Could it be, I'm traumatized by you?
"Kau membunuh mereka?" suara Arisa terdengar bergetar, matanya penuh ketakutan saat ia melangkah pelan memasuki rumah. Angin malam yang dingin menerpa wajahnya, seolah mempertegas rasa gentar yang semakin mendesak di dadanya. Denial, yang baru saja membawanya terbang dengan kedua sayap hitamnya yang megah, hanya mendengus kecil, mengabaikan pertanyaan itu seolah tak penting.
"Tidak sampai membunuh," jawabnya dengan nada santai, seperti sedang membicarakan hal sepele. "Aku hanya memastikan mereka mendapatkan hukuman yang pantas." Wajahnya tetap tenang, nyaris tanpa emosi, tetapi ada sesuatu yang dingin dan tajam dalam tatapannya yang membuat Arisa merinding.
Denial melangkah masuk ke dalam rumah dengan langkah ringan, seakan tidak membawa beban apa pun. Kedua tangannya terulur, dan dengan satu jentikan jari yang lembut namun penuh kekuatan, tubuh Kira dan Izzaz, yang sudah tak sadarkan diri, melayang di udara seperti boneka tak bernyawa. Sihir gelap yang menyelimuti tubuh mereka bergerak seperti kabut hitam pekat, merayap di udara dan mencekam suasana di sekitarnya. Tanpa suara, Denial memandu mereka ke ruangan lain, di mana kegelapan terasa lebih pekat, seperti menyembunyikan rahasia yang tak terucapkan.
"Kau membawa mereka ke mana?" tanya Arisa, suaranya lemah, nyaris terbisik, ketika ia akhirnya mencapai kamar. Dengan hati-hati, ia menurunkan tubuh mungil Aveline yang tertidur di pelukannya, meletakkannya di atas tempat tidur. Wajah Aveline tampak damai, sama sekali tidak menyadari ketegangan yang memenuhi udara. Arisa menatap Denial dengan cemas, berharap jawaban yang bisa mengurangi kekhawatirannya.
Denial berdiri bersandar di sisi pintu kamar, melipat tangannya di dada setelah menyelesaikan ritualnya yang misterius. Seolah-olah ia baru saja kembali dari melakukan sesuatu yang sepenuhnya wajar, senyumnya tipis, namun sulit diartikan.
"Ke rumah sakit jiwa," jawabnya datar, tanpa nada keraguan sedikit pun. Kata-katanya meluncur begitu saja, seperti keputusan yang sudah lama dipertimbangkan.
Arisa mengerjap, merasa terperangkap antara ketakutan dan keheranan. "Rumah sakit jiwa?" ulangnya, tidak yakin apakah ia harus merasa lega atau justru semakin takut. Bayangan Kira dan Izzaz yang tak sadarkan diri, terangkat begitu saja oleh sihir Denial, terus bermain di benaknya, meninggalkan jejak trauma yang sulit dihapus.
"Tempat yang tepat untuk mereka," lanjut Denial dengan nada yang hampir main-main, matanya bersinar dengan kilauan yang sulit diartikan. "Di sana, mereka akan belajar tentang konsekuensi dari tindakan mereka. Aku hanya mempercepat prosesnya."
Denial menatap Arisa sesaat, lalu berbalik dan berjalan pergi, meninggalkannya di kamar bersama Aveline yang masih tertidur lelap. Tapi meski Denial pergi, dinginnya kata-kata itu masih menggantung di udara, membuat Arisa sadar bahwa apa yang dianggap Denial sebagai 'hukuman' bisa saja lebih mengerikan dari kematian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With The Devil (GHOST CURSED 2)
FantasyHarap Membaca Bagian Pertama Terlebih Dahulu untuk Pemahaman Lebih Mendalam Arisa Vera kembali ke kehidupan lamanya-penuh kehancuran dan kekacauan. Ia sulit menerima kenyataan bahwa ikatannya dengan sang iblis, yang selama ini ia rasakan, ternyata h...