung, tak tahu harus berbuat apa.

Tanpa berkata-kata, mereka berdua saling menarik diri, seolah momen mesra yang tadi mereka alami telah sirna dalam sekejap. Keenan merasa jantungnya berdegup kencang, malu dan canggung, begitu juga Andra yang menundukkan kepalanya, mencoba menyembunyikan perasaan serupa.

DYLAN KALERIC PARAMUDYA [ BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang