𝟏𝟎. 𝐌𝐃 𝟐 : 𝐃𝐢𝐧𝐧𝐞𝐫 (𝟐𝟏+)

4.2K 141 41
                                    

Eating you is a heavy longing

Suara pintu kamar yang ditutup bergema lembut setelah Arisa menyelesaikan makan malamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara pintu kamar yang ditutup bergema lembut setelah Arisa menyelesaikan makan malamnya. Ia menghela napas, merasakan ketegangan yang mengalir dalam tubuhnya. Tatapannya beralih ke sosok Denial yang tengah mendekatinya, langkahnya mantap namun tenang. Jantung Arisa berdegup kencang; rasa cemas menjalar di sekujur tubuhnya. Ia tahu, kali ini ia mungkin tidak akan selamat dari perasaan yang mengganggu hatinya.

"Sudah selesai?" tanya Denial, suaranya dalam dan tenang, seolah tidak ada yang mencurigakan. Arisa hanya mengangguk pelan, lidahnya terasa kelu. Pria itu kemudian meraih beberapa piring dan mangkuk kotor yang tersisa di meja makan, menciptakan suara dentingan yang nyaring saat ia mengangkatnya. Dengan gerakan terampil, Denial meletakkan peralatan makan itu di wastafel cuci piring, air mengalir dari keran, memancarkan kilau bening yang memikat.

Sementara itu, Arisa hanya duduk diam, matanya tak bisa lepas dari punggung kekar Denial. Ia melihat otot-otot punggungnya yang menonjol saat pria itu membungkuk untuk mencuci piring, pergerakannya begitu lihai dan teratur. Kegugupan menyergapnya seperti bayangan yang tak kunjung hilang. Dalam hening yang menyelimuti, pikirannya berputar, berusaha mencari cara untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya.

Denial terus mencuci, busa sabun mengelilingi tangannya, sementara Arisa berusaha untuk mencarikan keberanian di balik keraguan yang menggelayuti hati. Keduanya terperangkap dalam momen yang tenang, namun penuh ketegangan, menunggu kata-kata untuk meluncur dari bibir Arisa dan mengubah suasana hati yang mengharu biru ini.

"Kau benar-benar tampak seperti ayah bagi Aveline," ujar Arisa memecah keheningan, suaranya lembut namun penuh rasa ingin tahu. Denial hanya terkekeh kecil, senyum nakal menyungging di bibirnya.

"Aku memang ayahnya," jawab Denial dengan santai, wajahnya menunjukkan keyakinan. "Kalau dibandingkan dengan Izzaz, aku lebih cocok." Arisa terdiam sesaat, terperangkap dalam pemikiran. Nafasnya terhembus kasar, seolah mengusir keraguan yang menggelayuti hatinya.

"Jadi, kau yang mengajarinya mengucapkan kata Daddy?" tanyanya, suaranya kini sedikit lebih tegas, tetapi masih terbersit nada cemas.

"Tepat sekali." Denial menjawab, nada suaranya tetap santai. Setelah menyelesaikan mencuci piring, ia berbalik, bersandar pada countertop dapur dengan kedua tangan kekarnya yang basah. Serat-serat otot di lengan dan bahunya terlihat jelas dalam cahaya lembut dapur, memberi kesan kuat dan maskulin.

Sorot mata merah elang milik Denial menatap Arisa yang masih terduduk, terjebak dalam lamunan. Dalam tatapannya, terdapat sinar tantangan yang mengundang dan kehangatan yang sulit diabaikan, menciptakan momen yang tegang namun intim.

"Aku juga bisa mengajarimu memanggilku Daddy," lanjutnya, suaranya mengalun rendah, menggema di ruang dapur yang tenang dan menambah ketegangan yang baru.

Arisa merasakan aliran darahnya berdesir, namun Denial tiba-tiba mengalihkan perhatiannya. "Aku mulai lapar," ujarnya sambil melepas celemeknya, menggerakkan tubuhnya mendekati Arisa. Gerakannya yang lincah dan penuh percaya diri membuat Arisa mengerutkan kening, rasa curiga mulai merayapi pikirannya.

Marriage With The Devil (GHOST CURSED 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang