𝙏𝙝𝙚𝙮 𝙨𝙖𝙞𝙙 𝙧𝙪𝙣! 𝙏𝙝𝙚𝙧𝙚'𝙨 𝙖 𝙜𝙝𝙤𝙨𝙩! 𝘽𝙪𝙩 𝙬𝙞𝙩𝙝𝙤𝙪𝙩 𝙩𝙝𝙚𝙢 𝙧𝙚𝙖𝙡𝙞𝙯𝙞𝙣𝙜 𝙞𝙩, 𝙩𝙝𝙚 𝙜𝙝𝙤𝙨𝙩 𝙞𝙨 𝙖 𝙙𝙚𝙫𝙞𝙡, 𝙥𝙖𝙧𝙩 𝙤𝙛 𝙖 𝙡𝙞𝙛𝙚 𝙨𝙩𝙤𝙧𝙮 𝙩𝙝𝙖𝙩 𝙬𝙚𝙡𝙘𝙤𝙢𝙚𝙨 𝙘𝙤𝙣𝙛𝙪𝙨𝙞𝙣𝙜 𝙢𝙚𝙢𝙤𝙧𝙞𝙚𝙨 𝙞𝙣 𝙢𝙮 𝙡𝙞𝙛𝙚.
Angin berhembus dalam pusaran memilukan, membawa perasaan yang berat dalam distorsi mengecewakan. Segala sesuatu, meski tampak tak berbentuk, menumbuhkan harapan yang tersisa dalam keniscayaan abadi. Waktu seakan menjadi beban, setiap detiknya menjalin ikatan yang sulit dilepaskan. Dalam perjalanan hidup, setiap pengalaman seolah menyimpan jejak yang terukir dalam hati, menandai langkah-langkah yang telah kita lalui.
Bulan, dengan cahayanya yang perlahan terkikis, menjelma menjadi misteri yang tak terpecahkan. Dalam sinarnya yang pudar, tersimpan rahasia-rahasia malam, menggantungkan pertanyaan pada setiap sudut langit. Kenangan-kenangan terlintas, menari-nari dalam ingatan, membawa kita pada masa-masa yang penuh harapan dan impian. Namun, dalam kesunyian itu, ada kekuatan yang tersembunyi—sebuah janji bahwa meski dalam gelap, harapan selalu menyelinap di antara bayangan.
Di antara keheningan malam, bintang-bintang bersinar gemerlap, meski terkadang samar. Mereka menyaksikan perjalanan kita, menjadi saksi bisu atas setiap suka dan duka yang pernah kita alami. Setiap titik cahaya adalah cerita, sebuah perjalanan yang tak terpisahkan dari takdir kita. Dalam perjalanan ini, kita belajar bahwa hidup adalah serangkaian pilihan, di mana setiap langkah membawa makna yang mendalam.
Malam yang gelap memberikan harapan baru, menghapus bayang-bayang yang menghantui. Dalam pelukan malam, ada kesempatan untuk memulai kembali, mengubah rencana yang telah disusun, dan menemukan kembali diri kita. Setiap hari adalah lembaran kosong, menunggu untuk diisi dengan cerita-cerita baru. Ketika kita menghadapi tantangan, ingatlah bahwa dalam setiap kesulitan, ada pelajaran berharga yang menanti untuk dipahami.
Kini, saatnya kita melangkah maju, meski ada rasa takut yang membayangi. Kita akan terus berjuang, mengukir kisah kita dalam kanvas kehidupan yang luas. Ketika angin berhembus lagi, biarkan ia membawa kita pada tujuan yang lebih baik, tempat di mana harapan dan mimpi dapat bersatu.
Malam semakin pekat mewarnai bentala, dan penduduk bumi telah tertidur dalam gemerlapnya. Di ruang tamu yang sunyi, seorang wanita duduk di sofa dengan sorot mata hazel, menatap kosong ke arah surat perceraian yang tergeletak di meja. Hatinya bergetar, merasakan beban yang semakin berat seiring detak jam yang perlahan berlalu.
Suaminya masuk ke ruangan dengan langkah tegas, namun tatapannya terlihat kosong. Ia mengenakan setelan baju karyawan yang rapi, tetapi aura ketidakpeduliannya menciptakan jarak di antara mereka.
“Kita perlu bicara," ucapnya, suaranya datar dan tanpa emosi.
Wanita itu menegakkan kepalanya, berharap ada harapan dalam nada suaminya. “Tentang apa?” tanyanya, berusaha menjaga suaranya agar tidak bergetar.
“Ini sudah cukup lama kita diam,” lanjutnya, “aku merasa kita tidak bisa terus begini.”
Air mata mulai menggenang di mata wanita itu, tetapi ia berusaha menahan diri. “Kita bisa memperbaikinya. Kita bisa mencari jalan tengah,” ucapnya, dengan harapan yang tersisa.
Suaminya menggelengkan kepala, wajahnya tegang. “Aku sudah berusaha, tapi semua ini ... kita tidak lagi sama. Kamu tahu itu.”
Wanita itu merasakan jantungnya terhimpit. “Jadi, kamu ingin menceraikan aku?” Suaranya hampir berbisik, seolah takut mendengar jawaban yang sudah terbayang.
Suaminya mengambil napas dalam-dalam, dan saat itulah wanita itu melihat keraguan di matanya. “Aku tidak ingin melukai kamu,” katanya pelan, “tapi kita sudah berjuang terlalu lama.”
“Anak kita, kita harus memikirkan dia,” wanita itu merasakan kepanikan merayapi hatinya. “Kita bisa berusaha lebih keras.”
Suaminya terdiam sejenak, menatap surat perceraian yang ada di meja. “Aku tidak tahu lagi. Kadang-kadang, memilih untuk pergi adalah cara terbaik. Mungkin kita perlu mengakhiri ini untuk kebaikan semua orang.”
Wanita itu menunduk, air mata menetes di pipinya. “Jadi, ini akhirnya?” Ia merasa seolah seluruh dunianya runtuh.
Suaminya beranjak mendekat, tetapi jaraknya terasa semakin jauh. “Kita bisa saling mengingat dengan cara yang baik,” ujarnya, tetapi nada suaranya terasa hampa.
Dengan tangan bergetar, wanita itu meraih pena yang tergeletak di meja. Saat ia menandatangani surat itu, setiap goresan terasa seperti memecah hatinya. “Aku tidak bisa percaya ini terjadi,” ia berbisik, “semua kenangan kita ...”
Suaminya hanya bisa berdiri di sampingnya, menatap ke arah kertas yang kini berisi tanda tangannya. Ketika ia selesai, keheningan kembali menyelimuti mereka, dengan rasa sakit yang teramat sangat di antara mereka.
Akhirnya, suaminya mulai membereskan barang-barangnya. “Aku tidak peduli dengan putri yang bukan dari hubungan kita,” katanya, suaranya dingin dan tajam, seolah tak peduli akan dampak dari kata-katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With The Devil (GHOST CURSED 2)
FantasyHarap Membaca Bagian Pertama Terlebih Dahulu untuk Pemahaman Lebih Mendalam Arisa Vera kembali ke kehidupan lamanya-penuh kehancuran dan kekacauan. Ia sulit menerima kenyataan bahwa ikatannya dengan sang iblis, yang selama ini ia rasakan, ternyata h...
